• Cerita
  • Mendengarkan Suara Anak dan Perempuan Korban Penggusuran Jalan Anyer Dalam

Mendengarkan Suara Anak dan Perempuan Korban Penggusuran Jalan Anyer Dalam

Menjadi korban penggusuran, anak-anak Jalan Anyer Dalam belum masuk sekolah lagi. Selain buku dan sepatu ikut hancur bersama rumah, mereka mengalami trauma.

Seorang anak berdiri di reruntuhan bekas rumahnya yang tergusur di Jalan Anyer Dalam, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jumat (19/11/2021). Sebagian besar anak korban penggusuran ini belum masuk sekolah lagi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau20 November 2021


BandungBergerak.id - Gibran (2) menunjuk arah rumah yang telah rata dengan tanah ketika ditanya sang ibu, Selfia Nurhayati (29). Bayi mungil itu seolah mengerti apa yang menimpa orang tuanya. Tempat mereka berlindung dari panas dan hujan telah lenyap. 

Jumat (19/11/2021) sore itu, percikan hujan menetes di poskamling (Pos Keamanan Lingkungan) di Jalan Anyer Dalam, Batununggal, Kota Bandung, yang dijadikan Selfia dan Gibran tempat berteduh. Mereka tidak sendiri. Ada keluarga-keluarga lainnya yang senasib. 

Di sudut bangunan yang berada tepat di depan reruntuhan rumah warga itu, Kasila Anggina Nurul Azizah (8) secara perlahan menyantap nasi bungkus yang diberikan sang ibu. Anak perempuan itu seperti tidak memiliki gairah makan. Dia makan sebentar, lalu berhenti. Setelah tak sanggup lagi menghabiskan santapannya, Kasila mencuci tangan dari sisa air mineral yang ada di botol plastik. Sisa nasi bungkusnya disodorkan ke sang ibu.

Sila, begitu panggilan akrabnya, menceritakan bagaimana aparat dan kendaraan berat mengepung kawasan Jalan Anyer Dalam. Anak perempuan yang baru duduk di bangku kelas dua sekolah dasar itu menyaksikan rumahnya diruntuhkan secara paksa. 

“Kemarin lagi nangis, soalnya kaget ada beko, terus ada banyak orang datang langsung gebukin pagar. Terus sesudah itu datang beko, mau ngancurin rumah Sila,” tuturnya. 

Sila merupakan siswi aktif di kelasnnya di SD Negeri Pasirkaliki 051. Pada semester kenaikan kelas kemarin, siswi penyuka mata pelajaran Matematika ini berhasil meraih peringkat pertama. Ketika dewasa kelak, Sila ingin menjadi polisi atau guru. 

Kamis (18/11/2021) kemarin seharusnya menjadi jadwal baginya untuk bersekolah tatap muka. Penggusuran rumahnya, yang tak dia ketahui lasannya, membelokkan jalan cerita. Sudah dua hari ini, Sila tak bisa berangkat ke sekolah. Sang ibu memintanya tinggal di rumah karena tak ada yang bisa mengantarkannya ke sekolah.

“Sedih (melihat) rumah dibongkar, jadinya gak bisa sekolah. Hari ini juga ngak sekolah,” ungkap Sila yang berharap rumahnya masih bisa kembali. 

Di sudut musala, tak jauh dari reruntuhan rumah warga, sejumlah anak dan bayi berlindung. Panji Arya Pratama (13), salah satu dari mereka, dengan lahap menyantap mi kuah. Siswa kelas 1 sekolah menengah pertama itu juga sudah dua hari tidak sekolah.

“Kemarin gak sekolah. Keburu dihancurin rumahnya,” katanya. 

Di lahan reruntuhan, Cahaya (11) sedang sibuk bermain bersama temannya, Sifa (7). Siswi kelas 4 sekolah dasar itu seolah enggan pergi. Di tembok kamarnya masih terpasang alfabet. 

“Kemarin deg-degan, hampir nangis,” ungkap Cahaya, yang saat ini bersama keluarganya tinggal di kos-kosan. “Gak bisa belajar, hari ini gak sekolah.” 

Dua anak bermain di depan poster penolakan penggusuran di Jalan Anyer Dalam, Batununggal, Kota Bandung, Jumat (19/11/2021). Sebanyak 25 rumah warga dirobohkan paksa ketika sidang sengketa di pengadilan masih berjalan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Dua anak bermain di depan poster penolakan penggusuran di Jalan Anyer Dalam, Batununggal, Kota Bandung, Jumat (19/11/2021). Sebanyak 25 rumah warga dirobohkan paksa ketika sidang sengketa di pengadilan masih berjalan. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Baca Juga: PT. KAI Bongkar 25 Rumah di Jalan Anyer Dalam, Warga Mengungsi ke Masjid dan Kantor Kelurahan
Setelah Puluhan Tahun Tinggal, Warga Anyer Dalam Terancam Digusur PT KAI

Kehilangan Mata Pencaharian

Di poskamling, Fitri (42) bersama beberapa warga lainnya duduk meratapi rumah-rumah yang tersisa puing-puing. Sesekali mereka saling melontarkan candaan untuk menghibur hati. 

Hereuy (bercanda) ya teh, meskipun rumah sudah ambruk,” celetuk Fitri.

Fitri lahir dan tumbuh di rumah peninggalan orang tuanya di Jalan Anyer Dalam. Dia memiliki dua orang anak. Si sulung, Andika (12), sedang kelas 1 SMP 9 Bandung. Si bungsu adalah Sila. 

Pada saaat terjadi penggusuran, Fitri baru saja selesai belanja kebutuhan warungnya di Pasar Kiaracondong. Dia membeli bahan-bahan untuk membuat basreng. Fitri membuka warung kecil yang menjual basreng dan es untuk membantu sang suami, seorang sales sosis, menghidupi keluarga.

Setelah rumahnya runtuh, Fitri bergabung dengan beberapa warga lainnya menghabiskan malam di tenda darurat. Yang lain menumpang menginap di rumah salah satu warga.

“Di tenda, sampai setengah 2 malam gak tidur. Pada ngobrol, ga bisa tidur. Makan juga susah,” ujarnya.

Selfia Nurhayani (29), ibunya Gibran, juga kehilangan rumah sekaligus mata pencaharian. Sejak dua tahun lalu, setelah memutuskan berhenti sebagai karyawan sebuah toko tas di Pasar Baru untuk merawat ketiga anaknya, dia membuka warung yang menjual aneka jajanan, seperti pisang keju, burger, serta seafood beku. Meski tak seberapa, hasil jualan kecil-kecilannya itu bisa menyokong sang suami yang bekerja sebagai pegawai toko di Pasar Baru.

“Kalau pegawai toko itu kan harian lepas. Gajinya per hari. Kalau gak masuk kerja, gak dapat uang,” kata Selfia. 

Penggusuran membuat Selfia kehilangan sumber pendapatan tambahan keluarga. Dia pun mencemaskan peruntungan anak-anaknya nanti. Dua kakak Gibran masih duduk di bangku sekolah dasar. Sudah dua hari ini mereka membolos jadwal mengikut Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sekolah. Padahal ujian tengah semester tak lama lagi.  

“Sekarang aja saya bingung, seragamnya di mana, bukunya (di mana). Sepatunya gak tahu di mana,” ungkap Selfia.

Toh Selfia masih punya harapan. Dia ingin agar rumahnya, yang telah menjadi peninggalan orangtuanya, bisa kembali agar dia dan anak-anaknya bisa tinggal secara layak.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//