• Berita
  • Program Kang Pisman Dirasakan Mengendur selama Pagebluk 

Program Kang Pisman Dirasakan Mengendur selama Pagebluk 

Penerapan konsep zero waste ataupun Kang Pisman tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran individu. Perlu gerakan massif dari Pemkot Bandung.

Petugas di atas gerobak sampah Pasar Gedebage Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/11/2021). (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Bani Hakiki29 November 2021


BandungBergerak.idDi saat Bandung dibayang-bayangi darurat sampah, sejumlah warga sudah berinisiatif menerapkan pengelolaan sampah zero waste di lingkungan rumahnya. Sama seperti program Kang Pisman yang digulirkan Pemkot Bandung, konsep zero waste berusaha mengurangi jumlah sampah dengan cara pemilahan.

Hanya saja, upaya sejumlah warga yang telah sadar memilah sampah membutuhkan dukungan dari Pemkot Bandung. Sehingga gerakan mereka semakin menular kepada warga lain yang belum memilah sampah. Sementara sosialisasi dan edukasi program kurangi pisahkan manfaatkan alias Kang Pisman akhir-akhir ini justru kurang terdengar.  

Untuk menerapkan konsep zero waste atau Kang Pisman, warga hanya membutuhkan tempat terpisah yang berfungsi untuk memilah setiap jenis dan bahan sampah rumah tangga. Masing-masing sampah nantinya akan didaur ulang menjadi bahan bernilai ekonomis dan bermanfaat untuk lingkungan.

Anisa Suci (27), seorang warga Kelurahan Sukamiskin menuturkan telah menjalankan zero waste sejak tahun 2017 lalu. Meskipun konsep ini belum bisa menenkan volume sampah dalam jumlah besar, setidaknya cukup menekan pencegahan di setiap rumah.

“Intinya, (zero waste) membuat pengelolaan sampah terdesentralisasi, jadi menyebar di tiap-tiap rumah. Jadi, butuh tanggung jawab warga dan kesadaran sejak awal. Soalnya kalau sudah numpuk terlalu banyak mah susah,” tuturnya saat dijumpai di Arcamanik, Jumat (26/11/2021).

Kebanyakan sampah rumah tangga yang dikumpulkan di wilayah tersebut biasanya diolah menjadi kompos untuk kebutuhan kebun rumah warga. Ada pula sebagian yang digunakan kembali menjadi pernak-pernik, dijual secara terpisah, dan sebagian lagi dialihkan ke TPS terdekat.

Kegiatan rutin ini pun telah mendorong insiatif lain, berupa pemanfaatan lahan kosong menjadi kebun sederhana yang dikelola mandiri oleh warga. Di RW 14 Sukamiskin, Anisa beserta warga lainnya mendirikan Seni Tani, sebuah kebun yang juga mengakomodasi kegiatan jual-beli sayuran dan kebutuhan berkebun di tengah pagebluk Covid-19 sejak 2020 lalu. Diketahui, program ini berawal dari kerjasama antarwarga dengan DLHK Kota Bandung sebagai penyedia lahan tapi dikelola kemudian dikelola secara mandiri.

Beralih ke wilayah lain, konsep Kang Pisman juga telah diterapkan oleh warga Kelurahan Sukaluyu hampir di seluruh RT dan RW sejak tahun yang sama tapi berbeda kondisinya. Seorang warga, Andian (32) mengatakan, masih banyak warga sekitar yang masih abai dengan pola pemilahan.

“Kita bisa lihat hampir di setiap sudut RT, tersedia tempat sampah khusus organik, anorganik, dan sampah B3. Tapi, masih banyak yang asal buang karena mungkin belum diaping penanganan terpadu atau edukasinya belum merata,” ungkapnya ketika dijumpai di Jalaprang.

Namun Andian mengakui bahwa kontrol terhadap penerapan Kang Pisman yang ditawarkan Pemkot Bandung semakin menurun sejak pagebluk berlangsung. Saat ini, sebagian besar warga masih mengandalkan pembuangan sampah menuju TPS-TPS terdekat.

Baca Juga: Data 5 Jenis Sampah Harian Terbanyak di Kota Bandung 2020, Sisa Makanan dan Plastik di Urutan Teratas
Solusi Krisis Sampah Kota Bandung bukan Arang RDF, tapi Revitalisasi TPS
Data Produksi Sampah Harian Kota Bandung 2009-2020, Total 22 Juta Meter Kubik

TPPAS Legok Nangka Belum Siap

Kota Bandung dan beberapa daerah di Bandung Raya selama ini membuang sampahnya ke TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat. TPA ini hanya mampu mampu menerima 1.200 ton sampah per hari. Sementara sampah dari Bandung Raya mencapai 2.000 ton per hari.

Kabar buruknya, TPA Sarimukti akan ditutup pada 2023. Di sisi lain, Kota Bandung ditargetkan bisa mewujudkan kota bersih pada 2022 mendatang. Alih-alih menjadi kota bersih, Bandung justru terancam lautan sampah jika tidak ada upaya agresif mengurangi produksi sampahnya.

Kepala Seksi Kerja Sama Teknis Operasional DLHK Kota Bandung, Deti Yulianti mengatakan, tumpukan sampah di Kota Bandung mencapai 1.600 ton setiap harinya dengan rata-rata sekitar 82 persen diangkut ke TPA. Ia menargetkan tahun depan jumlahnya bisa ditekan hingga 70 persen.

"Kalau Kota Bandung tidak bisa mengurangi sampah maka potensi kota lautan sampah bisa saja terjadi," katanya dalam siaran pers, Kamis (25/11/21).

Rencananya sampah di Kota Bandung bakal segera dibuang ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka yang berlokasi di Jalan Raya Nagreg, Citaman. Kota Bandung dituntut untuk menekan jumlah volume pengangkutan sampah menuju lokasi tersebut hingga 24 persen.

Sementara itu, kondisi TPPAS Legok Nangka terpantau sepi tanpa kegiatan. Menurut Kepala Desa Citaman, Yayan Heryana, lokasi tersebut diproyeksikan baru bakal bakal beroperasi pada tahun 2023 seuai arahan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

“Belum (beroperasi), mungkin paling cepat baru bisa tahun depan. Tapi, patokan kita menunggu arahan Pak Gubernur,” jelasnya kepada Bandungbergerak.id, Jumat (26/11/2021).

Diketahui, TPPAS Legok Nangka memiliki luas lahan mencapai 82,5 hektar dan diperkirakan memiliki daya tampung hingga lebih dari 2.000 ton. Ada 6 wilayah yang akan mengangkut sampahnya menuju lokasi tersebut, antara lain Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Sumedang, dan Kabupaten Garut.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//