• Berita
  • TPA Sarimukti Dikhawatirkan tak Sanggup Menampung Sampah Bandung Raya Januari 2024

TPA Sarimukti Dikhawatirkan tak Sanggup Menampung Sampah Bandung Raya Januari 2024

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi Kota Bandung adalah produksi sampah yang tidak terkendali.

Warga melintas di depan tumpukan sampah di Jalan Bukit Jarian, Kelurahan Hegarmanah, Cidadap, Kota Bandung. Rabu, 27 September 2023. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana8 Oktober 2023


BandungBergerak.idDarurat sampah Bandung Raya masih jauh dari kata selesai. Belum tuntas dampak kebakaran Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Sarimukti, kekhawatiran lain muncul dari TPA yang berlokasi di Kabupaten Bandung Barat itu, yakni kelebihan kapasitas yang selama ini sudah terjadi.

Koordinator Forum Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS), Ria Ismaria mengatakan, sejatinya kondisi Bandung darurat sampah telah berlangsung sejak Mei 2023 lalu. Hal ini dipicu karena TPA Sarimukti sudah melebihi kapasitasnya hingga 700 persen. Bahkan, jika kondisi seperti ini terus dipaksa berjalan, maka pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti akan terhenti diprediksi paling lambat Januari 2024.

“Kejadian terbakarnya TPA Sarimukti mempercepat proses (penutupan) tersebut. Alhasil, banyak terjadi penumpukan sampah yang tak terkendali lagi terutama di Kota Bandung, karena mayoritas sampah yang berada di sarimukti sekitar 70% disumbangkan dari kota,” papar Ria Ismaria, dikutip dari laman Aliansi Zero Waste Indonesia, Sabtu, 7 Oktober 2023.

Data Forum BJBS mengungkapkan, sebanyak 68-73 persen sampah yang ke TPA Sarimukti berasal dari Kota Bandung, sehingga kota ini akan merasakan dampak terbesar jika layanan TPA Sarimukti dihentikan. Kota Bandung juga melebihi batas kuota sampah yang telah ditetapkan, jika dibandingkan dengan Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung.

Namun proses pengendalian sampah yang masuk ke TPA mengikuti jumlah yang disepakati sudah sejak lama tidak berjalan, sampah masuk ke TPA Sarimukti terus meningkat tanpa ada pengendalian.

“Tanpa pengurangan yang signifikan dan segera, pengangkutan sampah ke TPA Sarimukti akan terhenti paling lambat Januari 2024,” jelas Ria.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi Bandung adalah lonjakan produksi sampah yang tidak terkendali. Pertumbuhan penduduk yang pesat dan perubahan gaya hidup masyarakat telah menyebabkan peningkatan signifikan dalam volume sampah yang dihasilkan setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung 2023 mencatat bahwa produksi sampah di kota ini cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Berdasarkan Data BPS Kota Bandung 2023, jumlah produksi sampah di Kota Bandung mencapai 1.594,18 ton per hari pada 2022. Sampah makanan menjadi penyumbang terbesar. Produksi sampah makanan di Kota Bandung per harinya mencapai 709,73 ton per hari atau sebesar 44,52 persen dari total harian sampah yang diproduksi di Kota Bandung.

Urutan kedua adalah sampah plastik. Sampah jenis plastik ini mencapai 266,23 ton per hari (16,70 persen). Kemudian, di urutan ketiga ada sampah kertas yang mencapai 209,16 ton per hari atau 13,98 persen dari total harian produksi sampah di Bandung.

Jumlah produksi sampah di Kota Bandung meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut data yang dirilis Open Data Jabar, pada 2021 produksi sampah Kota Bandung mencapai 1.430,04 ton.

Teknologi Termal atau Insinerator tidak Efektif

Darurat sampah yang sedang dihadapi oleh Bandung Raya adalah masalah sangat mendesak dan memerlukan tanggapan yang bijaksana dan berkelanjutan. Sayangnya, dalam upaya mengatasi masalah ini, pemerintah daerah sering kali mencoba mengadopsi solusi semu seperti tungku bakar (waste incinerator), dan Refuse Derived Fuel (RDF) yang dalam pendekatannya tidak selalu mencerminkan praktik terbaik dalam menangani sampah perkotaan.

Berdasarkan laporan hasil observasi yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) pada 2021, mayoritas insinerator di Bandung Raya tidak efektif dalam ‘memusnahkan’ sampah. Ada 23 titik insinerator di Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi). Setelah diverifikasi, temuan ini mengerucut menjadi 14 insinerator. Dari 14 itu, sembilan sudah tidak aktif dan tidak dipakai, sementara lima lainnya masih beroperasi.

Pengelolaan sampah melalui metode termal, seperti insinerator atau konversi menjadi bahan bakar (RDF), tidak menghilangkan sampah, tetapi hanya mengubahnya menjadi bentuk abu dan gas, tanpa secara efektif menyelesaikan permasalahan sampah. Belum lagi, ada senyawa kimia hasil pembakaran tidak sempurna yang dapat timbul dan membahayakan lingkungan di sekitarnya.

“Pembakaran ini menghasilkan emisi yang akan berdampak pada lingkungan, manusia dan juga mahluk hidup. Emisi adalah biang kerok yang mempercepat laju krisis iklim. Selain itu, dengan membakar sampah akan menghasilkan timbal, logam berat, merkuri. Dan yang paling kami khawatirkan itu adalah dioxin dan furan itu,” tegas Meiki W Paedong dari Walhi Jabar.

Dioksin dan furan merupakan bahan kimia berbahaya yang dihasilkan pada proses pembakaran tidak sempurna. Paparan dioksin dan furan dapat menimbulkan dampak berbahaya terhadap lingkungan termasuk manusia dan mahkluk hidup lainnya dengan tingkat toksisitas tertinggi (TEQ level 1) dibandingkan bahan pencemar lainnya yang ada saat ini.

Melalui proses rantai makanan, manusia yang berada pada posisi tertinggi dalam piramida makanan, akan berpotensi menjadi tempat akumulasi akhir dari dioksin dan furan. Kedua senyawa kimia ini dapat merusak sistem hormonal (endocrin disrupted compound) serta pemicu penyakit kanker.

Memaknai Zero Waste

Sementara itu, Direktur Eksekutif YPBB David Sutasurya menegaskan bahwa solusi yang paling aman yang bisa diterapkan saat ini yakni nol sampah (zero waste), yaitu konservasi semua sumber daya dengan cara produksi, konsumsi, penggunaan kembali, dan pemulihan semua produk, kemasan, dan bahan secara bertanggung jawab, tanpa membakarnya, dan tanpa pembuangan ke tanah, air atau udara yang mengancam lingkungan atau kesehatan manusia.

“Upaya pemusnahan sampah menggunakan teknologi insinerasi (pembakaran) dan waste to energy (listrik menjadi energi) tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hirarki zero waste, opsi ini berada di tingkat paling bawah pada piramida terbalik, yang berarti tidak dianjurkan dan seharusnya dihindari,” kata David.

David menjelaskan, sistem zero waste sejatinya sudah banyak diterapkan di Kota Bandung dan sekitarnya. Seperti halnya yang dilakukan pemerintah daerah dengan program Kurangi Pisahkan dan Manfaatkan (Kang Pisman) yang turut didampingi oleh Tim YPBB dalam pelaksanaannya. Bahkan, berdasarkan data yang dihimpun AZWI pada tahun lalu, program zero waste cities berhasil mengurangi sampah yang masuk ke TPA sebesar 40-60 persen.

Baca Juga: Hari Jadi Kota Bandung dalam Bayang-bayang Darurat Sampah
Sosialisasi tentang Status Darurat Sampah kepada Warga Bandung belum Maksimal
Lagu Lama Membuang Sampah ke Sungai di Bandung Raya, karena Regulasi yang Lemah?

Penumpukan Sampah Pasar

Darurat sampah di Kota Bandung menimbulkan tumpukan sampah di pasar-pasar tradisional, di antaranya di Pasar Sederhana. Pemkot Bandung berjanji akan menyelesaikan masalah penumpukan di ini dalam waktu 3 hari ke depan.

Namun Pemkot Bandung mengakui, ada kendala dalam hal pemilahan sampah di pasar tradisional. Sekertaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, tumpukan sampah tersebut baru bisa diangkut jika sudah terpilah.

Ema menginstruksikan kepada Perumda Pasar agar masif mengedukasi para pedagang untuk mulai mengurangi penggunaan plastik. "Tidak boleh ada lagi kresek plastik yang boleh adalah kantong kertas pusat perbelanjaan juga sama toko swalayan juga," ujarnya, dikutip dari siarang pers.

Ema mengklaim, saat ini Kawasan Bebas Sampah (KBS) di sejumlah wilayah Kota Bandung terus bertambah. Menurutnya, dampak dari darurat sampah yang sedang dihadapi Kota Bandung saat ini harus disikapi dengan kebiasaan baru yang permanen, yaitu pengolahan sampah dari skala terkecil.

* Mari membaca tulisan-tulisan lain Iman Herdiana, atau artikel-artikel lain tentang Bandung Darurat Sampah

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//