• Berita
  • Sudah Pahamkah DPRD bahwa Bandung Darurat Sampah?

Sudah Pahamkah DPRD bahwa Bandung Darurat Sampah?

Bandung masih darurat sampah. DPRD Kota Bandung turut bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terkait pengelolaan sampah.

Dampak kebakaran TPA Sarimukti, TPS tutup di Kelurahan Merdeka, Bandung, Rabu (27/8/2023). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana12 September 2023


BandungBergerak.idRencana pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu atau TPST Cicabe batal setelah mendapat penolakan warga setempat. Dengan alasan yang kuat, warga khawatir TPST Cicabe menuai bencana di kemudian hari baik berupa longsor karena kontur tanahnya berbukit maupun pencemaran lingkungan. Argumentasi warga memang harus didengar khususnya oleh wakil rakyat yang duduk di DPRD Kota Bandung.

Pada Senin, 4 September 2023 lalu, Komisi C DPRD Kota Bandung menerima aspirasi warga Komplek City Garden Residence terkait penolakan TPST Cicabe. Tadinya TPST Cicabe akan dibangun oleh Kementerian PUPR di lahan bekas TPA Cicabe yang sudah lama nonaktif.

Riwayat TPA Cicabe dijelaskan dalam penelitian yang dilakukan Elsa Try Julita Sembiring dan Idris M. Kamil dari Program Studi Magister Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Kedua peneliti menyatakan, TPA ini berlokasi di Kelurahan Mandalajati, Kecamatan Cicadas, digunakan pada tahun 1972 sampai tahun 1987, kemudian digunakan kembali pada 1 April–30 April 2005 dan 9 Januari–14 April 2006. Lokasi bekas TPA ini memiliki luas 5,6 hektare dengan kapasitas penampungan sampah sekitar 105.000 meter kubik  pada ketinggian 719 – 763 meter.   

Pada masa darurat sampah belakangan ini, TPA Cicabe sempat kembali digunakan untuk sementara. Selanjutnya muncul rencana pembangunan TPST Cicabe di bekal lahan TPA Cicabe. Pemkot Bandung mengklaim TPST Cicabe akan dioperasikan dengan teknologi RDF yang ramah lingkungan, walaupun pegiat lingkungan yang pahan isu RDF ini menyatakan bahwa teknologi ini sebagai solusi semu karena tetap mencemari lingkungan.  

Dalam audiensi antara warga sekitar TPA Cicabe dan DPRD Kota Bandung, Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi mengatakan, pihaknya telah menerima informasi dari Kementerian PUPR terkait batalnya Kawasan Cicabe menjadi TPST. 

"Kami menerima informasi pembatalan Cicabe menjadi TPST dari Kementerian PUPR, tinggal menunggu surat resminya," tutur Yudi Cahyadi, dikutip dari laman resmi yang diakes Selasa, 9 September 2023. 

Berdasarkan kajian warga, tanah yang akan digunakan sebagai TPST rawan terjadinya longsor. Yudi Ia menuturkan, pihaknya siap menerima saran dan masukan dari masyarakat, terkait penyelesaian persoalan sampah di Kota Bandung. 

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Bandung Agus Gunawan mengapresiasi kajian yang telah dilakukan masyarakat terkait lahan Cicabe yang rawan longsor. "Kami apresiasi dan bersyukur bisa menghindari kejadian bencana ke depannya jika ini pembangunan TPST ini diteruskan," katanya. 

Namun Agus menyayangkan pembatalan TPST tersebut. Jika memungkinkan dapat pindah lahan atau mencari lokasi lainnya yang memungkinkan. 

"Ini tentu sangat disayangkan, namun karena waktu yang singkat dan lahan juga yang minim di Kota Bandung. Padahal ini bisa jadi solusi sampah," ujarnya. 

Mencermati Kinerja DPRD sebagai Wakil Rakyat 

DPRD Kota Bandung memiliki peran sebagai penyambung aspirasi masyarakat. Apalagi Kota Bandung sedang dalam darurat sampah akibat kebakaran TPA Sarimukti. Sebagai kota yang tidak memiliki TPA, Kota Bandung amat tergantung pada TPA di Kabupaten Bandung Barat itu. Dengan fungsi pengawasannya, DPRD Kota Bandung memiliki sumber daya untuk melakukan kajian dan memberi masukan terkait darurat sampah ini. 

Di sisi lain, kinerja DPRD juga berperan penting dalam menjembatani rakyat yang diwakilinya. Terkait kinerja ini, tak jarang fungsi DPRD menjadi sorotan. 

Taufik Nurohman dan Wiwi Widiastuti dalam jurnal ilmiahnya mengatakan, sebagai wakil rakyat yang dipilih secara demokratis, sepantasnya jika anggota DPRD lebih memperjuangkan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan partai dan dirinya. Setidaknya memperjuangkan aspirasi politik dengan melakukan komunikasi politik dengan rakyat yang memilihnya. 

“Atau paling tidak, anggota DPRD memperjuangkan aspirasi masyarakat seperti yang selalu mereka janjikan pada saat kampanye,” tulis Taufik Nurohman dan Wiwi Widiastuti dalam studinya berjudul “Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Studi Tentang Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perspektif Opini Publik di Kota Tasikmalaya”, diakses Selasa, 12 September 2023.

Pada kenyataannya, lanjut kedua peneliti, tidak sedikit anggota DPRD belum menjalankan berbagai fungsinya secara maksimal, terutama dalam menjalin komunikasi politik dengan rakyat sebagai konstituennya. 

“Banyak anggota DPRD cenderung berorientasi kepada kepentingan ekonomi politiknya. Selain itu, mereka mengabaikan komunikasi politiknya dengan rakyat, sehingga aspirasi konstituennya terabaikan. Akibat tidak terbangunnya komunikasi politik dapat menyebabkan sikap apatisme masyarakat terhadap kinerja DPRD. Tidak itu saja, akibat tidak resposifnya DPRD terhadap aspirasi masyarakat dapat menumbuhkan sikap ketidakpercayaan masyarakat terhadap DPRD dengan terjadinya berbagai protes, unjuk rasa ataupun demonstrasi,” papar kedua penulis. 

Kajian TPS Cicabe di Masa Lalu 

DPRD juga berperan menyampaikan kritik pada kinerja eksekutif, dalam hal ini Pemkot Bandung yang menghadapi ancaman darurat sampah. Jadi DPRD Kota Bandung mesti memahami isu persampahan ini secara menyeluruh dengan cara melakukan kajian ilmiah demi memperjuangkan rakyatnya. 

Darurat sampah yang terjadi di Kota Bandung tak lepas dari metode pengelolaan sampah yang terlalu mengandalkan TPA Sarimukti. Jika TPA ini bermasalah, dapat dipastikan terjadi penumpukan sampah di TPS-TPS Kota Bandung. 

Dalam kasus TPST Cicabe, DPRD tidak cukup hanya mengapresiasi atau menyayangkan batalnya pembangunan TPST Cicabe tanpa berbekal kajian ilmiah. DPRD perlu paham bahwa persoalan sampah Kota Bandung ada di hulunya, yaitu kurang masifnya pemilahan sampah dari produsen-produsen sampah mulai dari industri, restoran, hotel, rumah tangga, perkantoran. Solusinya, perlu digencarkan dalam menangani darurat sampah adalah proses pemilahan ini seperti yang direkomendasikan Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS) dan pegiat lingkungan. 

Memaksakan pembangunan TPST di suatu wilayah Kota Bandung bukanlah solusi dalam menghadapi darurat sampah. Dalam kasus penolakan TPST Cicabe, warga memiliki alasan yang masuk akal. Terlebih lahan di bekas TPA Cicabe dulunya pernah berpuluh-puluh tahun menjadi TPA yang masih memiliki potensi pencemaran sampai sekarang. 

Sementara itu, Undang-undang Republik Indonesia No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dalam pasal 9 ayat 1 bagian (e) telah mengamanarkan: “Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintah kabupaten/kota mempunyai kewenangan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup.” 

Menurut Elsa Try Julita Sembiring dan Idris M. Kamil bekas TPA Cicabe berada bersampingan langsung dengan anak sungai yang mengalir menuju Sungai Cicabe. Elsa dan Idris (dalam Jurnal Teknik Lingkungan Volume 19 Nomor 2, Oktober 2013) membeberkan hasil penelitian pencemaran limbah cair (lindi) di anak Sungai Cicabe akibat keberadaan TPA Cicabe. 

Baca Juga: Ancaman Berlapis Krisis Sampah Bandung bagi Perempuan
Lagu Lama Membuang Sampah ke Sungai di Bandung Raya, karena Regulasi yang Lemah?
Hari Jadi Kota Bandung dalam Bayang-bayang Darurat Sampah

Penelitian dilakukan di saat TPA Cicabe bertahun-tahun sudah ditutup. Elsa dan Idris menyimpulkan bahwa walaupun TPA Cicabe sudah lama tidak digunakan, penelitian mereka menemukan adanya sedimen tercemar dengan konsentrasi 123-167 ppm berdasarkan baku mutu US-EPA (2004) yakni 76 ppm. 

“Hasil simuasi Cr menunjukkan bahwa Cr memiliki laju peluruhan yang dibuktikan dengan ditemukannya konsentrasi Cr sedimen yang cukup tinggi,” tulis Elsa dan Idris. 

Taufik Ashar, Devi Nuraini Santi, dan Evi Naria dari Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara dalam jurnalnya menjelaskan jumlah limbah yang berlebihan dalam tanah dapat meningkatkan konsentrasi logam berat dalam tanah dan air tanah. 

“Logam berat memilliki efek buruk pada tanah, pertanian, dan kesehatan manusia,” tulis Taufik Ashar dkk, dalam jurnal berjudul “Kromium, Timbal, dan Merkuri dalam Air Sumur Masyarakat di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah”.

Pajanan logam berat dalam tanah melalui air yang diminum dapat juga membahayakan kesehatan manusia seperti peningkatan tekanan darah, sakit kepala, gangguan daya memori dan konsentrasi, masalah fertilitas, keguguran pada ibu hamil, dan kerusakan sistem saraf. 

Hasil-hasil penelitian ilmiah inilah yang perlu dikuasai anggota dewan di daerah, termasuk oleh DPRD Kota Bandung sehingga mereka bisa memberikan masukan dan kritikan bermakna pada pengelolan sampah di Kota Bandung.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//