• Berita
  • Pemkot Bandung Gunakan Teknologi RDF untuk Mengolah Sampah, Ditentang Pegiat Lingkungan

Pemkot Bandung Gunakan Teknologi RDF untuk Mengolah Sampah, Ditentang Pegiat Lingkungan

Aktivis lingkungan menyayangkan penggunaan teknologi pengolahan sampah menjadi RDF di Kota Bandung. Penggunaan RDF sebagai bahan bakar berbahaya bagi kesehatan.

Sebuah kantong plastik berisi sampah rumah tangga memulai perjalanan panjangnya dari tong sampah di permukiman padat di kawasan Merdeka, Kota Bandung. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul22 Februari 2023


BandungBergerak.id – Penggunaan Refused-Derive Fuel (RDF) sebagai solusi pengelolaan sampah mendapat tentangan pegiat lingkungan dan organisasi lingkungan. Pada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung meluncurkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Cicukang Holis yang menggunakan teknologi RDF. Bahkan di tahun 2023 ini, pemkot berencana mengembangkan teknologi ini di tiga lokasi lainnya.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, Meiki W. Paendong menyayangkan dan menilai keputusan yang diambil pemerintah Kota Bandung mengecewakan dengan menggunakan teknologi RDF untuk mengolah sampah. Penerapan teknologi ini dikhawatirkan akan mengurangi semangat pengurangan sampah yang telah dilakukan oleh masyarakat.

“Masyarakat akan tidak teredukasi untuk melakukan pengurangan. Karena masyarakat akan berpikir, tidak apa-apa kita menghasilkan sampah, tidak apa-apa kita tidak mengurangi toh nanti sampah ini bisa dijadikan RDF, jadi pelet yang nantinya itu sebenarnya akan menjadi bahan bakar yang memberikan dampak polusi dan berujung pada penurunan kualitas udara,” ujar Meiki kepada BandungBergerak.id, Selasa (21/2/2023).

Meiki mengatakan bahwa dampak yang akan ditimbulkan dari teknologi RDF tidak pernah disampaikan kepada publik, akhirnya publik menganggap ini sebagai solusi dari timbulan sampah. Penggunaan RDF, salah satu teknologi pengelolaan sampah dengan metode termal ini mendapat sorotan organisasi lingkungan, serta pemerhati lingkungan dan iklim karena dampak yang akan dihasilkan saat pembakaran.

RDF merupakan teknologi pengelolaan sampah melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil dan dibentuk menjadi pelet. Hasil dari pengolahan ini, rencananya akan akan dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan sebagai pendamping atau tambahan batu bara pada pembangkit listrik.

“Sejauh ini yang kami soroti, dampak dari pembakarannya saat dia menjadi bahan substitusi untuk menghasilkan energi listrik atau apa pun itu. Bahkan kan nanti didorong jadi bahan bakar untuk sektor-sektor UMKM. Kan celakanya seperti itu. Gimana sektor UMKM kuliner, menggunakan RDF sebagai bahan bakar memasak. Ini kan lebih parah lagi,” ujar Meiki.

Saat RDF digunakan sebagai pendamping batu bara (co-firing) untuk menggerakkan turbin hingga menghasilkan listrik, proses ini akan menghasilkan abu yang terbang dan abu yang mengendap menjadi residu pembakaran (fly ash bottom ash- FABA). Abu ini akan menjadi persoalan baru, sebab ia tergolong jenis limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun.

“Jadi tentunya tidak hanya mencemari udara, tapi akan mencemari tanah dari FABA itu, residu sisa pembakaran RDF itu,” ujar Meiki.

Pengolahan sampah dengan teknologi RDF yang dipergunakan di TPST Cicukang Holis diluncurkan Pemkot Bandung pada HPSN 2023, Senin (21/2/2023). Teknologi tersebut diklaim mampu mengolah sampah dengan kapasitas 10 ton per hari. Artinya, dari pengelolaan sampah dengan teknologi ini Kota Bandung dapat mengurangi volume pengiriman sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Menurut Meiki, persoalan sampah tidak bisa hanya dilihat dari sektor hilir saja, melainkan sejak dari hulu. Semua alurnya harus dilihat dan ditelaah. Klaim pengurangan sampah bisa saja hanya berangkat dari pengurangan volume sampah yang dikirim ke TPA, tapi pada prinsipnya di sektor hulu masih memproduksi sampah.

Seperti masyarakat, sektor komersial, bidang jasa, pemerintah, maupun kantor-kantor masih menghasilkan sampah. Sebab anggapan yang menilai bahwa sampah bisa diselesaikan dengan teknologi RDF. Usaha-usaha pengurangan sampah seperti berhenti menggunakan kantong plastik sekali pakai, membawa tumbler, menggunakan ulang produk dan lainnya bisa saja berhenti dilakukan.

“Nanti kan cara pandangnya akan seperti itu. Jadi akan sayang nanti perilaku yang sudah diterapkan oleh masyarakat dengan melakukan pengurangan sampah yang tadi. Itu akan sia-sia, nanti akan kembali lagi ke awal. Itu yg kami khawatirkan. Jadi nanti perilaku memproduksi sampah ini malah akan bertambah,” pungkas Meiki.

Baca Juga: Masalah Air Bersih yang Menjadi Keluhan Berulang Masyarakat Bandung
Menanti Car Free Day Digelar Lagi di Bandung
Menjelang Pemilu 2024, Pemilih Muda Bersuara

Bukan Ekonomi Sirkular

Meiki mengatakan bahwa pengurangan sampah tidak bisa hanya dilihat dari pengurangan timbulan sampah, tapi juga masyarakat melakukan pengurangan dengan tidak memproduksinya. Pengurangan sampah ini juga berefek pada penghematan sumber daya alam. Sebab consumer goods dibuat dari minyak bumi yang di ekstraksi.

Meskipun ada sebagian yang terbuat dari tumbuhan, tapi rata-rata di ekstraksi dari hasil energi fosil. Dengan menghasilkan sampah artinya melakukan pemborosan terhadap sumber daya alam. Belum lagi proses produksi yang meninggalkan jejak ekologis. Proses produksi yang menggunakan mesin yang harus digerakkan dengan tenaga fosil.

"Jadi semakin boros kita terhadap energi alam. Bahkan harus pikir seperti itu seharusnya, bukan hanya sampah tidak terlihat lagi. Tapi harus komprehensif dan menyeluruh terkait sampah. Apalagi ini menggunakan teknologi yang ujung-ujungnya dibakar,” ujar Meiki.

Meiki dan pihaknya juga menilai bahwa pengelolaan sampah dengan teknologi RDF bukanlah ekonomi sirkular. Sebab prosesnya yang tidak berputar dan berakhir saat sampah dibakar.

“Jadi akhirnya prinsip ekonomi sirkular tidak berlaku. Karena alurnya kita menambang minyak bumi, minyak bumi di ekstraksi menjadi plastik, plastik ini dijadikan RDF, RDFini dibakar. Kan putus di situ, tidak kembali lagi. Jadi RDF ini bukan siklus ekonomi beputar, bukan ekonomi sirkular menurut kami dan kawan-kawan pemerhati lingkungan," tutupya.

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bersama Nexus3Foundation sebelumnya telah mengkritisi penggunaan teknologi RDF untuk pengelolaan sampah. Sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebanyak 60%. Sedangkan material RDF membutuhkan sampah dengan nilai kalor yang tinggi seperti, kertas, plastik, dan kayu.

Pembakaran RDF berbahaya bagi kesehatan dan akan berdampak bagi masyarakat sekitar. Pembakaran RDF akan melepaskan senyawa kimia ke udara seperti dioksin, polutan organik persisten, logam berat, dan partikel halus. Dioksin dan furan yang dihasilkan dari pembakaran RDF akan menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, gangguan hormon, dan reproduksi.

RDF juga bukan tergolong energi terbarukan. Sebab plastik berasal dari minyak bumi. Penggunaan RDF juga mengeluarkan biaya yang tinggi dan tidak efisien. Sebab energi yang dihasilkan sedikit dengan biaya produksi yang tinggi. Penggunaan sampah tercampur sebagai bahan baku RDF dapat mengurangi inisiatif pemilahan sampah, pengurangan sampah, serta mengancam industri daur ulang serta inisiatif pengomposan.

“Lampiran III PermenLHK/10/2017 tentang baku mutu usaha dan atau industri semen hanya mewajibkan pemeriksaan dioksin dilakukan empat tahun sekali pada industri semen yang menggunakan RDF. PLTU yang ikut membakar (co-firing) RDF belum diatur baku mutu emisinya,” dikutip dari AZWI dan Nexus3Foundation.

Dimulai di TPST Cicukang Holis

Pemkot Bandung meluncurkan TPST Cicukang Holis yang menerapkan teknologi RDF pada peringatan HPSN, Selasa (21/2/2023). Alat yang digunakan pada teknologi RDF ini dinilai mampu mengolah hingga 10 ton sampah residu dan sampah kering per harinya. Wali Kota Bandung, Yana Mulyana berharap, teknologi RDF di TPST Cicukang Holis ini bisa memaksimalkan upaya penurunan jumlah sampah yang dibuang ke TPA.

Namun Yana juga mengingatkan kepada unsur kewilayahan agar membiasakan masyarakat untuk menerapkan program Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) yang telah dilakukan sejak 2018. Ia juga menyebutkan, meskipun ada teknologi RDF, upaya masyarakat dalam penanganan sampah harus dimaksimalkan.

“Alhamdulillah teknologi RDF di TPST Cicukang Holis ini hadir berkat kolaborasi dengan Kementerian PUPR. Meski begitu, saya tidak bosan mengingatkan sampah harus selesai sejak dari sumbernya. Kapasitas sebesar apapun (teknologi TPST), tetap perlu dibantu kebiasaan warga,” terangnya dikutip dari siaran pers.

Yana menyebutkan, secara teknis masyarakat bisa membiasakan memilah sampah dari rumah. Kemudian armada pengangkutan mengangkut secara tematik

“Misalnya hari Senin, Selasa, petugas sampah hanya mengangkut sampah jenis Anorganik, misalnya. Lalu hari lainnya mengangkut sampah jenis lainnya. Nanti masyarakat akan terbiasa. Sehingga kalaupun nanti bercampur lagi di TPS, setidaknya jenis sampahnya sama,” pesan Yana.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Dudi Prayudi menyebut, berbagai upaya telah dilakukan DLH Kota Bandung untuk menekan angka sampah. Ia berharap, hadirnya TPST Cicukang Holis dengan teknologi RDF dapat menghasilkan pengolahan sampah yang sejalan dengan sirkular ekonomi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Dudi juga menerangkan, Kota Bandung akan merencanakan sembilan TPST yang menerapkan teknologi RDF hasil kolaborasi berbentuk Improvement of Solid Waste Management to Support Regional Area and Metropolitan Cities (ISWMP).

“Jadi di tahun 2023 ada tiga lagi. Di Nyengseret, Cicabe, dan Tegallega,” terangnya.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//