• Kampus
  • Tim Abdimas Filsafat Unpar Tanamkan Pola Pikir Kritis pada Anak Sekolah

Tim Abdimas Filsafat Unpar Tanamkan Pola Pikir Kritis pada Anak Sekolah

Kegiatan abdimas Filsafat Unpar ini juga diharapkan meningkatkan kompetensi kepribadian para guru agar menjadi teladan bagi para peserta didik. 

Fakultas Filsafat Unpar bekerja sama dengan Sekolah Menengah Atas Santa Maria 1 Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). (Dok. Unpar)

Penulis Iman Herdiana13 Januari 2022


BandungBergerak.idBerpikir kritis dan ilmiah perlu diperkenalkan sejak dini. Hal ini penting dalam membentuk kepribadian peserta didik, seperti yang dilakukan Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (FF Unpar) yang berusaha menanamkan nilai-nilai tersebut melalui Perjanjian Kerja Sama bersama Sekolah Menengah Atas Santa Maria 1 Kota Bandung.

Kerja sama terkait kegiatan pengabdian masyarakat (abdimas) itu guna mendukung Program Sekolah Penggerak demi perwujudan Profil Pelajar Pancasila. Abdimas yang dilakuan tim yang diketuai Willfridus Demetrius Slga itu mengangkat fokus “Implementasi Kemampuan Berpikir Kritis dan Pemahaman Inklusi Sosial dalam Konteks Kebhinekaan”.

“Berpikir kritis menjadi kompetensi generasi abad 21 dan menjadi dasar bagi ilmu-ilmu STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics). Kita bicara berpikir ilmiah dan berpikir sehari: deduksi, induksi dan abduksi untuk pemecahan masalah. Artinya, perlu kemampuan abstraksi melalui pendekatan yang dikenal dengan design thinking,” tutur Willfridus, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/1/2022).

Penandatanganan PKS dalam hal ini diwakili Ketua Pengabdian Willfridus Demetrius Slga, sementara dari Santa Maria 1 diwakili Markus Sentot Sunardio selaku Kepala Sekolah. Selain Willfridus, tim abdimas juga beranggotakan Kritining Seva, dan Jh. Fandi Gilar Saputro.

Kegiatan abdimas ini bertujuan untuk mendukung Program Sekolah Penggerak demi mewujudkan visi pendidikan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian. Melalui terciptanya Profil Pelajar Pancasila secara holistik; meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam mengelola proses pembelajaran atau interaksi belajar-mengajar dengan peserta didik melalui teori berpikir kritis, pemahaman inklusi sosial, pengembangan modul pembelajaran untuk menggali potensi dan penguatan karakter mahasiswa.

Willfridus mengatakan, program tersebut merupakan proyek pertama dengan menyasar sekolah menengah. Fokus pada penguatan Profil Pelajar Pancasila untuk siswa sekolah menengah sesuai dengan capaian dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

“Tim dosen menjadi inisiator dan fasilitator. Artinya kita akan terlibat bersama para guru untuk pembuatan modul melalui role play, observasi, riset, workshop, desain alur modul, implementasi, dan refleksi,” ucapnya.

Kegiatan abdimas ini pun dilakukan guna meningkatkan kompetensi kepribadian berkaitan dengan karakter guru agar menjadi teladan bagi para peserta didik dan membantu peserta didik memiliki kepribadian yang baik dengan memberi penekanan pada aspek kepribadian yang meliputi kemandirian, berpikiran terbuka, laitis, memiliki perilaku yang berpengaruh positif, menjadi teladan dan menghormati keberagaman.

Metode yang digunakan dalam pengabdian ini meliputi tahap pengenalan, tahap kontekstualisasi dan tahap aksi. Guru membuat rancangan modul yang mendukung ketersediaan fasilitas publik yang inklusif bagi siswa maupun untuk komunitas diluar sekolah, sebagai aksi nyata dalam membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan berkelanjutan, sebagai contoh yang dapat diadaptasi oleh siswa nantinya sebagai perwujudan Profil Pelajar Pancasila, yakni Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis, dan Kreatif.

Di tahap pengenalan, guru diajak mengenali dan menggali lebih dalam tentang berbagai keberagaman individu dan budaya. Serta mengenal berbagai peran individu dalam demokrasi dan konsep inklusi sosial. Guru juga diajak mengidentifikasi keberadaan siswa dengan segala latar belakangnya.

Tahap kontekstualisasi, guru melakukan riset terpadu dan mandiri serta melihat konteks lingkungan sekitar yang berkaitan dengan keragaman dan inklusi sosial. Guru pun merumuskan gagasan dalam sebuah rangkaian kegiatan. Sementara di tahap aksi, guru membentuk pengetahuan, membangun kesadaran dan melakukan penyelidikan kritis serta merencanakan solusi aksi dengan uji coba/simulasi kegiatan yang sudah dirancang.

Realisasi dari program ini hendak mengajak para guru untuk ikut berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, memahami sudut pandang yang berbeda-beda, aktif berpartisipasi menyuarakan keragaman dan demokrasi, serta menerima keragaman sebagai identitas Indonesia.

Pengabdian ini pun memiliki beberapa target luaran yang ingin dicapai, yaitu Modul Pengembangan Karakter Profil Pelajar Pancasila untuk siswa Sekolah Menengah Atas; Seminar Pengembangan Kompetensi Guru; HAKI Modul; dan Publikasi Jurnal Pengabdian.

Baca Juga: Unpar Perkenalkan Pelajar SMA pada Ilmu Bisnis Digital dan Filsafat
HMPS Fakultas Filsafat Unpar Gelar Lomba Esai Nasional

Menanam Toleransi

Unpar satu dari sedikit kampus yang memiliki fakultas filsafat. Fakultas yang mendalami induknya semua ilmu itu bercorak menghormati kebebasan berpikir, keberagaman atau kebhinekaan yang menjadi kekhasan Indonesia, seperti tercermin dari acara Dies Natalis ke-52 Fakultas Filsafat Unpar tahun lalu, tepatnya Maret 2021, dan kini tiga bulan lagi fakultas ini akan bertemu dies natalis yang ke-53.

Dies tersebut menghadirkan orasi ilmiah dari Bartolomeus Samho yang mengulas “Pembelajaran Toleransi untuk Mencegah Radikalisme: Perlukah?”. Dalam paparannya selama 40 menit, Samho  menyoroti hubungan antara proses pembelajaran dalam sistem pendidikan Indonesia dengan fenomena radikalisme dan intoleransi yang marak belakangan ini.

Samho mengamati bahwa fenomena ini semakin meningkat di kalangan anak-anak saat ini. Oleh karenanya, ia melihat pendidikan di sekolah perlu memperkuat nilai-nilai keberagaman guna menangkal tumbuhnya radikalisme. Data yang didapat dari pengamatannya juga memperlihatkan pentingnya metode belajar yang tepat, seperti kerja kelompok, guna menumbuhkan semangat keterbukaan dan toleransi peserta didik.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//