• Berita
  • Bandung Photography Triennale 2025: Refleksi Kemanusiaan di Era Teknologi

Bandung Photography Triennale 2025: Refleksi Kemanusiaan di Era Teknologi

Bandung Photography Triennale 2025 menghadirkan seniman-seniman foto dari berbagai negara. Karya mereka bisa ditengok di Selasar Sunaryo Art Space.

Pameran Bandung Photography Triennale 2025 di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, 12 September - 12 Oktober 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Fitri Amanda 16 September 2025


BandungBergerakPuluhan pengunjung memenuhi ruang galeri di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung. Beberapa dari mereka sibuk mengabadikan karya-karya fotografi di dinding pameran dengan ponsel hingga kamera digital, sementara lainnya berdiskusi kecil di depan karya. Pameran fotografi Synthetic Vision: Aeviternity di Selasar Sunaryo Art Space ini resmi dibuka pada Jumat, 12 September 2025 dan akan berlangsung hingga 12 Oktober 2025.

Pameran ini menghadirkan karya Aglaia Brandli (Switzerland), dont think (Korea Selatan), Gohjeong/Jeongwook Goh (Korea Selatan), Gustav Hellberg (Swedia), Jeff Weber (Amerika Serikat), Kai Machida (Jepang), Lev Manovich (Amerika Serikat), Marco Scozzaro (Amerika Serikat), Mick Siregar (Indonesia), Septian Harri Yoga (Indonesia), Suwa Shin (Korea Selatan), Ulf Lundin (Swedia), Yichen Zhou (Cina), Yuki Takada (Jepang).

Synthetic Vision: Aeviternity merupakan bagian dari Bandung Photography Triennale 2025 yang digelar di beberapa lokasi dengan seniman serta tema yang berbeda-beda. Pada pameran Synthetic Vision: Aeviternity ia tidak hanya berfokus pada fotografi atau fotografi seni, tetapi lebih kepada bagaimana kesenian tidak dapat dipisahkan dari dunia yang sudah sangat “fotografis”.

Yacobus Ari Respati (Ari), salah satu curator, menyebutkan bahwa manusia kini setiap hari melihat layar yang penuh visual dan juga memotret, membentuk imajinasi-imajinasi spesifik. Dengan tema besar “Synthetic Vision” atau “Pandangan Buatan”, Ari menjelaskan bahwa pameran ini mengeksplorasi isu bagaimana cara kita memandang dunia yang sangat dipengaruhi oleh teknologi, khususnya fotografi.

Ari berpendapat bahwa teknologi sekarang mengubah manusia dan cara manusia melihat dunia, dan kita sebagai manusia pun dilihat sebagai objek dan data, menciptakan suatu siklus yang menghasilkan berbagai fenomena.

Ari menyebutkan, ia dan para kurator lain menduga bahwa karya-karya yang diberikan para seniman akan sangat realistis dengan memperlihatkan langsung persoalan yang jelas. Namun ternyata karya-karya di sini lebih menunjukkan interaksi senimannya sendiri dengan teknologi dan cara pandang mereka terhadap dunia secara lebih mendalam dan penuh perenungan. Dari karya-karya yang terpajang, Ari mengatakan bahwa banyak seniman yang merenungkan persoalan hilangnya kemanusiaan.

“Di sini banyak karya-karya yang ngomong tentang rapuhnya memori gitu. Diri kita tuh sebetulnya ketika melakukan sesuatu, memotret atau mengambil gambar, melihat sesuatu tuh sebetulnya kitanya gimana sih? Cara kita melihat tubuh kita sendiri itu gimana? Jadi ternyata lebih kontemplatif,” jelas Ari.

Baca Juga: Pameran Lukisan Senang Bersamamu di Selasar Sunaryo
Seperempat Abad Selasar Sunaryo: Ruang Seni yang Aktif dan Menjelma Inklusif

Pameran Bandung Photography Triennale 2025 di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, 12 September - 12 Oktober 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Pameran Bandung Photography Triennale 2025 di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, 12 September - 12 Oktober 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Manusia, Teknologi, dan Fotografi

Ari sendiri memandang teknologi sebagai alat yang dapat membantu manusia dan memiliki tujuan. Namun saat ini teknologi sudah menyatu dengan manusia. Ia pun mengingatkan tentang pentingnya kesadaran terkait posisi teknologi agar tidak kehilangan sisi kemanusiaan.

Pada pameran kali ini yang juga mengeksplorasi bahwa teknologi sering kali dikaitkan dengan akal atau rasio, Ari memandang bahwa manusia juga memiliki intuisi yang tidak bisa dihilangkan yang pada akhirnya interaksi dengan teknologi akan membawa manusia kembali pada intuisi.

Sebagai contoh, kata Ari, Ulf Lundin menyajikan karya bertajuk “Best of Sweden”. Karya fotografi yang menyerupai lukisan landscape ini diambil dalam rentang waktu sekitar 22 jam, dari sebelum matahari terbit hingga matahari terbenam dengan kamera di satu tempat dan menggunakan teknik multiple exposure (foto yang ditumpuk dalam satu frame). Karya ini menggabungkan adegan dan waktu yang berbeda yang menurut Ari mirip dengan cara kerja intuisi manusia yang merupakan gabungan dari beberapa imajinasi.

Karya-karya dalam pameran ini banyak bersinggungan dengan teknologi sekaligus kritik terhadapnya menjadi ‘anti’ dan ‘kontra’ teknologi. Misalnya, karya Suwa Shin bertajuk “Be 누(累)” yang dalam karyanya merefleksikan keintiman, isolasi, dan batas-batas rapuh kehidupan komunal dalam budaya hidup di apartemen dengan menunjukkan dirinya berusaha berinteraksi dengan tetangganya dengan cara yang berbeda, yaitu menumpang mandi di kamar mandi tetangganya.

Ari menyoroti karya tersebut dengan teknologi bukan hanya sekedar barang-barang elektronik yang canggih, tetapi juga bagaimana dunia manusia diatur termasuk kota dan tempat tinggal.

“Dan justru akibat dalam tanda kutip dunia teknologis yang itu, kita itu kehilangan interaksi fisik,” ucap Ari.

Tria, salah satu pengunjung pameran mengaku mendapatkan pengalaman yang menyenangkan saat menikmati karya-karya di pameran ini. Tria menyebutkan bahwa keseruan tersebut muncul karena setiap karya yang dipamerkan memiliki keunikan yang berbeda-beda dengan ciri khas seniman masing-masing.

Salah satu karya yang membekas di ingatannya adalah karya Marco Scozzaro berjudul TranscenDANCE. Tria menyoroti salah satu foto karya Marco yang memperlihatkan dirinya menggunakan pakaian panjang hingga ke bawah lutut yang Tria kira adalah sebuah pakaian dress dan menganggap hal tersebut sangat unik dan lucu. Namun ketika ia mendengar penjelasan dari senimannya secara langsung ternyata itu adalah potret Marco setelah melakukan operasi.

“Padahal kan pas kita lihat tuh unik banget, lucu banget. Jadi pas kita udah tahu behind the art-nya (cerita dibalik karya) itu yang lebih dapet (kesan) gitu,” ucap Tria.

Tria juga menyoroti bagaimana keterlibatan para seniman dengan teknologi melalui cara mereka masing-masing. Hal ini merupakan hal yang baru baginya. Biasanya ia datang ke pameran-pameran foto hanya sebatas melihat sebuah objek yang difoto lalu dicetak, tapi di pameran kali ini ia dapat menikmati karya dengan pengalaman dan cara yang baru.

Pameran Bandung Photography Triennale 2025 di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, 12 September - 12 Oktober 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Pameran Bandung Photography Triennale 2025 di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Bandung, 12 September - 12 Oktober 2025. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Eksplorasi “Pandangan Buatan” di Bandung

Bandung Photography Triennale merupakan acara tiga tahunan yang kali pertama diadakan pada 2022. Acara ini berawal pada 2015 dengan nama Bandung Photo Showcase, sebuah festival yang menghadirkan pameran, diskusi, lokakarya, dan proyek kolaborasi. Dengan tujuan membuat program ini lebih fokus dan berkelanjutan, Bandung Photo Showcase kemudian mengubah format mereka dengan nama Bandung Photography Triennale yang ingin melibatkan lebih banyak pihak seperti akademisi, seniman, kurator, hingga kritikus seni, dan menitikberatkan konteks fotografi dalam seni kontemporer.

Edisi perdana Bandung Photography Triennale pada 2022 mengusung tema Future is Now: Skepticism, New Reality, and Infinities. Tahun ini Bandung Photography Triennale hadir kembali dengan tema lanjutan yang bersamaan dengan menanggapi kondisi geopolitik global saat ini, yaitu Synthetic Vision: The Age of Fictionalizing in Our Culture.

Tema utama Bandung Photography Triennale akan dijabarkan ke dalam sub-tema di berbagai ruang yang menjadi lokasi penyelenggaraan acara, yaitu Selasar Sunaryo Art Space (12 September - 12 Oktober 2025), Artsociates (5 September - 21 September 2025), Orbital Dago (10 September - 12 Oktober 2025), Grey Art Gallery (18 September - 19 Oktober), Wangirupa (20 September - 20 Oktober 2025), dan Tjap Sahabat (15 Oktober - 30 Oktober 2025).

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//