Aksi Kamisan Bandung Menyerukan Pembebasan Demonstran yang Ditahan dan Kembalikan Militer ke Barak
Aksi Kamisan Bandung bergulir dalam suasana berkabung. Aksi damai dengan payung hitam ini menyuarakan rangkaian represi terhadap demononstran.
Penulis Salma Nur Fauziyah6 September 2025
BandungBergerak - Puluhan orang warga menggelar Aksi Kamisan Bandung ke-427 di depan Gedung Sate, Kamis, 4 September 2025, merespons rentetan peristiwa demonstrasi beberapa hari ke belakang. Mereka menuntut kawan-kawan peserta aksi dan warga sipil yang ditahan segera dibebaskan dan menyeru militer dikembalikan ke barak.
Beragam elemen masyarakat Bandung hadir dalam Aksi Kamisan Bandung, mulai dari pelajar, mahasiswa, kawan medis, warga sipil lain, hingga perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Selain berorasi, ada juga pembacaaan puisi.
Di sepanjang Aksi Kamisan Bandung, beberapa tentara terlihat mondar-mandir di dalam pelataran Gedung Sate. Salah satu peserta aksi, dalam orasinya, menyinggung bahwa baru kali ini aksi mereka diawasi tidak hanya oleh petugas satpam, melainkan tentara.
Per awal September 2025, tercatat 10 orang kehilangan nyawa selama gelombang unjuk rasa berlangsung di Indonesia. Salah satu kasus yang paling mendapat sorotan adalah tewasnya pengemudi ojek daring Affan Kurniawan akibat dilindas kendaraan taktis polisi di Jakarta. Gelombang protes dan solidaritas untuk Affan membuahkan bentrokan.
Salah satu orator Aksi Kamisan Bandung menyatakan para demonstran yang ditangkap sulit mendapatkan bantuan hukum.
Fariz Hamka, dari LBH Bandung, mengatakan korban penangkapan tidak hanya massa aksi, tapi juga warga sipil yang turut terkena sweeping aparat. Termasuk mereka yang sedang melakukan aktivitas lari di wilayah Gasibu dan yang menonton aksi demonstrasi. Penangkapan juga diketahui terjadi hingga ke kos-kosan. Beberapa orang dijemput paksa oleh aparat tanpa prosedur yang jelas.
Per 1 September 2025, LBH Bandung mendirikan posko pengaduan di Polda Jabar dan Polrestabes Bandung sebagai upaya membantu para keluarga yang kebingungan mencari anak atau sanak saudaranya. Namun, proses mencari informasi dan memberikan pendampingan sulit memperoleh akses.
Dalam catatan LBH Bandung, 33 orang ditangkap polisi sejak 1 September 2025. Dari jumlah tersebut, 30 orang telah dibebaskan, sementara tiga orang masuk ke proses hukum.
“Jangan biarkan mereka merasa sendiri di dalam,” ujar Fariz. “Maka Aksi Kamisan ini adalah suatu keniscayaan bahwa mereka tidak sendirian.”
Selain membicarakan penangkapan yang dilakukan tidak sesuai dengan prosedur, peserta aksi yang datang juga mengingatkan agar militer tidak masuk ke ruang-ruang sipil, sekolah maupun kampus.
Baca Juga: Malam Mencekam di Tamansari: Ketika Kampus Unisba dan Unpas Diberondong Gas Air Mata
Menguji Batas Sabar Rakyat, dari Aksi Sipil Menuju Demokrasi yang Hidup

Orang-orang Muda Ambil Bagian
Aksi Kamisan Bandung bukan sekadar seruan protes. Aksi ini menjadi sebuah ruang bagi masyarakat untuk terus mengingat dan mengabarkan tuntutan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM. Datang silih berganti, orang-orang muda secara sukarela melibatkan diri.
Bagi Stefani, salah satu peserta Aksi Kamisan Bandung, aksi ini menjadi gerbang untuk mengetahui isu-isu mengenai pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Ia meyakini aksi ini penting sebagai cara merawat konsistensi melakukan perlawanan.
Stefani mengatakan, reformasi yang sering digaungkan belum menyentuh lapisan masyarakat. Terlebih melihat huru-hara yang terjadi akhir-akhir ini. Para wakil rakyat di DPR justru melontarkan pernyataan-pernyataan kontroversial yang tidak berempati pada kondisi rakyatnya sendiri, sementara pada saat bersamaan, kebijakan-kebijakan penting tak kunjung disahkan, seperti Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
“Mereka tuh bekerja hanya untuk kepentingan-kepentingan para pemilik modal dan elite-elite saja,” ungkapnya.
Peserta lainnya, Aqilla mengaku bahwa ini adalah kali pertama dia bergabung Aksi Kamisan Bandung. Dorongan hati menjadi penyebab utama. Dia tergerak meluangkan waktunya datang setelah memantau peristiwa sepekan belakangan.
“Saya memiliki rasa empati untuk kepedulian saya untuk turun dan terjun melihat bagaimana Aksi Kamisan ini untuk terus menyuarakan secara langsung,” ujarnya.
Aqilla berharap lewat aksi ini banyak teman-teman atau orang terdekatnya lebih membuka mata dengan apa yang terjadi saat ini. Agar mereka tidak terus diam dengan situasi yang terjadi di negeri ini.
Sama seperti Stefani, Aqilla melihat Aksi Kamisan sebagai ruang untuk merawat ingatan, agar korban-korban yang gugur (10 orang yang meninggal) tidak hanya menjadi angka statistik belaka.
“Bagi saya sendiri aksi kamisan ini adalah tempat untuk kami sebagai mahasiswa ataupun sebagai rakyat untuk saling mengingat dan saling menyuarakan keadilan untuk para korban,” tutur Aqilla.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB