Solusi Krisis Sampah Kota Bandung bukan Arang RDF, tapi Revitalisasi TPS
Sejak dulu TPS di Kota Bandung tak banyak berubah. Mestinya TPS bisa sejalan dengan program Kang Pisman, sebagai pusat pemilahan sampah 3R.
Penulis Bani Hakiki25 November 2021
BandungBergerak.id - Arang RDF yang digadang-gadang bakal mengatasi sampah Kota Bandung bukanlah solusi ideal. Pilihan terbaik justru melakukan revitalisasi TPS-TPS yang tersebar di Kota Bandung menjadi pusat-pusat 3R atau pemilahan sampah.
Tetapi pembangunan TPS3R tampaknya tidak agresif. Sejak zaman dahulu hingga kini, tempat pembuangan sampah (TPS) sementara di Bandung tidak banyak berubah: kumuh dan bau. TPS pun hanya menjadi tempat transit sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Padahal Kota Bandung memiliki program Kang Pisman (kurangi, pisahkan, manfaatkan) yang mestinya terkoneksi dengan TPS-TPS. Kalaupun belum terkoneksi, Pemkot Bandung tinggal mengerahkan sumber dayanya untuk mengubah TPS-TPS-nya menjadi TPS Reduce, Reuse, Recycle atau TPS3R.
Strategi tersebut pernah diusung oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Program Padat Karya Tunai pada tahun 2019 lalu. Keberadaan TPS3R sempat menjamur di Bandung Raya, khususnya di wilayah kabupaten.
Merujuk situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik Pekerjaan Umum, tercatat anggaran pembangunan TPS3R mencapai lebih dari Rp 63 miliar. Program tersebut rencananya diterapkan di 106 lokasi di 24 provinsi. Sifatnya penyediaan, pengelolaannya dikembali kepada masing-masing warga di setiap wilayah.
Namun, dari sekitar 50 TPS yang ada di Kota Bandung hanya tersedia satu TPS3R saja. Diperlukan keseriusan pemerintah untuk mengoptimalkan TPS3R.
“Harapannya pemerintah mau revitalisasi TPS di Kota Bandung. Kalau sekarang ini, TPS Kota Bandung tidak jelas, banyak yang tidak terurus. Ya, aku ini blak-blakan aja,” ungkap Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Dwi-Retnastuti, kepada BandungBergerak.id, Rabu (24/11/2021).
Rena yang kini bergabung dengan Yayasan Salam Institute ini sempat mengunjungi sejumlah TPS yang tersebar di sekitar Kota Bandung dan Jawa Barat bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung selama beberapa pekan terakhir. Umumnya, setiap TPS mengalami masalah serupa: tumpukan sampah yang mengenaskan.
Untuk pengadaan TPS baru, Kota Bandung menghadapi masalah tata letak dan ketersediaan ruang. Maka dari itu, revitalisasi TPS menjadi TPS3R dinilai sebagai langkah paling realistis yang bisa diterapkan oleh Pemkot Bandung.
Bandungbergerak.id mengunjungi TPS3R Saling Asih II yang berlokasi di Kelurahan Maleer, pada Rabu (24/11/2021) sore. Kondisinya jauh lebih baik ketimbang TPS-TPS biasa. Menurut penuturan warga sekitar, Adi Setia (31), TPS3R satu-satunya di Kota Bandung itu memudahkan warga untuk mengatasi sampah rumah tangga secara kolektif.
“Setiap beberapa hari, hampir setiap hari kita kolektifin sampah dari rumah ke rumah dibawa ke sini. Ada iuran dari warga, tapi gak besar, sekitar lima, sepuluh ribu (rupiah). Kita kelola sendiri, inisatif siapa yang mau,” tuturnya saat dijumpai di sekitar lokasi.
TPS3R tersebut diresmikan dan mulai beroperasi sejak 2019 sebagai bagian program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang diusung Pemkot Bandung. Sampai saat ini, Adi mengaku belum merasakan kendala tumpukan sampah berlebih di sekitar lingkungan rumahnya.
Baca Juga: Pemkot Bandung Jangan Kelola Sampah jadi Batubara RDF
Pemkot Bandung akan Mengubah Sampah Menjadi Arang RDF, Mau Disalurkan ke Mana?
Mengubah Gaya Hidup Masyarakat Menjadi Kunci dalam Menangani Darurat Sampah Kota Bandung
Produksi Arang RDF tidak Bisa Diserahkan kepada Masyarakat
Alih-alih merevitalisasi TPS menjadi TPS3R, Pemkot Bandung justru menggulirkan rencana pengelolaan sampah menjadi arang RDF (Refuse-Derived Fuel). RDF merupakan bahan bakar berupa arang atau briket terbuat dari sampah yang fungsinya sebagai bahan bakar seperti batu bara.
Rencana itu disampaikan Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana dalam pertemuan yang khusus membahas program peningkatan pengelolaan sampah terpadu di Hotel Holiday, Selasa (23/11/2021) lalu. Teknologi RDF diharapkan bisa mengatasi permasalahan sampah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, termasuk Kota Bandung.
Dwi Retnastuti menilai pengolahan sampah menjadi RDF membutuhkan pembakaran dan menghasilkan emisi yang membahayakan. Selain itu, praktik pembuatan RDF harus didukung mesin canggih dan sulit dikelola secara mandiri oleh masyarakat.
Rena tidak sepakat jika pengelolaan sampah Kota Bandung mengandalkan teknologi RDF. “Aku gak bisa ngomong ini solusi karena tetap tidak baik selama masih menggunakan thermal. Aku masih belum sepakat karena belum ada pengujiannya, tapi temen-temen ITB bilang ini aman,” ungkap Rena.
Ia mengaku telah melihat rancangan mesin RDF yang dimaksud Pemkot Bandung. Menurutnya, alat tersebut belum sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Rancangannya justru lebih dekat dengan sistem tungku dengan permukaan mesin yang terbuka seperti yang biasa diterapkan pada alat pembakar sampah pada umumnya. Padahal pengelolaan RDF tidak boleh dilakukan dengan sistem pembakaran terbuka.
Dengan kata lain, produksi sampah menjadi RDF memerlukan dana besar untuk membuat mesin cangih yang dilengkapi dengan teknologi pengendali pencemaran udara. Jika hal ini bisa dilakukan, maka bisa jadi RDF menjadi solusi untuk mengatasi sampah Kota Bandung.
“Kita bisa mengecek dulu seberapa besar dana buat persampahan yang bisa disediakan Pemkot. Sebenarnya bisa-bisa saja walaupun biayanya cukup gede kalau mau serius,” ujarnya.
Enri Damanhuri, pakar dari Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB menjelaskan, RDF sebenarnya bisa menjadi salah satu solusi mengatasi sampah Kota Bandung jika Pemkot telah menyiapkan konsep dan skenario yang matang.
Misalnya, kata Enri, Pemkot telah menyiapkan perusahaan penadah RDF yang memiliki teknologi pengendalian pencemaran udara lengkap. Sebab RDF tidak bisa dimanfaatkan oleh pabrik konvensional, misalnya pabrik tekstil, pabrik tahu, industri rumahan, apalagi rumah tangga.
Enri menjelaskan, setiap teknologi pasti memiliki dampak. Begitu juga dengan teknologi RDF. Namun dampak tersebut bisa diminimalisir dengan teknologi juga. Ia menjelaskan bahwa RDF berpotensi menggantikan batu bara yang sekarang banyak dipakai industri, termasuk PLTU milik PLN. Sedangkan batu bara merupakan energi paling kotor yang menjadi sorotan konferensi iklim COP 26 beberapa waktu lalu.
“Energi paling kotor saat ini adalah batu bara, di dunia. Makanya kalau bicara gas rumah kaca di dunia itu sasaran tembak pertama batu bara dihilangkan. Indonesia bagaimana menghilangkan batu bara, berarti kan semua PLTU dihapus toh. Oleh kerena itu kemarin di Glasgow (COP 26) Indonesia janji kurangi sedikit demi sedikit penguranga batu bara. Itu janjinya toh, supaya keadaan iklim, paling tidak berpartisipasi,” papar Enri Damanhuri.
Banyak energi terbarukan yang bisa dipakai untuk menggantikan batu bara. Salah satunya sampah yang diolah menjadi arang RDF. Tetapi sekali lagi, RDF tak bisa dipakai sembarangan karena memiliki potensi emisi berbahaya. Hanya perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi saja yang bisa memanfaatkan RDF. Apakah Bandung siap dengan teknologi tersebut?