Mahasiswa ITB Gelar Aksi Damai di Kolam Indonesia Tenggelam di Kampus Ganesha, Desak Usut Tuntas Tindak Represif Aparat
Aksi damai mahasiswa ITB sebagai aksi solidaritas menyikapi kondisi dan situasi negara yang sedang dilanda krisis politik, ekonomi, dan sosial. Dosen ikut serta.
Penulis Yopi Muharam3 September 2025
BandungBergerak.id – Ratusan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar aksi simbolik dengan tajuk Tuntaskan Kejahatan Tindak Represif Aparat dan Kebobrokan Negara, di Kolam Indonesia Tenggelam, kampus Ganesha, Selasa, 2 September 2025. Aksi damai tersebut dihadiri staf kampus, dosen, hingga guru besar ITB.
Aksi damai dimulai pukul 4 sore dengan sejumlah agenda. Mulai dari aksi simbolik menyalakan lilin, orasi dan mimbar bebas, performance simbolik, serta pembacaan pernyataan sikap. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas bagi massa aksi yang mendapat tindak represif dan penahanan oleh aparat selama gelombang demonstrasi yang berlangsung sejak 25 Agustus 2025.
Salah satu orator aksi mengatakan situasi negara Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Terlebih, kata dia, banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan aparat terhadap massa aksi. Ia menyitir isi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengatur peran, fungsi, susunan organisasi, dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai alat negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
Dia mengatakan, dalam penegakan hukum dan menjalankan fungsinya saat mengawal unjuk rasa, polisi harus menjaga keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, hingga menjadi pengayom masyarakat serta memberikan rasa aman sesuai dengan isi undang-undang tersebut. Namun di lapangan polisi malah bertindak sebaliknya dan mengabaikan undang-undang tersebut.
“Ketika teman-teman kita yang terlalu berisik ditangkap dan disekap. Ketika warga sipil mulai di jalan, mulai diperlakukan sewenang-wenangnya,” ujarnya dengan lantang melalui pengeras suara.
Dia juga mengingatkan kepada peserta aksi untuk tidak ikut terprovokasi dengan melakukan penjarahan dan perusakan yang ingin memanfaatkan demonstrasi masyarakat. “Kita harus fokus kepada tuntutan kita,” jelasnya.
Sementara itu, Farell Faiz Firmansyah, Presiden Keluarga Mahasiswa (KM) ITB, mengatakan bahwa aksi tersebut sebagai bentuk simbolik dan solidaritas untuk menyikapi kondisi dan situasi negara Indonesia yang sedang dilanda krisis politik, ekonomi, dan sosial.
“Kami mahasiswa ITB turut untuk bersolidaritas bersama masyarakat untuk bisa menyampaikan stance-nya sebagai mahasiswa di ITB,” jelasnya kepada BandungBergerak di sela-sela aksi. Farell menegaskan aksi ini juga sebagai bentuk bahwa civitas ITB selalu berdiri bersama rakyat.
Dia menilai situasi Indonesia sangat kompleks. Mengingat banyak daerah di Indonesia yang sedang mengalami keterpurukan sebagai imbas kebijakan pemerintah. Gelombang unjuk rasa yang sudah berlangsung lebih dari satu minggu terakhir ini, kata dia, adalah bentuk akumulasi kemarahan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia.
Farell mengaku dirinya juga kecewa dengan tindakan perusuh di setiap aksi sehingga banyak massa aksi yang disudutkan karena tindakan kerusuhan yang terjadi. “Perusuh-perusuh itu berusaha untuk melemahkan gerakan dan pada akhirnya gerakan ini menjadi sesuatu yang ditakutkan,” jelasnya.
Terkait peristiwa kekerasan aparat yang terjadi selama unjuk rasa, terutama penembakan gas air mata ke area sekitar kampus Unisba dan Unpas dirinya mengutuk tindakan tersebut. Sebab, kata dia, aparat tidak seharusnya bertindak berlebihan terhadap massa aksi.
“Kampus itu harus dijaga oleh aparat negara karena kampus dengan kebebasan akademiknya seharusnya punya otonomi tersendiri dalam menyuarakan pendapat dalam menyalurkan aspirasinya,” ungkap Farell.
Baca Juga: Peserta Aksi yang Ditangkap Polisi di Bandung Berhak Mendapatkan Pendampingan Hukum
Mahasiswa Bandung dan Massa Ojol Kembali Turun ke Jalan, Bawa Tuntutan 17+8
Mahasiswa UPI Gelar Aksi Damai: Solidaritas untuk Kawan yang Ditusuk, Peserta Aksi yang Ditahan, dan Korban Tindak Represif Polisi
Performance Art di Kolam Indonesia Tenggelam
Di sela-sela aksi damai tersebut, empat mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB menggelar performance art di kolam Indonesia Tenggelam. Dengan mata tertutup kain hitam, empat mahasiswa itu melilitkan badannya antara satu sama lain menggunakan tambang berwarna putih. Sementara, di telapak tangan dan kaki mereka mengalir cairan berwarna merah.
Mereka berjalan mengelilingi kolam yang berbentuk bundar itu. Lalu satu demi satu, jatuh ke dalam kolam yang bagian dasarnya bercorak peta Indonesia di tengahnya. Kolam tersebut seketika berubah menjadi warna merah.
Di dalam kolam, mereka saling tarik menarik dengan wajah datar. Dan satu persatu kembali terjatuh ke dalam kolam, lalu merangkak naik lagi, dan jatuh lagi. Tak ada senyum dan suara selama aksi itu berlangsung. Di ujung performance art salah seorang mahasiswa membacakan puisi tentang kondisi negara saat ini. Setelah itu, satu persatu dari mereka keluar dari kolam dan meninggalkan jejak merah mengambang di kolam tersebut.
Michael Ezekiel, salah satu penampil mengungkap penampilan seni tersebut menggambarkan situasi akhir-akhir ini di Indonesia. Lebih spesifik, ujarnya, mengarah ke orang-orang yang pura-pura tidak mengetahui dengan kondisi ekonomi-politik di Indonesia.
“Mereka mencoba untuk kayak enggak lihat dan bodo amat,” tuturnya. Adegan jatuhnya para penampil ke kolam dan tali yang mengikat mereka menyimbolkan bahwa masyarakat itu saling berkaitan antar satu sama lainnya.
Artinya meskipun banyak orang yang tak acuh dengan kondisi ini, secara tidak langsung dan disadari mereka akan ikut terseret dalam situasi negara. Sementara untuk cairan berwarna merah, Michael menjelaskan, artinya adalah noda jejak masyarakat Indonesia saat ini.
“Sebagai penanda gitu bahwa setiap kelakuan dan tindakan masyarakat ada konsekuensinya,” kata Michael. “Ada jejak yang ditinggalkan atau bahkan ketika kelakuan kita tuh memilih untuk diam.”
Penutup mata hitam yang dikenakan penampil juga menyimpan arti. Penutup mata itu menyimbolkan situasi masyarakat yang mau tidak mau akan melihat atau mengetahui terkait situasi saat ini di tengah arus informasi di berbagai platform media yang terus menyiarkan berita kondisi yang terjadi.
Di sisi lain, Daffani Arimurti mengungkapkan, pertunjukan seni ini juga ingin menegaskan bahwa perempuan juga punya berperan. “Kita sebagai perempuan juga bisa ikut membela dan melawan, melawan dengan cara saya sendiri,” tuturnya.
Daffani mengaku kecewa dengan para pejabat Indonesia yang dinilainya menyepelekan permasalahan masyarakat di akar rumput. Seharusnya pemerintah mampu memenuhi keinginan dan tuntutan warga. Karena pemerintah yang abai, dengan terpaksa masyarakat Indonesia harus turun ke jalan untuk mengingatkan pemerintah.
“Jadi ya memang kita bagi rakyat Indonesia harus terus melawan kalau misalkan memang udah enggak benar pemerintahannya,” tutupnya.
Kehadiran Dosen hingga Tuntutan aksi
Tidak hanya mahasiswa, sejumlah dosen juga berpartisipasi dalam aksi tersebut. Acep Iwan Saidi, Dosen Seni Rupa ITB, membacakan dua puisi. Dengan suara lantang, dia membaca puisi bait-demi-bait sambil berjalan pelan-pelan mendekati massa aksi.
Ditemui setelah aksinya itu, Acep mengatakan kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja karena pemerintah membuat kebijakan yang menekan rakyat. Mulai dari kondisi ekonomi morat-marit, isi kabinet yang gemuk, serta tunjangan DPR yang fantastis membuat masyarakat marah dan memilih meluapkannya lewat unjuk rasa.
Acep mengatakan, banyaknya pejabat yang rangkap jabatan sementara rakyat banyak yang dipecat dari pekerjaannya memantik kemarahan publik. “Dan itulah yang kemudian menyebabkan kondisi hari ini terjadi,” ujarnya kepada BandungBergerak.
Belum lagi kebijakan pajak yang mulai mencekik masyarakat kecil. Terlebih kebijakan efisiensi yang menyebabkan pajak bumi dan bangunan melonjak ratusan kali lipat di berbagai kota. “Tapi di sisi lain juga kemudian pemerintah merasa yakin bahwa dia berada pada posisi yang benar,” terangnya.
Tidak hanya itu, Acep juga mengomentari pernyataan anggota parlemen yang terkesan menyepelekan permasalahan rakyat. Dia menyayangkan anggota DPR banyak yang tidak kompeten dalam hal komunikasi publik.
Acep ikut mengutuk tindakan brutal aparat pada massa aksi. Menurutnya, tidak seharusnya aparat melakukan kekerasan terhadap massa aksi yang menyerukan pendapatnya. “Jadi kebiadaban yang saya lihat bahwa pihak keamanan itu tidak punya strategi yang jitu untuk mengatasi demonstrasi,” jelasnya.
Sementara, Feuska mahasiswa ITB mengungkapkan bahwa dengan banyaknya demonstrasi, pemerintah harus melakukan evaluasian besar-besaran dan memenuhi tuntutan rakyat. “Elite pejabat seharunya mendengar dan memenuhi keinginan masyarakat,” kata dia.
Pada aksi damai tersebut, KM ITB membacakan 7 tuntutan yang ditujukan pada pemerintah. Berikut isi tuntutan tersebut.
- Menuntut Pemerintah untuk melakukan evaluasi secara besar-besaran dan
menyeluruh terhadap seluruh kebijakan dan keberjalanan pemerintahan
Republik Indonesia. - Menuntut adanya reformasi institusi keamanan dan ketahanan di Indonesia
secara mengakar dan menyeluruh. - Mengawal segera pembahasan dan peninjauan kembali kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
- Menuntut keras pemerintah untuk segera mencabut dan merevisi
kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat seperti UU TNI,
RKUHAP, dan skema ketenagakerjaan. - Menuntut agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap cara komunikasi
publik buruk yang telah dilakukan. - Menuntut pemerintah dan aparat keamanan serta ketahanan untuk
memberikan ruang bebas dan aman untuk menyatakan pendapat dan
menyampaikan aspirasinya. - Mendukung 17 tuntutan rakyat dalam 1 minggu dan 8 tuntutan rakyat dalam 1 tahun ini yang diperoleh dari desakan berbagai elemen masyarakat di media sosial selama beberapa hari terakhir.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB