• Kampus
  • Selain Program, Masyarakat Butuh Edukasi Pengelolaan Sampah

Selain Program, Masyarakat Butuh Edukasi Pengelolaan Sampah

Apa pun programnya, pengelolaan sampah tak semudah membalikkan telapak tangan atau berharap selesai dengan satu aplikasi.

Sungai Cikapundung, salah satu sungai yang melintasi Kota Bandung. Bandung memiliki sekitar 16 sungai yang beberapa di antaranya kerap meluap dan menimbulkan banjir. Keberadan sungai di Bandung kurang ditopang sistem drainase. (Foto: Iqbal Kusumadirezza)

Penulis Iman Herdiana11 Mei 2021


BandungBergerak.idSampah tak henti-hentinya menarik perhatian, mulai kalangan akademi sampai pemerintah dan swasta. Institut Teknologi Bandung (ITB), misalnya, baru-baru ini mengenalkan konsep pengelolaan sampah teknologi Masaro (Manajemen Sampah zero). Sementara di lingkup pemerintah, Provinsi Jawa Barat menggulirkan program Nyetor Sampah (Nyepah) yang bekerja sama dengan swasta.

Menurut riset ITB, sampah organik merupakan penyumbang komponen sampah terbesar sekitar 50-70 persen dari total sampah. Pola hidup masyarakat yang belum menerapkan pemilahan sampah berdasarkan jenis, membuat sampah organik bercampur dengan jenis sampah lain sehingga mengeluarkan bau busuk dan masalah kesehatan.

Hal itu melatarbelakangi Akhmad Zainal Abidin, dosen dari Kelompok Keahlian (KK) Perancangan Produk Teknik Kimia ITB dan tim membuat teknologi Masaro. Teknologi Masaro merupakan pelatihan pengelolaan sampah menghasilkan zero waste, dengan mengubah paradigma mengenai sampah yang awalnya hanya sebatas cost center (kumpul-angkut-buang) menjadi profit center (pilah-angkut-proses- jual).

“Sampah dapat dimanfaatkan dan menjadi barang yang bernilai ekonomi tinggi. Sampah yang tercampur aduk itu beban, tetapi sampah yang terpilah adalah aset,” ujar Akhmad Zainal Abidin, dikutip dari laman resmi ITB, Selasa (11/5/2021).

Terdapat lima prinsip penerapan Teknologi Masaro. Diawali pemilahan sampah dari sumber, pengolahan sampah di dekat sumber, melibatkan partisipasi masyarakat, pemerintah, dan industri, penerapan teknologi ramah lingkungan, dan pembuatan manajemen untuk program berkelanjutan (sustainability).

Teknologi Masaro membagi sampah dari masyarakat menjadi lima kategori, yaitu sampah membusuk, sampah plastik film, sampah waste to energy (WTE), sampah daur ulang, dan sampah B2 (bahan berbahaya). Masing-masing jenis sampah diolah sesuai dengan prosesnya masing-masing untuk menghasilkan produk yang memiliki value added.

Sampah organik menjadi fokus utama pada teknologi Masaro ini. Akhmad Zainal dan tim membentuk program Lingkungan Bersih Hijau dan Produktif (LBHP) untuk melibatkan partisipasi masyarakat, pemerintah, dan industri, untuk melakukan pengelolaan dan pengolahan sampah organik di rumah.

LBHP Masaro merupakan program pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi media tanam dengan formulasi 4:3:2:1. Media tanam yang digunakan tidak hanya menggunakan sampah organik tetapi juga melibatkan komponen lain diantaranya tanah, sampah organik, kotoran hewan, dan arang sekam padi, dengan formulasi yang disebutkan.

Aplikasi program LBHP diawali dengan memasukkan sampah organik di bagian bawah polybag diikuti dengan campuran 3 media tanam lain diatasnya dan disiram dengan POCI (Pupuk Organik Cair Istimewa) Masaro yang juga merupakan salah satu hasil produk dari Teknologi Masaro.

Pengolahan sampah organik dengan LBHP Masaro diklaim mampu menghabiskan sampah organik di desa dan kelurahan. “Meskipun demikian, pelaksanaan program LBHP harus diawali dengan sosialisasi dan diberikan edukasi yang baik, temasuk bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi agar membangun kesadaran di masyarakat,” katanya.

Menurut tim Masaro ITB, Teknologi Masaro menghadirkan solusi terbaik dalam pengelolaan dan pengolahan sampah organik dengan metoda yang jauh lebih bersih, mudah, dan murah untuk dipraktekkan oleh setiap orang serta memiliki nilai manfaat yang besar.

Baca Juga: Sungai Cikapayang: Dari Bau tak Sedap, Temuan Bakteri E. Coli, hingga Lelang Rp 8 Miliar
Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Jabar Hadapi Krisis Petani Muda dan Tantangan Teknologi

Program Sampah versi Pemprov Jabar

Upaya mengurangi sampah dari sumbernya digulirkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) lewat program Nyetor Sampah atau Nyepah yang tengah diuji coba Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) Jabar.

Kepala Diskimrum Provinsi Jabar Boy Iman menyebutkan, program Nyepah baru dimulai di kawasan perkantoran Kawaluyaan, Kota Bandung. Jika program ini berhasil, program ini akan diterpakan di skala rumah tangga.

Menurut Boy, Diskimrum mencoba mengubah paradigma masyarakat dari sampah adalah masalah menjadi sampah adalah berkah. "Nyepah itu sampah nonorganik dikumpulkan lalu disetorkan ke bank sampah sebagai imbalannyanya mendapat kupon yang dapat ditukarkan dengan sembako" jelas Boy, dalam acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Gedung Sate, Bandung, pekan lalu.

Selain menggulirkan program Nyepah, Pemprov Jabar juga berkolaborasi dengan Octopus sebagai mitra pengelolaan sampah botol plastik. Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, kolaborasi dengan Octopus akan menjadi langkah awal untuk menyempurnakan pengelolaan sampah berbasis digital di Jabar.

Menurutnya, Octopus memiliki teknologi canggih berupa aplikasi yang bisa didowload. Nanti, masyarakat dapat menyetor sampah ke pelestari lingkungan untuk didaur ulang oleh PT Namasindo Plas.

Salah satu kelebihan aplikasi dari perusahaan yang dipimpin Hamish Daud itu, kata Ridwan Kamil, adalah user friendly atau ramah pengguna. Diharapkan semua lapisan masyarakat dapat mengoperasikan Octopus dan berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan.

“Kelebihan Octopus ini menyederhanakan proses. Jadi tinggal download aplikasinya terus nanti seperti order online, pelestari atau pemulungnya ini yang akan datang ke rumah untuk mengambil sampahnya dan melakukan bid,” imbuhnya, seraya berharap, pengelolaan sampah berbasis aplikasi digital bisa diterapkan di 27 Kabupaten/Kota se-Jabar.

Namun apa pun programnya, pengelolaan sampah tak semudah membalikkan telapak tangan atau berharap selesai dengan satu aplikasi. Seperti yang sudah disampaikan tim Masaro ITB, pengelolaan sampah memerlukan sosialisasi panjang untuk menghasilkan kesadaran masyarakat.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//