PTM Terbatas Kota Bandung, Anak-anak Wajib Dilindungi sejak di Sekolah sampai Pulang ke Rumah
Kesenjangan ekonomi yang semakin menganga karena pagebluk terjadi pula di Kota Bandung. Ini berdampak pada orang tua dalam menyediakan gawai dan akses internet.
Penulis Tim Redaksi19 November 2021
BandungBergerak.id - Pagebluk semakin menambah rapuhnya sistem pendidikan di negeri ini. Pagebluk juga membuka mata betapa tidak meratanya infrastruktur penunjang ketika pendidikan harus dilakukan jarak jauh yang berlangsung hampir dua tahun.
Sekolah mengeluhkan terbatasnya sarana prasarana, sementara kemampuan murid atau orang tua pun tidak merata. Tidak semua orang tua mampu menyediakan kuota internet secara rutin, gawai pintar, atau laptop.
Hasil survei United Nations Children's Fund atau Unicef maupun Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) berkepanjangan tidak sehat bagi anak. Terutama bagi murid dari negara miskin dan berkembang yang memiliki keterbatasan infrastruktur.
Jika PJJ terus dilanjutkan, badan internasional tersebut khawatir terjadinya kemerosotan kualitas SDM di masa depan yang akhirnya berdampak pada kemiskinan. Karena itu pemerintah di berbagai negara dianjurkan membuka sekolah dengan jaminan keamanan di tengah pandemi Covid-19.
Kesenjangan ekonomi yang semakin menganga karena pagebluk terjadi pula di Kota Bandung, seperti disampaikan salah seorang warga, Manaf (47). Ia mengaku tidak berharap banyak pada pendidikan daring. Anaknya yang sekolah di SD Negeri Cisaranten Kulon memang masih bisa melaksanakan PJJ, namun anak-anak lain tidak sedikit yang kesulitan karena tidak memiliki gawai atau akses internet.
“Saya bersyukur anak masih bisa lancar sekolah, tapi jadi gak adil buat beberapa temannya. Itu masih banyak loh yang orang tuanya gak bisa nyediain HP-lah minimal, kan jadinya bergantung sama privilege,” katanya saat dihubungi, Kamis (18/11/2021).
Manaf menyebut kesenjangan di antara orang tua murid diperparah dengan dampak pagebluk yang menggerus ekonomi. Karena itu pemerintah mesti turun tangan dalam menghadapi persoalan yang dihadapi para orang tua.
Di Bandung, pembelajaran tatap muka (PTM) Terbatas telah digelar sejak September kemarin. Tetapi belum semua sekolah bisa melaksanakan PTM Terbatas. Dari 4.500 satuan pendidikan yang ada di Bandung, baru 2.007 sekolah yang diizinkan menyelenggarakan PTM Terbatas. Sehingga masih ada 2.493 unit sekolah yang masih menjalankan PJJ dan sedang menunggu izin PTM Terbatas.
Lagi-lagi infrastruktur menjadi kendala. Sekolah-sekolah harus menyiapkan sarana prasarana protokol kesehatan untuk menjamin keamanan PTM Terbatas. Sekolah yang tidak memenuhi kriteria tampaknya akan melanjutkan PJJ yang sudah terbukti tidak efektif.
Pemerhati pendidikan, Ben Satriana, mengatakan PTM yang aman adalah PTM yang dapat melindungi anak-anak ketika mereka berada di sekolah sampai kembali lagi ke rumah.
PTM dapat berjalan aman dengan adanya keterbukaan informasi kepada orang tua terkait kesiapan sekolah dalam menyelenggarakan PTM. Sekolah harus jujur pada para orang tua tentang ketersediaan sarana dan prasarana, misalnya.
Setelah mengetahui informasi terkait kesiapan sekolah dalam menjalankan PTM, sekolah juga harus memberikan kebebasan pada orang tua untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini, pihak sekolah juga tidak berhak memaksa seluruh murid-muridnya untuk kembali ke sekolah dan menyelenggarakan PTM.
“Informasi yang perlu disampaikan itu seperti, apakah rasio antara murid dan sarana-prasarana itu memadai atau tidak, kualitas sarana-prasarananya seperti apa, lebih jauh lagi pihak sekolah juga mesti terbuka soal tata ruang dan kondisi kelasnya seperti apa, kesiapan protokol kesehatannya bagaimana. Dengan bekal informasi tersebut orang tua baru bisa memutuskan, anaknya harus ikut PTM atau tidak,” ungkap Ben Satriana, saat dihubungi BandungBergerak.id, Kamis (19/11/2021).
Ben juga menekankan pentingnya pelibatan orang tua dalam pengambilan keputusan. Sayangnya sejauh ini orang tua tidak memiliki kebebasan untuk memutuskan yang terbaik untuk anak mereka. Padahal penting bagi orang tua untuk memastikan bahwa kehadiran anak di sekolah bukanlah karena paksaan pemerintah maupun pihak sekolah.
Terkait masih adanya sekolah-sekolah yang menerapkan PJJ, Ben berpendapat bahwa kenyataannya memang tidak semua sekolah mampu menerapkan PTM. Namun, yang harus dipastikan di sini adalah keseteraan hak pendidikan yang terpenuhi, antara anak-anak yang masih mengikuti PJJ dengan mereka yang sudah menjalani PTM.
“Memang tidak bisa dipaksakan kalau sekolahnya masih memiliki keterbatasan fasilitas. Tetapi, pemerintah harus mendukung proses belajar PJJ agar proses belajarnya tidak terlalu jomplang dengan yang sudah PTM,” ujar Ben Satriana.
Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang, butuh Jaminan Sosial bagi Warga Menengah ke bawah
Orang Tua Siswa Tuntut Jaminan Kesehatan selama PTM Terbatas
Belajar dari Sekolah Nonformal
PJJ bukanlah hal baru yang pernah diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Ernita Yudani (27) berpendapat, seharusnya pemerintah tidak segan meminta masukan dari sekolah yang sudah menjalankan PJJ jauh sebelum pandemi, tanpa harus tergantung pada teknologi.
“Seharusnya sekolah kejar paket (nonformal) sudah gak asing ya, pemerintah juga tahu itu. Selama ini memang banyak program yang dijalankan secara jarak jauh, tapi gak melulu pakai internet, gadget. Ada cara lain,” paparnya kepada Bandungbergerak.id, Kamis (18/11/2021).
Guru sekaligus penyelenggara Sekolah Paket C Bandung di bilangan Soekarno-Hatta itu mengusulkan agar mengoptimalkan penggunaan modul belajar. Modul belajar ini seharusnya sudah disadari sejak lama sejak masa awal Covid-19.
Dari segi ekonomis, pengadaan modul dinilai tidak akan mahal. Tetapi pengadaan modul belajar ini diyakini bisa menjawab masalah pemerataan kualitas pendidikan selama pagebluk. Hanya saja strategi modul belajar akan sulit direalisasikan tanpa kesadaran dan campur tangan pemerintah.
PTM Perlu Dikawal Pelacakan Kontak
Banyak cara sebenarnya yang bisa dilakukan pemerintah dalam menciptakan pemerataan pendidikan di masa pagebluk. Selain itu, pemerintah tentunya harus seksama menyelenggarakan PTM Terbatas. Bagaimanapun, pandemi belum berakhir. Dalam perjalanan PTM, sudah ada beberapa sekolah yang harus dibekukan karena ditemukan kasus positif Covid-19 pada sejumlah murid dan guru.
Sehingga PTM Terbatas harus diiringi dengan pelacakan kontak (tracing, testing, treatment) yang konsisten. Pemkot Bandung menyatakan kasus Covid-19 sudah menurun, begitu juga dengan hasil pelacakan kontak di sela-sela PTM Terbatas. Sayangnya data pelacakan kontak tersebut tidak diketahui. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Sony Adam, sudah dikonfirmasi mengenai data hasil tracing ini, namun datanya belum tersedia.
Sementara merujuk data terakhir Dinkes Kota Bandung pada Oktober 2021, ada sebanyak 14 sekolah yang terpaksa dihentikan sementara dari penyelenggaraan PTM. Sejumlah sekolah itu terdiri dari 5 SD, 2 SMP, yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota Bandung. Sementara itu, terdapat sekitar 26 sekolah lainnya yang ditemukan kasus penularan serupa tapi masih tetap menjalankan PTM terbatas. Berikut daftar sekolah yang sementara dibekukan dari PTM:
SD Negeri Leuwipanjang, SD Negeri 262 Panyileukan, SD Negeri 065 Cihampelas, SD Yas, dan SD Ibnu Tamiyah; SMP Negeri 30 dan SMP Pelita; SMK Negeri 5, SMK Negeri 6, SMK Negeri 7, SMK Negeri 12, SMK Buana Karya, SLB C Sumber Sari, dan SMA Pasundan 2.
*Liputan ini hasil kerja sama tim reporter BandungBergerak.id: Bani Hakiki dan Sarah Ashilah