Setelah Puluhan Tahun Tinggal, Warga Anyer Dalam Terancam Digusur PT KAI
Selama 60 tahun lebih tinggal di sana, mereka tidak pernah bermasalah soal kepemilikan tanah dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Kini tanah mereka bakal digusur.
Penulis Awla Rajul1 November 2021
BandungBergerak.id - Nopardi (38) tinggal di sebuah rumah di RT 05 dan RT 06, Jalan Anyer Dalam, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung. Total pengisi rumahnya 12 orang, termasuk bibi Nopardi yang sudah tinggal sejak 1957. Selama 60 tahun lebih tinggal di sana, mereka tidak pernah bermasalah soal kepemilikan tanah dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Namun kini mereka terancam terusir karena PT KAI mengakui kepemilikan tanah tempat rumah yang mereka tinggali didirikan.
Rumah Nopardi menjadi salah satu yang terancam digusur oleh PT KAI. Sengketa tanah ini semakin runcing. PT KAI bersikukuh ingin menggusur. Warga menolak dan menggugat kepemilikan tanah di pengadilan. Warga mengharapkan agar PT. KAI menghormati gugatan yang sedang berjalan.
Nopardi dan warga Jalan Anyer Dalam lainnya kecewa manakala menghadapi uang penggantian yang disebut ongkos bongkar dari PT. KAI amat kecil. Untuk rumah semi permanen dihargai 200.000/meter dan rumah permanen 250.000/meter. Uang bongkar ini berdasarkan Ketentuan SK Direksi PT. KAI.
Jika dihitung-hitung, Nopardi akan mendapat Rp 15 juta uang bongkar. Uang ini sangat kecil untuk hidup di Bandung bersama keluarga besar.
“Saya rumah ini hidup sama bibi, empat kakak satu rumah. Saya itu 15 juta cukup dipakai buat apa. Saya punya anak tiga, bibi punya anak tiga. Rumah kita udah lama di sini, diganti cuma ongkos bongkar saja,” keluhnya, saat ditemui bandungbergerak.id, Kamis (28/10/2021) lalu.
Kuasa hukum warga, Tarid Febriana menyampaikan bahwasanya yang harus diterapkan adalah uang ganti rugi sebagaimana diatur dalam undang-undang. Ketentuan ganti rugi pun punya proses tersendiri.
Tarid mengatakan, warga RT 05 dan RT 06 masuk ke dalam kategori masyarakat menengah ke bawah. Uang bongkar yang ditawarkan PT. KAI tentu tidak akan cukup bagi warga yang awalnya memiliki rumah menjadi tidak memiliki tempat tinggal.
“Kalau memang misalkan punya bukti kepemilikan di sini, warga pastinya terbuka dong. Tinggal buktikan. Kalau memang benar, oh ya sudah. Ya mangga, hayu kita nego untuk ganti rugi bukan seperti bahasa mereka itu, uang bongkar,” tegas Tarid.
Sebelumnya, Selasa 26 Oktober lalu, warga mendapatkan berita dari Kecamatan bahwa Kamis itu akan dilakukan penertiban. Warga yang khawatir mulai siaga.
“Warga-warga khawatir rumahnya akan diruntuhkan tanpa ada alasan yang jelas. Warga udah siap siaga. Jam 6.30 polisi sudah pada ngumpul. Ada satu truk, empat mobil dan 15 motor dari kepolisian,” ungkap koordinator warga, Dindin Nuriadin.
Dari cerita Dindin, kepolisian hendak melakukan penjagaan keamanan di Jalan Anyer Dalam. Dindin berkilah kepada polisi, bahwa benar di lokasi tersebut tengah terjadi persengketaan warga dengan PT. KAI dan seharusnya kepolisian berada di pihak warga untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
“Saya memberitahu ke beliau (polisi), betul di sini ada 25 rumah yang bersengketa dengan PT. KAI dan ada sebagian yang menyepakati dengan PT. KAI. Tapi intinya kita enggak tahu. Apakah penertiban hanya sebatas yang sudah menyepakati, atau, punteun, secara keseluruhan,” cerita Dindin.
Dindin mengingatkan bahwa warga sudah melakukan gugatan ke pengadilan dan meminta kepada kepolisian untuk menghargai proses hukum yang sedang berjalan.
Warga khawatir kejadian di Jalan Sukabumi nomor 28 terulang kembali. Rumah yang pernah disewakan kepada Sate ABG tersebut digusur paksa. Padahal, rumah tersebut sudah terdaftar dalam gugatan tanggal 30 Agustus namun diratakan pada 4 Oktober lalu.
Tarid Febriana menimpali bahwa pemilik rumah di Jalan Sukabumi adalah seorang guru yang bertugas di SMP 40 Bandung. Tarid menyayangkan, hingga kini barang dari rumah yang digusur belum kunjung dikembalikan. Sebab pada saat pengosongan paksa tersebut, semua barang-barangnya diambil.
“Istilahnya, yang tersisa itu yang ada di badan aja,” sambung Dindin.
Dindin Nuriadin yang sudah tinggal di sana semenjak 1975 bersama orang tuanya khawatir atas segala kemungkinan yang ada. Selain pengusuran paksa sebagaimana yang terjadi di Jalan Sukabumi, warga juga takut akan adanya sabotase. Makanya warga menerapkan siskamling 24 jam di area tersebut.
Laswi City Heritage
Di tanah yang menjadi sengketa itu PT Kereta Api Indonesia rencananya akan membangun Laswi City Heritage. Proyek pembangunan akan digarap PT Wika. Namun, warga menolak penggusuran dan menuntut PT. KAI untuk menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah yang mereka duduki.
Semua itu bermula di tahun 2018, saat PT. Wika mengundang warga di kelurahan. Pada kesempatan itu, warga diberi tahu bahwa PT. Wika akan membangun proyek Laswi City Heritage di lahan PT. KAI, di belakang pemukiman mereka yang dibatasi oleh benteng. Warga yang datang pada sosialisasi tersebut, masing-masing diberikan uang sebesar 500.000 sebagai uang kebisingan.
Tak lama berselang pada pertemuan itu, warga diundang lagi. Pada kesempatan itu, warga diberikan uang sebesar 1.000.000 dan disuruh menandatangani sebuah dokumen.
“Cuma yang jadi masalah, yang ditandatangani oleh warga itu gak tahu untuk apa. Ada sebagianlah yang tanda tangan. Tapi kan yang jelas, kalau emang harus tanda tangan dibuka dong, ini tanda tangannya untuk apa. Tapi ini kan enggak,” ungkap Kuasa Hukum Warga, Tarid Febriana, Kamis, (28/10/2021).
Hingga 2 Juni 2021, PT. KAI mengeluarkan surat bahwa pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada warga secara door to door. Namun warga menolak. Alasannya, warga khawatir akan terjadi miskomunikasi. Sehingga warga meminta agar sosialisasi dilakukan secara bersamaan. Sosialisasi kemudian dilakukan di Mesjid Baitul Arifin.
Pada pertemuan tersebut, PT. KAI menyampaikan perihal yang sama dengan yang disampaikan oleh. PT. Wika, yaitu pembangunan proyek Laswi City Heritage. Namun yang menjadi masalah, pihak PT. KAI menyampaikan bahwa akan ada warga yang terdampak penggusuran untuk pembangunan akses jalan proyek.
“Waktu 2018 PT. Wika itu bakal membangun proyek tersebut 10 meter dari benteng, 10 meter ke dalam maksudnya. Berarti warga-warga ini gak akan tergusur kan, gak akan tergugatlah. Cuma pada saat 2 Juni itu, PT KAI mengatakan lain bahwa ada 25 warga yang di sini akan digusur dan rumahnya akan dibangun untuk akses jalan,” lanjut Tarid.
Warga pun bertanya, jika memang proyek tersebut ada dan PT.KAI mengklaim atas tanah yang ditinggali oleh warga, mereka meminta kepada PT.KAI menunjukkan surat kepemilikan. PT. KAI menjawab dengan akan dilakukannya sosialisasi kedua. Semua pertanyaan-pertanyaan akan dibahas terlebih dahulu di Dewan Direksi.
“Setelah pertemuan tersebut, bukannya hasil sosialisasi kedua yang muncul, surat peringatan langsung. Memerintahkan warga tanggal 7 Juli harus segera mengosongkan rumahnya. Sosialisasi saja belum jelas, warga belum tahu soal bukti kepemilikan, proyek ini untuk apa, terus misalkan berapa sih luasnya untuk buat jalan,” ungkap Tarid.
Warga bingung, sebab perihal kepemilikan, luasan proyek belum terbuka hingga kini. PT.KAI pun sempat melayangkan surat peringatan 1 dan 2 kepada warga, bahkan mendatangi warga. Karena situasi demikian, warga mengundang PT. KAI untuk mediasi di kelurahan.
Warga meminta PT. KAI untuk menunjukkan bukti kepemilikan. Tarid bilang, waktu itu PT.KAI memang menunjukkan Surat Hak Pakai nomor 6. Namun, saat warga meminta keterangan batas kepemilikan tanah, apakah hanya sampai benteng atau sampai ke permukiman warga, PT. KAI, sebagaimana keterangan Tarid tidak bisa menunjukkan.
Tarid dan warga melakukan pengecekan di Badan Pertanahan Nasional yang dapat diakses daring. Penemuannya adalah permukiman warga masuk ke jalur hijau. Artinya, tanah PT. KAI tetap yang berada di dalam benteng.
“Yang kita pertanyakan itu, soal yang Anda klaim tanah yang bangunannya ada bangunan warga ini, mana bukti kepemilikannya? Yang kita pertanyakan ini, bukan SHP,” tegasnya saat bercerita.
Baca Juga: PROFIL PBHI JAWA BARAT: Dari Penggusuran Tamansari sampai Korban Salah Tangkap Polisi
Kota Bandung Rawan Kasus Sengketa Tanah
Pengadilan, Intimidasi, dan Harapan
Warga RT 05 dan RT 06 Jalan Anyer Dalam termasuk warga Jalan Sukabumi no. 28, Kec. Batununggal menggugat klaim aset tanah oleh PT KAI ini ke Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor gugatan: 322/Pdt.G/2021/PN.Bdg pada tanggal 30 Agustus 2021.
Dari 25 rumah yang terancam tergusur di RT 05 dan RW 06, 7 di antaranya sudah menerima kesepakatan dengan PT. KAI untuk pembongkaran, yaitu lima rumah di RT 05 dan dua rumah di RT 06. Kini tersisa 18 rumah yang masih menggugat ke Pengadilan Negeri Bandung dan telah menjalani mediasi 27 Oktober yang lalu.
Nopardi bahkan sampai kesal, ia dan bibinya sering dihubungi perihal penggusuran. Saat titik kelemahan terlihat, pesan-pesan WA pun berdatangan. Selama kasus ini berjalan, ia mengaku sudah memblokir 30 lebih nomor yang berbeda.
“Kan pengadilan sudah berjalan. Kita juga sudah kuasakan ke pak Tarid. Jangan intimidasi warga,” keluhnya.
Nopardi yang berprofesi sebagai buruh harian lepas, mengaku menghadapi dilema. Ia hanya mendapatkan upah selagi ia masuk kerja. Ia kesal dengan kedatangan pihak KAI maupun pihak-pihak lain yang menurutnya menghalangi jalannya mencari rezeki.
“Semenjak Covid, saya itu harian lepas. Saya kerja saya dibayar. Mereka itu datang ke sini itu sudah menghalangi saya dapat rezeki. Pengacara ada di pengadilan. Ya sudah di pengadilan saja. Jadi kita bisa fokus cari uang. Dengan tadi bawa polisi bawa apalah itu. Saya mau pergi kerja, anak dan istri saya gimana. Kalau gak kerja gimana mau makan,” ungkapnya.
Selain mengajukan gugatan, warga juga berharap Pemkot Bandung membantu mereka. Namun Tarid menyampaikan, Pemkot Bandung sendiri belum turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
“Tolonglah minta kepeduliannya, minta bantuannya, ke siapa lagi kita warga ini minta bantuan. Kan di sini DPRD dekat, jadi bisa jadi jembatan penengah antara kami dan KAI. Minimal ada bantuannya untuk menjembatani,” harap Dindin.
Klaim PT KAI dan Rencana Penertiban Kembali
Manajer Humas KAI DAOP 2 Bandung, Kuswardoyo, menyampailan bahwa tidak ada sengketa tanah antara PT. Kereta Api Indonesia dan warga RT 5 dan RT 6 Jalan Anyer Dalam. Menurutnya, lahan tersenit telah diduduki warga. Sedangkan kepemilikan dan bersertifikatnya punya PT. KAI.
“Terkait bukti kepemilikan tentunya kami memiliki itu semua, tapi kami mempersilakan siapa pun untuk melakukan gugatan jika merasa memiliki bukti kepemilikan atas aset yang mereka diami. Dan kemudian apakah mereka yang menempati lahan tersebut memiliki bukti yang sah atas lahan yang mereka tempati?” kata Kuswardoyo, saat dihubungi BandungBergerak.id, Senin (1/11/2021).
PT KAI tidak akan mempermasalahlan gugatan warga yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Bandung.
“Terkait gugatan, tidak jadi masalah, karena gugatan tidak berarti menjadikan aset tersebut status quo dan kami akan tetap melaksanakan penertiban sebagai upaya menyelamatkan aset negara dari pihak yang tidak berhak atas pengelolaan dan pemanfaat aset tersebut,” tandasnya.
Rencananya, PT. KAI akan kembali melayangkan surat kepada warga bahwa pihaknya siap melakukan penertiban atas aset milik PT. KAI mulai Selasa (2/11/2021).
Mengenai lahan yang ditempati warga sebagai jalur hijau sebagaimana ditunjukkan BPN, Kuswardoyo justru menyatakan bahwa BPN tidak akan mengeluarkan sertifikat jika lahannya bukan sah dimiliki oleh PT. KAI.