• Berita
  • Urgensi Memperketat Protokol Kesehatan di Kota Bandung selama Periode Nataru 2022  

Urgensi Memperketat Protokol Kesehatan di Kota Bandung selama Periode Nataru 2022  

Pengalaman pandemi Covid-19 pada gelombang-gelombang penularan sebelumnya terbukti bahwa jumlah kasus Covid-19 meningkat pascalibur panjang.

Antrean warga menuju area registrasi vaksin Covid-19 di kawasan wisata Dusun Bambu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (15/9/2021). Vaksinasi massal ini menggunakan vaksin Covid-19 Moderna. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana9 Desember 2021


BandungBergerak.idLibur Natal dan tahun baru atau Nataru 2022 kini di depan mata. Pengalaman pandemi Covid-19 pada gelombang-gelombang penularan sebelumnya terbukti bahwa jumlah kasus Covid-19 meningkat pascalibur panjang, seperti lebaran 2020, nataru 2021, maupun lebaran 2021.

Di Bandung, pada periode pascalibur lebara Juni dan Juli 2021, jumlah kasus  positif aktif yang membutuhkan perawatan sempat mencapai 10.000 orang. Akibatnya, ruang-ruang rawat inap rumah sakit kewalahan, ribuan pasien harus menjalani isolasi mandiri di rumah atau ruang isolasi nonrumah sakit.   

Saat ini, kasus Covid-19 Kota Bandung memang sedang turun. Data Bandung.go.id per 7 Desember 2021 menunjukkan jumlah kasus aktif sebanyak 52 kasus. Total kasus positif 43.450 orang, sebanyak 41.975 orang di antaranya sembuh, dan 1.423 orang meninggal dunia.

Berkaca dari ledakan jumlah kasus pascalibur panjang tersebut, epidemolog mengimbau pemerintah agar menegakkan aturan penerapan protokol kesehatan 5M dan vaksinasi Covid-19. Masyarakat diminta disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan aturan prokes lainnya. Dan ini harus disosialisasikan pemerintah pusat dan daerah.

Hal itu penting untuk mencegah gelombang baru sekaligus menangkal virus corona varian baru, kata epidemiolog UGM, Bayu Satria Wiratama, mengutip laman resmi UGM, Kamis (9/12/2021). Bayu menyayangkan pemerintah membatalkan penerapan PPKM Level 3 Nataru. Menurutnya, salah satu alasan pembatalan pembatasan sosial tersebut karena kondisi Covid-19 di Indonesia sudah membaik dan vaksinasi di wilayah Jawa dan Bali telah mencapai target kurang sesuai.

Padahal menurut Bayu, capaian vaksinasi Covid-19 di Indonesia belum memenuhi target. "Alasan vaksin mencapai target itu kurang setuju. Kondisi Covid-19 membaik memang tapi vaksinasinya masih belum bagus," jelasnya.

Indonesia belum memenuhi target WHO untuk mencapai vaksinasi Covid-19 sebesar 40 persen populasi. Saat ini, capaian vaksinasi Covid-19 di tanah air baru sekitar 37 persen populasi dengan kondisi yang belum merata. Misalnya, jumlah lansia masih kurang sekali dibandingkan dengan masyarakat umum dan pekerja.

Bandung, sebagai ibu kota Jawa Barat, menjadi salah satu kota dengan capaian vaksinasi yang cukup tinggi. Per 7 Desember 2021, total sasaran vaksinasi Covid-19 mencapai 1.952.358 orang, vaksin dosis pertama 1.936.553 orang, dan vaksin dosis kedua 1.708.548 orang.

Jumlah capaian vaksinasi di Bandung telah melampaui 70 persen dari sekitar 2,5 juta total penduduk. Meski demikian, capaian vaksinasi di Bandung tetap perlu dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan maupun mobilitas khususnya selama periode Nataru 2022.

Baca Juga: Kekerasan Seksual Menimpa 12 Santriwati Anak di Bandung, Saatnya Lebih Serius Menangani Masalah Kekerasan terhadap Anak
Ancaman Gelombang Baru Covid-19 di saat PPKM Level 3 Dibatalkan

Kabar cukup positifnya, kendati PPKM level 3 dibatalkan, Bayu menilai masih ada beberapa kebijakan yang diadopsi pemerintah untuk memperketat mobilitas. Salah satunya orang dengan status vaksin lengkap yang boleh bepergian dengan pesawat maupun jalur lainnya ditambah antigen 1x24 jam.

Hal itu dinilai sangat bagus untuk membatasi mobilitas mereka yang belum mendapatkan vaksin di mana risikonya lebih tinggi untuk tertular atau menjadi sakit dibandingkan yang sudah mendapatkan vaksin. Selain itu, aturan terkait perjalanan internasional juga diperketat sehingga baik untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penularan karena kasus impor.

Peneliti Pusat Kedokteran Tropis UGM ini menegaskan pemerintah daerah dan pemerintah pusat tetap wajib meningkatkan kapasitas 3T (testing, tracing, treatment) menjelang periode nataru. Pasalnya, meski mobilitas berusaha dibatasi, namun jalur darat via kendaraan pribadi masih mempunyai kemungkinan lolos dari pengetatan.

"Oleh sebab itu, program 3T tetap harus ditingkatkan terutama testing dan tracing diperkuat dengan menambah kapasitas khusus menjelang periode nataru, memastikan logistik di faskes mencukupi, aktivasi isoter dan RS lapangan serta memastikan nakesnya tersedia," terang Bayu Satria Wiratama.

Tak hanya itu, Bayu mengimbau masyarakat untuk patuh 5M selama beraktivitas di periode Nataru 2022. Tidak kalah pentingnya, upaya skrining dengan aplikasi peduli lindungi harus lebih ketat dan konsisten.

"Jadi, sebenarnya ada PPKM level 3 atau tidak yang penting konsistensi dan pembatasan mobilitas bagi non vaksin, peningkatan 3T terutama saat periode dengan mobilitas yang diprediksi meningkat, mempercepat vaksinasi dan cakupannya diperluas, serta disiplin 5M," tegasnya.

Menurut data nasional, kasus aktif atau pasien positif yang masih membutuhkan perawatan medis di Indonesia sebanyak 5.363 kasus. Sementara pasien terkonfirmasi positif bertambah sebanyak 264 kasus, per 8 Desember 2021. Total atau jumlah kumulatif pasien positif sejak awal pagebluk mencapai 4.258.340 kasus.

Di samping itu, pasien meninggal juga bertambah lagi sebanyak 16 kasus dan kumulatifnya mencapai 143.909 kasus. Sementara angka kesembuhan harian bertambah 351 orang sembuh per hari. Total kesembuhan menembus angka 4,1 juta orang, tepatnya 4.109.068 orang.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//