Perajin Tempe Tahu Jawa Barat Mengumumkan Mogok Massal 3 Hari
Mogok perajin tempe tahu akan dilakukan mulai 21 hingga 23 Februari 2022. Kasus ini sudah berulang, pemerintah harus mencari solusinya.
Penulis Iman Herdiana14 Februari 2022
BandungBergerak.id - Harga kedelai kembali bergejolak yang berimbas meruginya para perajin tempe tahu. Untuk mengurangi kerugian yang semakin parah, para perajin tempe tahu se-Jawa Barat yang menggunakan kedelai sebagai bahan baku produk mereka, memutuskan mogok massal selama tiga hari mulai 21 hingga 23 Februari 2022.
Mogok produksi tempe tahu tersebut akan diikuti dengan kenaikan harga tempe tahu yang mereka projduksi di kisaran 20-30 persen. Dengan demikian, para konsumen diharapkan memakluminya, dan pemerintah bisa mencarikan solusinya.
Ketua Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) Jawa Barat Asep Nurdin mengatakan keputusan mogok dan menaikan harga itu merupakan hasil musyarawah dengan para perajin tempe tahu yang tergabung dalam Kopti, Senin (14/2/2022).
“Dalam rangka mengantisipasi kenaikan kedelai yang terus-menerus, dan kemunginan akan naik kembali, kita imbau ke perajin tempe tahu untuk mogok produksi, mogok jualan, atau berghenti jualan, selama 3 hari dari tanggal 21-23 Februari 2022,” kata Asep Nurdin, membacakan hasil rapat, saat dihubungi BandungBergerak.id.
Pengumuman itu disusul dengan imbauan agar pelaksanaan mogok produksi dilakukan dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan kegaduhan. Hasil rapat juga menyampaikan permohonan maaf kepada konsumen tempe tahu, bahwa pemogokan tersebut akan diikuti dengan kenaikan harga tempe tahu.
“Permohonan maaf sebesar-besarnya kepada konsumen tempe tahu bahwa diumumkan harga tempe tahu akan mengalami kenaikan kisaran 20-30 persen dari harga sekarang,” katanya.
Terakhir, para perajin tempe tahu meminta importir agar tidak membikin resah perajin. Kalaupun terjadi kenaikan pada kedelai, importir harus melakukan dengan cara sebaik-baiknya dan tidak meresahkan perajin tempe tahu.
Dalam beberapa hari ke belakang ini, para perajin tempe tahu resah dengan kenaikan harga kedelai. Sementara untuk menaikan harga tempe tahu, mereka tidak bisa melakukan sembarangan karena akan diprotes konsumen.
Saat ini, harga kedelai dari pemasok ke pasar Rp 10.750 per kilogram. Sedangkan harga kedelai dari pasar ke konsumen, termasuk ke perjin-perajin tahu, antara Rp 11.000 sampai Rp 12.000. Diperkirakan harga ini akan terus naik.
Penyebab kenaikan harga kedelai karena gagal panen yang terjadi di Brazil dan Argentina. Selama ini perajin tempe tahu di Indonesia amat tergantung pada kedelai impor tersebut. Sehingga jika terjadi geojak kedelai di luar negeri, mereka yang terdampak duluan.
Perajin tempe tahu di Jawa Barat ada sekitar 7.000 perajin. Bahkan jika ditambah dengan perajin yang tidak masuk Kopti jumlahnya bisa mencapai 20.000 perajin. Sedangkan kebutuhan kedelai untuk Jawa Barat dalam sebulan mencapai 7.000 ton, namun baru terpenuhi 3.000 ton saja.
“Jumlah kebutuhan kedelai untuk Kopti saja 3.000 ton sebulan. Kalau dengan yang di luar Kopti bisa 15.000-an ton,” kata Asep.
Baca Juga: Stok Kedelai Kota Bandung Aman, Harganya Tidak Aman
Harga Kedelai Tak Terkendali, Perajin Tahu Tempe Bandung Terpaksa Bakal Mogok Produksi
Bagaimana dengan Peran Pemerintah?
Keresahan para perajin tempe tahu karena melambungnya harga kedelai bukan kali ini saja terjadi. Pada Mei 2021 lalu, para perajin tempe tahu juga melakukan mogok produksi selama tiga hari. Saat itu harga kedelai melambung dari Rp 7.600, ke Rp10.700-Rp 11.000 per kilogram. Namun masalah berulang ini tak menjadi cermin bagi pemerintah untuk mengantisipasi dan mencari solusinya.
“Solusi dari pemerintah, harusnya bisa menekan importir jangan naik terus (kedelainya). Turunkan harga kedelai, jangan segitu. Ini seolah dibiarkan. Kalau misalnya kedelai dipatok dari pemerintah sekian,” ungkap Asep.
Menurutnya, kunci menghadapi gejolak harga kedelai ada di pemerintah. Solusi lain yang bisa dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pertanian kedelai lokal. Asep menegaskan, jika petani lokal digalakkan pihaknya siap menampung hasil panen mereka.
Namun lagi-lagi Kopti tidak bisa sendirian. Karena jika petani lokal dikerahkan menanam kedelai, mereka memerlukan jaminan yang melindungi mereka. Jangan sampai mereka bentrok dengan kedelai impor. Tanpa regulasi yang jelas, para petani nantinya malah rugi akibat kedelai impor.
“Jadi kuncinya ada di pemerintah, tetap,” kata Asep Nurdin.
Tidak menutup kemungkinan jika setelah mogok produksi dan menaikan harga produk mereka, namun harga kedelai tetap melambung, maka para perajin akan melanjutkan aksi lanjutan berupa unjuk rasa. Diharapkan aksi ini membuka mata pemerintah.