Jurnalis di Banten dan Jakarta Menjadi Korban Kekerasan oleh Personel Polisi, Kebebasan Pers semakin Rapuh
Kekerasan terhadap jurnalis oleh polisi terjadi saat sidak pelanggaran lingkungan di Banten dan ketika meliput demonstrasi menolak kenaikan tunjangan anggota DPR.
Penulis Rita Lestari28 Agustus 2025
BandungBergerak - Sejumlah jurnalis menjadi bulan-bulanan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam rangkaian peristiwa pekan terakhir Agustus 2025. Kekerasan pertama dialami para jurnalis yang meliput sidak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di PT Genesis Regeneration Smelting (GRS), Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, 21 Agustus 2025. Peristiwa kedua terjadi pada jurnalis yang meliput demonstrasi penolakan kenaikan pendapatan DPR di Jakarta, 25 Agustus 2025.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis, dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) memperingatkan aparat kepolisian bahwa kerja-kerja jurnalis dilindungi Undang Undang Pers.
Diketahui, kantor DPR RI di Senayan, Jakarta menjadi sasaran protes massa dari berbagai elemen masyarakat, Senin, 25 Agustus 2025. Aksi demonstrasi besar-besaran dipicu kenaikan fantastis tunjangan anggota DPR RI. Wakil rakyat menerima tunjangan rumah 50 juta rupiah. Total pendapatan anggota dewan bisa mencapai lebih dari 100 juta per bulan.
Demonstran marah karena kenaikan tunjangan terjadi di saat masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi. Aksi ini mengusung tema "bubarkan saja DPR".
Aksi para demonstrans direspons represif oleh aparat kepolisian. Tidak hanya memukul mundur pendemo, sejumlah polisi yang bertugas juga memukuli seorang jurnalis foto Antara Bayu Pratama S yang meliput demonstrasi di kawasan Gedung Parlemen.
Menurut siaran pers Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan LBH Pers, saat liputan itu Bayu sebenarnya sudah beratribut lengkap: helm dan kartu pers Antara. Atribut ini untuk membedakan kerja jurnalis dan massa aksi. Namun Bayu masih mendapat pukulan dengan pentungan. Akibat kekerasan ini alat kerja berupa kamera rusak, lengan dan tangan Bayu juga terluka.
AJI dan LBH Pers mengecam keras tindakan represif polisi terhadap jurnalis. AJI menyebut kejadian ini menambah daftar panjang praktik impunitas aparat, sekaligus menunjukkan buruknya tata kelola penanganan demonstrasi di Indonesia.
“Mendesak Kapolri dan Polda Metro Jaya mengusut kasus secara transparan dan menghentikan normalisasi kekerasan atas nama penertiban,” demikian pernyataan sikap AJI dan LBH Pers, diakses Kamis, 28 Agustus 2025.
AJI dan LBH Pers mengingatkan aparat bahwa kerja-kerja jurnalis dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran hukum sekaligus demokrasi.
“Mengajak solidaritas publik dan organisasi masyarakat sipil untuk ikut mengawal kasus ini agar tidak berhenti di tengah jalan,” demikian seruan AJI dan LBH Pers.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Serang
Selain kekerasan terhadap jurnalis yang meliput demonstrasi “bubarkan DPR” di Jakarta, kasus serupa juga terjadi pada jurnalis di Serang, Banten. Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) merilis kasus kekerasan ini menimpa delapan jurnalis yang meliput sidak Kementerian Lingkungan Hidup di salah satu perusahaan yang diduga kuat melanggar peraturan lingkungan.
Menurut KKJ, pada 21 Agustus 2025 belasan jurnalis memenuhi undangan resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di PT Genesis Regeneration Smelting (GRS), Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, untuk meliput penyegelan fasilitas pengolahan limbah yang diduga kuat melanggar peraturan lingkungan.
Para jurnalis tiba di lokasi sekitar pukul 11.00 WIB. Namun, niat mereka untuk menjalankan fungsi kontrol sosial langsung dihadang oleh dua petugas keamanan berseragam hitam dengan tulisan "Brimob" di punggung. Mereka melarang jurnalis masuk. Intervensi dari petugas KLH sempat membuat para jurnalis diizinkan masuk, meski dengan pengawalan ketat yang membatasi ruang gerak mereka untuk mengambil gambar dan mewawancarai narasumber.
Kekerasan terjadi saat para jurnalis hendak meninggalkan lokasi. Mereka secara tiba-tiba dikepung, diintimidasi, dan dikeroyok oleh sekelompok orang yang diduga aparat keamanan yang sama. Serangan fisik yang membabi buta ini menyebabkan seorang jurnalis dari TribunBanten dan dua orang staf Humas KLH mengalami luka berat. Menurut KKJ, kekerasan ini bukan tindakan spontan melainkan aksi terkoordinasi untuk membungkam pers.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menegaskan akan mengawal proses hukum hingga tuntas dan memberikan pendampingan bagi para korban. KKJ menyatakan sikap:
- Mendesak Kapolri dan Kapolda Banten mengusut kasus ini secara transparan dan tanpa kompromi. Seluruh pelaku, terutama oknum aparat yang terlibat, harus ditangkap dan diadili melalui proses pidana maupun sidang kode etik. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme, apalagi jika dilakukan aparatnya sendiri.
- Menuntut manajemen PT Genesis Regeneration Smelting bertanggung jawab penuh atas insiden di wilayah operasional mereka. Perusahaan harus dimintai pertanggungjawaban karena membiarkan atau bahkan melibatkan aparat keamanan untuk menutupi dugaan pelanggaran lingkungan.
- Meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera memberikan perlindungan fisik dan psikologis bagi para jurnalis dan staf KLH yang menjadi korban.
Baca Juga: Teror Kepala Babi dan Bangkai Tikus Menyerang Jurnalis Tempo, Peringatan Keras Bahwa Kebebasan Pers di Indonesia Berada di Tepi Jurang
Kekerasan terhadap Jurnalis Tumbuh Subur Akibat Rendahnya Dukungan Keselamatan oleh Perusahaan Media
Tuntutan Pewarta Foto Indonesia (PFI)
Pernyataan sikap juga dilayangkan Pewarta Foto Indonesia (PFI) terkait kasus kekerasan terhadap pewarta foto Antara Bayu Pratama dan jurnalis di Serang. Ketua Umum PFI Nasional Reno Esnir mengecam keras dan mengutuk peristiwa memilukan ini.
"Kebebasan pers kembali ternoda. PFI berharap oknum pelaku dari kepolisian ditangkap dan diberikan hukuman berat," ungkap Reni, dalam keterangan resmi di Instagram PFI Bandung.
Ditemui saat proses advokasi oleh PFI Nasional, Bayu berharap aparat benar-benar bersikap melindungi kerja pewarta foto di lapangan. la menanti bukti dan itikad baik pihak kepolisian, khususnya Polda Metro Jaya untuk mengusut tuntas pelaku.
"Saya harap pelaku dapat hukuman sesuai hukum yang berlaku, serta bisa diberikan edukasi bagi aparat yang bertugas di lapangan agar insiden tidak terulang di masa depan," ucap Bayu.
Anggota Divisi Hukum dan Advokasi PFI Nasional Helmi Fitriansyah menegaskan, kerja wartawan dilindungi Undang-Undang 40 tahun 1999.
"Pewarta foto bekerja sesuai aturan dan kode etik. Tidak semestinya mendapatkan aksi represif dari aparat. Ini jadi sejarah kelam kebebasan pers dan demokrasi di Indonesia," ujar Helmi.
Mengancam Kebebasan Pers
Kasus kekerasan terhadap jurnalis di Banten dan Jakarta menambah catatan panjang pelanggaran terhadap kebebasan pers di Indonesia. Pers berfungsi sebagai pilar demokrasi yang memastikan masyarakat mendapat informasi akurat, mengawasi kekuasaan, dan membuka ruang kritik. Tanpa pers yang bebas, masyarakat kehilangan kontrol terhadap kebijakan dan rentan pada manipulasi informasi. Oleh karena itu ancaman terhadap jurnalis sejatinya juga ancaman terhadap hak masyarakat.
Menurut data AJI, kekerasan terhadap jurnalis oleh aparat maupun pihak lain bukanlah insiden tunggal. Hingga Juni 2025, sedikitnya terjadi 52 kasus secara nasional. Angka ini menunjukkan pola yang mengkhawatirkan dan menegaskan bahwa jurnalis masih menjadi kelompok rentan ketika menjalankan tugasnya.
Reporters Without Borders (RSF) menempatkan Indonesia pada peringkat 127 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers 2025. Situasi ini menunjukkan bahwa praktik jurnalisme di tanah air masih rentan terhadap represi, baik dalam bentuk kekerasan fisik, digital, maupun jeratan hukum.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB