• Berita
  • Lagu Lama Membuang Sampah ke Sungai di Bandung Raya, karena Regulasi yang Lemah?

Lagu Lama Membuang Sampah ke Sungai di Bandung Raya, karena Regulasi yang Lemah?

Sudah lama sungai di Bandung ibarat TPA liar. Kebakaran TPA Sarimukti menjadi momen penegakan aturan persampahan.

Remaja karang taruna di Kelurahan Tamansari, Bandung, mengangkat sampah yang mencemari lingkungan sambil menyusuri aliran Sungai Cikapundung, Selasa (5/1/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 September 2023


BandungBergerak.idDi tengah darurat sampah karena kebakaran Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA Sarimukti, sebuah video memprihatinkan beredar luas di media sosial. Video yang direkam di perbatasan Kota Cimahi dan Kota Bandung ini menunjukkan orang yang membuang sampah dari permukiman warga ke sungai. Dasar sungai tampak seperti TPA liar yang penuh dengan berbagai macam sampah plastik.

Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna menyayangkan perilaku tidak bertanggung jawab tersebut. Menurutnya, tindakan yang tidak patut ditiru ini imbas dari belum optimalnya operasional TPA Sarumukti.

"Sekarang sudah mulai ekstrem. Masyarakat mulai membakar dan membuang sampah ke sungai," kata Ema Sumarna, saat memimpin Rapat Pleno Satgas Penanganan Darurat Sampah Kota Bandung di Balai Kota, dikutip dari siaran pers, Kamis, 7 September 2023.

Pada kenyataannya, perilaku membuang sampah ke sungai di Kota Bandung sudah berlangsung lama. Warga kurang tersentuh dengan edukasi maupun sosialisasi yang mestinya dijalankan Pemkot Bandung sehingga praktik membuang sampah terjadi bertahun-tahun seperti tampak dalam penelitian Raisha Ghassani dan Umar Yusuf dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba).

Sampah tersendat di Sungai Cikapundung di bawah eks jembatan kereta api Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Sampah tersendat di Sungai Cikapundung di bawah eks jembatan kereta api Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Dalam penelitian yang dilakukan tahun 2014 bertajuk “Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung”, Raisha Ghassani dan Umar Yusuf menjadikan Sungai Cikapundung sebagai objek studinya. Lokasi penelitian dilakukan di RW 15 Kelurahan Tamansari. Subjek yang diteliti terdiri dari 132 orang yang merupakan ibu-ibu RW 15 Tamansari.

Raisha Ghassani dan Umar Yusuf menyatakan, Sungai Cikapundung mempunyai nilai strategis dari sudut kepentingan fungsi daya dukung lingkungan hidup. Sungai terpanjang di Kota Bandung ini juga memiliki potensi menjadi area pariwisata, di antaranya budaya tradisional kukuyaan dan permainan air lainnya.

“Namun permasalahan utama yang sering terjadi di lingkungan yang dikelilingi sungai adalah pencemaran air sungai yang disebabkan oleh pembuangan sampah maupun limbah rumah tangga ke dalam sungai tersebut,” tulis Raisha Ghassani dan Umar Yusuf, diakses Sabtu (9/9/2023).

Banyaknya masyarakat yang bermukim di sepanjang bantaran sungai Cikapundung telah memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan limbah kotoran sapi, limbah rumah tangga, kotoran manusia, dan sampah. RW 15 kelurahan Tamansari merupakan wilayah padat penduduk. Per Desember 2014 saja daerah ini dihuni 2.560 jiwa yang terdiri dari 745 kepala keluarga.

Wilayah Tamansari tersebut dilintasi Sungai Cikapundung, banyak rumah yang posisinya membelakangi sungai. Studi ini mewawancara warga yang meyakini dengan membuang sampah ke sungai masalah sampah akan lebih cepat selesai dibandingkan harus menunggu petugas kebersihan mengambil sampah mereka.

Dari temua peneliti tersebut, tampak kurangnya kesadaran lingkungan dari warga. Selain itu, kontrol terhadap lingkungan dari aparat setempat juga kurang. Diketahui juga bahwa warga sebenarnya tahu bahwa membuang sampah ke sungai adalah pelanggaran. Sehingga mereka melakukan pembuangan sampah secara sembunyi-sembunyi.

Dari 132 subjek penelitian, kedua peneliti mendapatkan data bahwa 61.36 persen memiliki intensi kuat untuk membuang sampah ke Sungai Cikapundung. Sedangkan sisanya sebanyak 38.64 persen memiliki intensi yang lemah untuk membuang sampah ke sungai.

“Artinya hampir setengah ibu-ibu yang menjadi subjek penelitian memiliki keinginan yang kuat untuk membuang sampah ke Sungai Cikapundung,” tulis Raisha Ghassani dan Umar Yusuf.

Baca Juga: Ancaman Berlapis Krisis Sampah Bandung bagi Perempuan
Darurat Sampah, Sekolah, dan Kampanye Pengelolaan Sampah
Hari Jadi Kota Bandung dalam Bayang-bayang Darurat Sampah

Membuang Sampah ke Sungai Perspektif Hukum dan Agama

Indonesia memiliki banyak regulasi tentang sampah. Undang Undang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008 menyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan. Aturan undang-undang ini cukup lengkap, namun setelah 15 tahun diundangkan implementasinya di lapangan masih jauh panggang dari api.

Jawa Barat juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah di Jawa Barat. Dalam pasal 49 ayat 1 huruf b dijelaskan bahwa setiap orang dilarang membuang sampah ke media lingkungan atau tidak pada tempat yang telah ditentukan dan/atau disediakan.

Jika melanggar aturan tersebut, pada Pasal 57 ayat 1 menyatakan Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 49, diancam pidana kurangan paling lama 3 tiga bulan atau denda paling banyak 50 juta rupiah.

Sementara dari perspektif agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah untuk Mencegah Kerusakan lingkungan dengan ketentuan:

1. Setiap muslim wajib menjaga kebersihan lingkungan, memanfaatkan barang-barang gunaan untuk kemaslahatan serta menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta perbuatan tabżir dan israf.

2. Membuang sampah sembarangan dan/atau membuang barang yang masih bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri maupun orang lain hukumnya haram.

3. Pemerintah dan pengusaha wajib mengelola sampah guna menghindari kemudharatan bagi makhluk hidup.

4. Mendaur ulang sampah menjadi barang yang berguna bagi peningkatan kesejahteraan umat hukumnya wajib kifayah.

5. Dari keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang sampah dapat di pahami bahwa setiap muslim harus menjaga kebersihan serta tidak boleh memubazirkan barang.

Namun lagi-lagi implementasi penegakan setiap regulasi oleh pemerintah masih lemah. Pengelolaan sampah di Bandung, Jawa Barat, dan secara umum Indonesia tidak banyak perubahan, masih mengandalkan TPA dengan metode kumpul angkut buang tanpa melakukan pemilahan. Hal ini menyebabkan TPA mudah penuh atau rentan terjadi bencana seperti kebakaran yang kini melanda TPA Sarimukti.

Metode usang pengelolaan sampah ala TPA Sarimukti juga tidak mendidik. Salah satu imbasnya, banyak warga yang membuang sampah ke sungai jika TPA mengalami masalah.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//