NGULIK BANDUNG: Amelia Earhart Mampir di Bandung (2)
Satu minggu Amelia Earhart dan navigatornya Kapten Noonan berada di Hindia Belanda di tengah-tengah perjalanannya mengelilingi dunia pada Juni 1937.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
18 November 2021
BandungBergerak.id – Amelia Earhart, pilot perempuan pertama yang terbang solo melintasi Samudra Atlantik, ditemani navigator Kapten Noonnan terbang mengelilingi dunia pada Juni 1937. Menggunakan pesawat Lockhead 10E Electra yang dinamainya Flying Laboratory menyusuri negara-negara di sepanjang sabuk khatulistiwa. Hindia Belanda menjadi persinggahannya. Koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda kala itu merekam kisahnya.
Senin, tanggal 21 Juni 1937 selepas pukul 10 pagi terlihat pesawat Lockhead Electra berkelir perak terlihat berkilau saat melewati Gunung Tangkubanparahu yang berada di arah barat Lapangan Terbang Andir, Kota Bandung. “Dia datang,” seruan bergantian dari kerumunan warga di lapangan terbang itu menunjuk pada pesawat yang dikendarai Amelia, begitu yang dituliskan oleh koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie?, tanggal 22 Juni 1937.
Pesawat yang dijuluki Flying Laboratory tersebut berputar-putar lima kali di atas lapangan terbang. Suasana lapangan terbang riuh, oleh kerumunan, dan suara gemuruh 12 pesawat Luchtvaartafdeling (LA), angkatan udara Belanda, yang bergantian mengudara. Pukul 10.56 akhirnya pesawat Amelia itu mendarat di Lapangan Terbang Andir.
Tiba di Bandung
Deli courant tanggal 25 Juni 1937 menceritakannya lebih detil lagi. Sudah sejak pukul 6 pagi hari Senin, 21 Juni 1937, masyarakat Kota Bandung yang sudah mendengar kabar Amelia akan tiba, berdatangan ke Lapangan Terbang Andir. Mereka menunggu, tersebar di pelataran bangunan milik Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaart Maatschappij (KNILM), maskapai penerbangan Belanda yang khusus beroperasi di Hindia Belanda, di Lapangan Terbang Andir.
Suasana lapangan terbang langsung riuh saat kilau pesawat terlihat terbang mendekat dari arah barat. Pilot KNILM, Van Messel yang pertama mengenali bentuk pesawat Lockhead Electra, “Itu dia,” katanya.
Flying Laboratory berputar-putar lima kali di udara, sementara 12 pesawat milik militer Belanda bergantian lepas landas dari Lapangan Terbang Andir. Beberapa pesawat selanjutnya mendarat di lapangan terbang, dan akhirnya Amelia pun menyusul mendaratkan pesawatnya di sana.
Pesawat Amelia menyusuri landasan dan akhirnya berhenti di dekat bangunan hanggar. Setelah putaran baling-baling pesawat berhenti, kokpit pun terbuka. Sosok Amelia digambarkan berwajah kanak-kanak, dengan potongan rambut pendek memanjat turun dari kokpit pesawat. Perempuan itu terlihat lebih mirip anak laki-laki, mengenakan kemeja kotak-kotak dengan kombinasi warna ungu-abu-abu, dengan celana panjang berwarna cokelat muda. Mr Mees, pejabat KNILM di Andir menghampirinya. Dokter Van der Pijl, mewakili organisasi Bandoeng Vooruit menyusul menghampiri, dia menyerahkan seikat rangkaian bunga pada Amelia.
Amelia sempat diminta berpose melayani permintaan fotografer yang menunggunya di Andir, sebelum berjalan menuju salah satu bangunan stasiun milik KNILM di Lapangan Terbang Andir. “Kemiripan dengan Kolonel Lindbergh, seperti yang kita ketahui dari foto, sangat luar biasa,” tulis Deli courant, tanggal 25 Juni 1937.
Setelah berbicara dengan inspektur Socony (Standard Oil Company of New York), pemasok bahan bakar pesawat di lapangan terbang Andir, giliran dokter Thierfelder, Kepala Dokter Pemerintah di Bandung menemuinya. Thierfelder meminta Amelia menjalankan prosedur desinfeksi karena pesawat yang dibawanya berasal dari negara-negara yang sedang merebak penyakit demam kuning. Prosedur tersebut untuk memastikan tidak ada nyamuk demam kuning terbawa oleh Flying Laboratory. Nyamuk yang menumpang di pesawat bisa memicu wabah jika terlepas bebas.
Terakhir, Amelia akhirnya menyisihkan waktu untuk melayani pertanyaan wartawan yang juga menunggunya di Lapangan Terbang Andir. Dia melayani sesi wawancara itu ditemani suguhan air es.
Amelia memuji Lapangan Terbang Andir yang terlihat indah berada di tengah-tengah deretan pegunungan yang melingkari Bandung. Dia bercerita tentang penerbangannya dari Singapura di tengah cuaca yang cerah, walau sempat menerobos sedikit hujan. Ada yang khas dari Amelia, yang selalu memulai perkataannya dengan kata “well”.
“Well, I don ’t know, how far is Soerabaja?” kata Amelia, saat menjawab pertanyaan kota mana yang akan disinggahi selanjutnya.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Amelia Earhart Mampir di Bandung (1)
NGULIK BANDUNG: Boemi Hajoe, Kebun Stoberi Eropa Pertama di Lembang
NGULIK BANDUNG: Riwayat Situ Cileunca, Jurang yang Kini Menjadi Tujuan Wisata Ternama
Singgah di Tangkubanparahu dan Batavia
Amelia mengutarakan niatnya untuk berdiam sehari lebih lama di Bandung. Dia berencana memeriksakan kondisi pesawatnya di fasilitas bengkel pesawat milik KNILM di Lapangan Terbang Andir. Bengkel pesawat KNILM menjadi salah satu bengkel yang direkomendasikan untuk pemeriksaan pesawat Lockhead miliknya, karena maskapai tersebut juga mengoperasikan pesawat dari pabrikan yang sama.
Di Bandung, Amelia menginap di Hotel Preanger. Selepas menaruh barang-barangnya, dia tertarik dengan ajakan Bandoeng Vooruit untuk mengunjungi kawah Gunung Tangkubanparahu menggunakan mobil. Jalan menuju kawah Gunung Tanggkubanparahu dibangun dengan dana kolekan oleh Bandoeng Vooruit demi mempromosikan wisata kota itu (NGULIK BANDUNG: Jalan Gunung Tangkuban Parahu dan Cerita-cerita di Baliknya (2)).
Bandoeng Vooruit tidak melepaskan kesempatan untuk berpromosi dengan mengajak Amelia. Hari itu juga, Amelia diboyong dengan iring-iringan kendaraan mengunjungi kawah Gunung Tangkubanparahu. Amelia sempat diajak singgah di Vila Isola di tengah perjalanan itu, sambil menikmati suguhan teh yang dihasilkan kebun-kebun di Parahyangan.
Esoknya, Selasa, 22 Juni 1937, Amelia menyempatkan diri pergi ke Batavia menggunakan mobil. Tak banyak kisah Amelia yang bisa ditelusuri dalam kunjungannya ke Batavia. Di ibu kota Hindia Belanda itu misalnya Amelia terlacak bertemu dengan Konsul Jenderal Amerika Serikat di Hindia Belanda, Dr. Walter A. Foote (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 23 Juni 1937).
Rabu, 23 Juni 1937, Amelia sudah tiba kembali di Bandung. Hari itu dia berada di Lapangan Terbang Andir untuk memeriksa kondisi pesawatnya yang sudah menjalani perawatan oleh teknisi pesawat KNILM di sana. Serangkaian tes dilakukan pada mesin, dan pesawat dinyatakan siap untuk melanjutkan penerbangannya. Kabar Amelia bersiap meninggalkan Bandung menyebar.
Kamis, 24 Juni 1937, warga Bandung kembali menyemut di Lapangan Terbang Andir. Mereka ingin menyaksikan pilot yang mencuri perhatian masyarakat Hindia Belanda itu mengudara untuk meneruskan perjalanannya menuju kota selanjutnya yakni Surabaya. Amelia ditemani navigatornya mengudara dari Lapangan Terbang Andir pukul dua siang. Pada pukul 4.20 sore, Amelia tiba di Lapangan Terbang Darmo, Surabaya (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 25 Juni 1937).
Singgah di Surabaya
Koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 26 Juni 1937 mengisahkan, seperti di Bandung, warga Surabaya juga antusias berkumpul di Lapangan Terbang Darmo menunggu kedatangan Amelia. Pukul empat lebih sepuluh menit Flying Laboratory terlihat di ufuk barat, terbang lurus, memutari sekali di atas lapangan terbang, lalu tanpa ragu mendarat. Pesawat tersebut menyusuri lapangan terbang lalu berhenti di dekat kerumunan puluhan orang yang menunggu di ujung landasan. Perwakilan Konsul Amerika Tn. Van den Arend, serta Sub-Manajer Socony Mr. Roehm berada di kerumunan menyambut kedatangan Amelia.
Kapten Noonan, navigator Flying Laboratory yang pertama memanjat turun setelah kokpit terbuka. Sosok yang digambarkan bertubuh ramping, mengenakan pakaian olahraga cokelat. Menyusul di belakangnya Amelia. Perempuan itu mengenakan kemeja khaki, dan celana panjang cokelat. Dia memanjat turun sambil tersenyum lebar.
Noonan kemudian melanjutkan mengawasi pengisian bahan bakar pesawat dengan kapasitas tangki mencapai 600 liter. Truk milik Socony membawa 10 drum bensin pesawat merek Stanavo untuk mengisi bahan bakar Flying Laboratory.
Sementara, Amelia melayani pertanyaan wartawan yang sudah menunggunya di Lapangan Terbang Darmo. "Maaf saya sangat terlambat," kata dia.
Amelia menceritakan keterlambatannya tersebut karena berurusan dengan perbaikan peralatan listrik di pesawatnya. Dia mengutarakan keinginannya agar bisa melanjutkan penerbangan secepatnya untuk mengganti waktu yang dihabiskannya di Bandung. “Lebih awal lebih baik,” kata dia
Di Surabaya, Amelia sempat berkeliling. Dia takjub dengan gedung-gedung di kota tersebut. Dia memuji. “Bangunan baru di sini lebih modern daripada di Hollywood,” kata dia.
Amelia hari itu juga menyempatkan menelepon suaminya, George Putnam, pemilik penerbitan di Amerika Serikat. Putnam saat itu tengah berada di Wyoming, di sela perjalanan bisnisnya dari San Fransisco menuju New York.
Kembali ke Bandung
Jumat, 25 Juni 1937, Amelia memutuskan untuk kembali terbang ke Bandung. Peralatan listrik pesawat yang sempat diperbaiki di Andir, ternyata masih bermasalah. Amelia dan Noonan sepakat untuk melakukan perbaikan. Teknisi KNILM di Lapangan Terbang Andir Bandung yang saat itu menjadi satu-satunya teknisi yang berpengalaman melakukan perbaikan pesawat Lockhead di luar Amerika, selain bengkel pesawat di Honolulu, Hawai.
Hari itu juga, pukul enam pagi Flying Laboratory terbang kembali ke Bandung. Sekitar dua jam kemudian, pada pukul 8.20 pagi, Amelia tiba di Bandung.
Koran Soerabaijasch handelsblad tanggal 28 Juni 1937 menuturkan bahwa instrumen elektrik perekam jarak tempuh Flying Laboratory bermasalah. Perangkat tersebut dibutuhkan untuk memandu pesawat untuk melintasi Samudra Pasifik menuju Honolulu, Hawaii. Teknisi KNILM berpengalaman melakukan perbaikan karena instrumen tersebut juga digunakan pesawat Douglas milik maskapai Hindia Belanda tersebut.
Setelah merampungkan perbaikan, Amelia kembali ke Surabaya. Sabtu, 26 Juni 1937 pukul 11.45 siang dia berangkat dari Andir menuju Surabaya. Pukul 2.20 siangnya dia mendarat di Lapangan Terbang Darmo.
Amelia beristirahat di Surabaya. Seharian dia bersama Noonan berkeliling kota. Keduanya sempat mengunjungi Klub Simpang, dan Gedung Modderlust di Dermaga Oedjoeng di kota tersebut. Di Surabaya keduanya bermalam di rumah Tuan Roehm, Manajer Socony di sana.
Minggu, tanggal 27 Juni 1937 pukul 06.25 pagi, Amelia dan Noonan berangkat menuju Koepang. Pukul 12 siang keduanya tiba di Koepang. Esoknya, Senin, 28 Juni 1937, pukul 6.39 pagi, melanjutkan penerbangan menuju Australia. Hari itu juga pukul 20.30 GMT keduanya tiba di Port Darwin, Australia.
Harian Truth, yang terbit di Sydney, tanggal 4 Juli 1937 memberitakan, Flying Laboratory seperti bergegas ingin secepatnya mengakhiri penerbangannya untuk membayar waktu yang dihabiskan melintasi Hindia Belanda. Hanya menginap semalam saja, esoknya, Selasa, 29 Juni 1937, pesawat itu langsung terbang menuju Lae, di New Guinea.
Namun penerbangan Flying Laboratary harus tertunda berhari-hari di Lae. Amelia dan Noonan harus menunggu cuaca terbaik. Dari Lae, keduanya harus singgah di Pulau Howland, pulau terluar milik Amerika Serikat yang berada di tengah-tengah Samudra Pasifik. Pulau atol yang kosong, tak berpenghuni tersebut, sengaja dipersiapkan dengan membangun lapangan terbang darurat, dan simpanan suplai bahan bakar pesawat, pulau yang akan menjadi batu loncatan keduanya menuju Honolulu, Hawaii.
Dari semua penerbangan Amelia dan Noonan yang sudah dilewati, penerbangan dari Lae menuju Pulau Howland yang paling berbahaya. Akhirnya pada hari Kamis, 1 Juli 1937, pukul 10 pagi keduanya berangkat dari Lae, menerbangkan Flying Laboratory menuju Pulau Howland. Butuh waktu delapan belas jam mengudara untuk tiba di Pulau Howland. Tapi Amelia dan Noonan tidak pernah tiba di Howland. Flying Laboratory tidak pernah diketahui keberadaannya sejak penerbangannya hari itu.
*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara www.bandungbergerak.id dengan Komunitas Djiwadjaman