• Berita
  • Pengelolaan Sampah Kota Bandung Membingungkan, dari Sistem Tidak Ramah Lingkungan RDF hingga Tersendatnya Kang Empos

Pengelolaan Sampah Kota Bandung Membingungkan, dari Sistem Tidak Ramah Lingkungan RDF hingga Tersendatnya Kang Empos

Berbagai konsep pengelolaan sampah ramah lingkungan di Kota Bandung sudah tersedia, alih-alih memproses sampah menjadi RDF yang menghasilkan polusi baru.

Pekerja di gunungan sampah yang sudah jadi RDF di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Prima Mulia24 Juli 2024


BandungBergerak.id - Tumpukan sampah anorganik dan dedaunan kering keluar dari dump truck Dinas Lingkungan Hidup (DLH) di area pengumpulan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Babakan Siliwangi, Kota Bandung, akhir bulan Mei 2024 lalu. TPST ini mengadopsi teknologi pengolahan sampah anorganik menjadi sumber energi yang diklaim terbarukan berupa refuse derived fuel (RDF) hasil kerja sama DLH Kota Bandung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

RDF, sejenis arang atau briket, adalah hasil pengolahan sampah plastik low value dicampur sampah daun yang dikeringkan untuk menurunkan kadar air sampai 60 persen dan menaikan nilai kalornya. Bentuknya seperti keripik tipis kecil-kecil yang dimanfaatkan sebagai bahan pengganti (co-firing) batubara. RDF sebagai pengganti batubara ini diklaim bisa menurunkan penggunaan batubara industri sampai 20 persen.

Petugas membawa ember-ember komposter untuk dibagikan ke warga di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, di Bandung, Jawa Barat, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Petugas membawa ember-ember komposter untuk dibagikan ke warga di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, di Bandung, Jawa Barat, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Alur produksinya adalah sampah daun dan plastik low value masuk TPST. Masuk ke conveyor pemilah masuk ke mesin-mesin pengering lalu masuk ke mesin pencacah. Setelah hancur jadi keripik sampah hasil akhirnya adalah RDF. RDF dikemas dalam karung-karung 25 kilogram lalu dikirim ke pabrik-pabrik pemesan.

Sampah daun adalah sampah-sampah guguran pohon peneduh di jalanan yang bisa digunakan untuk pencampur sampah plastic low value yang akan diproses, komposisi idealnya 50:50. Dalam satu jam bisa diolah sekitar 500 kilogram sampah. Mesin-mesin bisa dioperasikan maksimal sampai tujuh jam.

Warga kaum ibu mengambil jatah ember komposter usai sosialisasi Kang Empos di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Warga kaum ibu mengambil jatah ember komposter usai sosialisasi Kang Empos di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

“Ada empat TPST yang pengolahannya bagus yaitu Babakan Sari, Kobana (Tegallega), Ciwastra, dan Dago Bengkok, kami dapat pasokan sampah terpilah berupa plastik low value dari TPS Dago Bengkok, Babakan Sari, dan Tegallega," kata staf admin TPST Babakan Siliwangi Wilma Aglena (22 tahun).

Menurut Moh Daniel (29 tahun), staf pengawas TPST Babakan Siliwangi, TPST memerlukan pendampingan untuk menjaga keberlanjutannya. "TPST model seperti Babakan Siliwangi ini harus terus ada pendampingan, kebanyakan gagal setelah ditinggal, alih-alih mau mandiri malah mati," kata Moh Daniel (29 tahun) staf pengawas TPST Babakan Siliwangi.

Pekerja mengemas RDF untuk memasok pabrik sebagai bahan co-firing batubara di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja mengemas RDF untuk memasok pabrik sebagai bahan co-firing batubara di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Sampah masuk ke TPST sebanyak 10 ton sehari di setiap satu line mesin pengolahan, nantinya akan menghasilkan sekitar tiga sampai empat ton RDF. Sebuah pabrik tekstil di Cimahi telah menerima pasokan tetap RDF sebanyak 3 ton per hari dari TPST ini.

Nantinya TPST Babakan Siliwangi direncanakan akan beroperasi dengan tiga line mesin pengolah, bisa untuk memasok RDF untuk enam pabrik. Kabarnya sudah banyak pabrik-pabrik yang antre untuk mendapat pasokan RDF.

Pekerja mengawasi sampah low value kering yang masuk ke dalam mesin penghancur di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja mengawasi sampah low value kering yang masuk ke dalam mesin penghancur di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

RDF Tidak Ramah Lingkungan

Pemerintah Kota Bandung meluncurkan TPST Cicukang Holis yang menggunakan teknologi RDF. Pemerintah menganggap RDF adalah solusi penanganan sampah waste to energy dengan embel-embel energi terbarukan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat menentang keras teknologi RDF. Proses pembakaran RDF di industri akan menghasilkan fly ash bottom ash (FABA). Residu pembakaran akan menghasilkan abu yang terbang dan mengendap, mencemari udara dan tanah. Abu hasil pembakaran industri ini tergolong limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) bersama Nexus3Foundation juga mengkritik penggunaan teknologi RDF untuk pengelolaan sampah. Sampah di Indonesia didominasi oleh sampah organik sebesar 60 persen, sedangkan bahan baku RDF membutuhkan sampah dengan nilai kalor tinggi seperti kertas, plastik, dan kayu (BandungBergerak, 22 Februari 2023).

Pekerja memasukan sampah yang sudah dikeringkan ke mesin pencacah RDF di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja memasukan sampah yang sudah dikeringkan ke mesin pencacah RDF di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, Jawa Barat, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

RDF yang disebut oleh pemerintah sebagai solusi pengendalian sampah malah dikhawatirkan bisa mengurangi inisiatif pemilahan dan pengurangan sampah. Termasuk mengancam industri daur ulang serta gerakan pengomposan sampah di skala rumah tangga.

Pada akhir tahun 2023, Pemerintah Kota Bandung menginstruksikan warga masyarakat untuk merubah pola pikir dari dikumpul, diangkut, dan dibuang, menjadi dikumpul, dipilah, dan diolah, khususnya pemilahan dan pengolahan sampah organik rumah tangga.

Sistem yang mulai disosialisasikan adalah pengolahan sampah organik skala rumah tangga Kang Empos (karung, ember, kompos) sebagai upaya untuk menekan volume sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti. Kang Empos mengajak warga masyarakat untuk bertanggung jawab pada sampah organik di rumah masing-masing.

Pemerintah kota melalui anggaran di masing-masing kelurahan menyiapkan 20 persen untuk menyiapkan sarana dan prasarana program Kang Empos. Seperti saat sosialisasi Kang Empos bagi warga masyarakat di beberapa RT di lingkungan RW 04 Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, pada Sabtu 25 November lalu.

Warga membuka ember komposter program Kang Empos yang berisi sekam, tanah kompos, dan karung, di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, di Bandung, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Warga membuka ember komposter program Kang Empos yang berisi sekam, tanah kompos, dan karung, di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, di Bandung, 25 November 2023. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Pihak kelurahan bersama ibu-ibu kader PKK menjelaskan tata cara penggunaan Kang Empos bagi warga. Ada 100 ember komposter Kang Empos yang dibagikan. Lurah Merdeka Tri Priyanto Manunggal menekankan sudah saatnya warga bisa mengolah sampah organik di rumahnya masing-masing dengan metode Kang Empos.

"Sebagian besar sampah rumah tangga itu sampah organik seperti sisa makanan, harus mulai diolah sendiri dengan Kang Empos ya, Januari tahun 2024 petugas tidak akan mengangkut sampah organik rumah tangga ke TPS, yang akan diangkut petugas cuma sampah plastik dan residu (sampah tak bisa didaur ulang)," kata Tri Priyanto.

Pengolahan sampah dengan Kang Empos ini sederhana, ember diisi dulu dengan sekam atau gabah, lalu lapisi dengan tanah, buang sampah organik, lapisi lagi dengan tanah, di pres lalu tutup. Ulangi lagi prosedur ini sampai ember penuh. Sampah rumah tangga dalam ember komposter ini biasanya perlu waktu antara 3-4 minggu untuk jadi kompos. Jika tidak dipakai untuk sendiri, kompos ini bisa dikumpulkan di kantor kelurahan.

Kota Bandung sendiri menghasilkan sampah harian antara 1.500 sampai 2.000 ton per hari. Dengan tak optimalnya TPA Sarimukti, penumpukan sampah pun masih terjadi dimana-mana. Jatah Kota Bandung yang semula 250 rit pengangkutan sampah, merosot jadi 90 rit per hari.

Pekerja memasukan sampah yang sudah jadi RDF ke dalam karung di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja memasukan sampah yang sudah jadi RDF ke dalam karung di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Salah satu cara yang harus terus dipaksakan pada masyarakat adalah merubah konsep kumpul buang jadi kumpul pilah olah. Sudah hampir 1 dekade silam cara kumpul, pilah, olah ini digaungkan, namun masyarakat kadung terbiasa dengan konsep kumpul, bungkus, lalu buang. Mungkin momentum darurat sampah saat ini pas untuk memulai budaya baru dalam menangani sampah organik rumah tangga dengan Kang Empos tadi.

Sejumlah kaum ibu yang hadir di sosialisasi Kang Empos sempat ragu dengan konsep pilah olah ini terkait lahan atau kesibukan urusan rumah tangga dan pekarangan rumah yang terbatas jika harus mengolah kompos. 

"Kan kita belum tahu juga ya, di awal pasti semua agak berat, jadi nambah kerjaan baru, harus meluangkan waktu baru juga. Apalagi tahun depan kan nggak bisa lagi nerima sampah organik kita, mau nggak mau kita harus ngerjakan ini, mungkin bulan bulan pertama agak berat, tapi kalau konsisten mudah-mudahan bisa. Tapi mudah-mudahan lagi pemerintah ada metode baru yang lebih simple lagi, jadi kita para ibu-ibu ini nggak terlalu repot," kata Komariah, warga RT 07 RW 04 Kelurahan Merdeka.

Pekerja menunjukan sampah low value yang sudah jadi RDF di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja menunjukan sampah low value yang sudah jadi RDF di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Baca Juga:

Pemkot Bandung masih Mencari Solusi Penanganan Sampah, Apa Kabar dengan Kang Pisman?
Program Kang Pisman Dirasakan Mengendur selama Pagebluk
Darurat Sampah, Sekolah, dan Kampanye Pengelolaan Sampah

Beberapa warga juga mempertanyakan sampah residu seperti sampah elektronik harus dibuang ke mana. Pihak kelurahan memastikan akan segera menyediakan fasilitas pembuangan sampah limbah B3 seperti baterai, layar LCD, komputer, dan barang elektronik lainnya. Namun entah kapan. Sementara urusan pengolahan sampah organik skala rumah tangga saja (Kang Empos) akhirnya mangkrak, mati sebelum berkembang.

Sebelum muncul program Kang Empos, Pemkot Bandung punya program kurangi pisahkan manfaatkan (Kang Pisman) yang gencar disosialisasikan di zaman Wali Kota Bandung Oded M Danial (almarhum). Seiring pergantian wali kota, program Kang Pisman redup dan tak terdengar lagi.

“Program Kurangi, Pisahkan, dan Manfaatkan (Kang Pisman) yang dicanangkan sejak Desember 2018 oleh pemerintah Kota Bandung tidak menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap volume produksi sampah,” tulis Muhammad Riyo Setyo Alamin, mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung, dalam esai di BandungBergerak.

Pekerja menarik sampah daun untuk campuran sampah low value kering ke konveyor mesin penghancur di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Pekerja menarik sampah daun untuk campuran sampah low value kering ke konveyor mesin penghancur di TPST Babakan Siliwangi, Bandung, 30 Mei 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Riyo membeberkan, hingga saat ini kemampuan pengurangan sampah hanya berkisar di 8-9 persen saja dari total 614.363 tonase sampah per tahun (Soraya, 2022). Padahal program tersebut dibuat sebagai respons terhadap masalah sampah dan harapannya dapat mengurangi penumpukan sampah di Kota Bandung.

Anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk program tersebut juga terbilang cukup besar dan masuk dalam belanja prioritas sosialisasi edukasi pengurangan sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung pada perubahan anggaran tahun 2021 semula 16.121.247.419 rupiah menjadi 7.101.120.309 rupiah (Putra, 2021). Hal tersebut tentunya menimbulkan pertanyaan atas efisiensi program tersebut karena biaya yang dikeluarkan dengan dampak yang diterima tidak sebanding.

Ryo menilai, program Kang Pisman belum mencapai potret keberhasilan secara umum karena belum mampu mengatasi dan menjawab persoalan sampah di Kota Bandung. Implementasi program Kang Pisman terkendala pada sosialisasi program Kang Pisman di Kota Bandung yang belum dilaksanakan dengan baik.

Masalah sosialisasi inilah yang terjadi pada program Kang Empos. Di saat yang sama, darurat sampah Bandung Raya ada di depan mata.

*Kawan-kawan yang baik bisa mengunjungi karya-karya lain dari Prima Mulia atau artikel-artikel lain tentang Sampah Kota Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//