Rumah Sakit di Jawa Barat Harus Siap Menghadapi Ledakan Omicron
Kewaspadaan dan antisipasi menghadapi gelombang varian Omicron saat ini justru harus lebih baik karena kita pernah menghadapi varian Delta.
Penulis Iman Herdiana15 Februari 2022
BandungBergerak.id - Melesatnya kasus Omicron di Jawa Barat telah mendongkrak tingkat keterisian rumah sakit. Ini menandakan varian Omicron yang tidak lebih ganas dari varian-varian virus corona sebelumnya, tidak bisa dianggap enteng. Omicron telah terbukti menimbulkan penyakit parah yang memerlukan perawatan medis.
Bed Occupancy Rate (BOR) rumah sakit Jawa Barat meningkat hingga 44.67 persen, berdasarkan data Satgas COVID-19 Jabar hingga tanggal 13 Februari 2022. Angka ini sejalan dengan terus naiknya jumlah kasus baru Covid-19 di kabupaten/kota di Jawa Barat, salah satunya di Kota Bandung yang selalu menjadi episentrum di kala terjadinya ledakan kasus.
Peta Covid-19 Kota Bandung hingga data termutakhir Senin (14/02/2022) mencatat terdapat 5.333 kasus positif aktif. Jumlah ini hasil penambahan 349 kasus baru pada sehari sebelumnya.
Ketua Harian Satgas COVID-19 19 Jabar Dewi Sartika mengatakan, persentase BOR rumah sakit Jawa Barat masih di bawah standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 60 persen. Namun demikian, ia tetap meminta semua orang harus waspada.
“Meskipun masih di bawah batas maksimal WHO, 60 persen. Kita tetap mengimbau masyarakat yang terkena dan bergejala ringan supaya melakukan isolasi mandiri di rumah atau di tempat isolasi terpadu yang ada di wilayah dengan pantauan puskesmas setempat," kata Dewi Sartika, dalam siaran persnya, Senin (14/2/2022).
Menghadapi gelombang Covid-19 kali ini, Pemda Provinsi Jabar telah menambah ketersediaan tempat tidur rumah sakit untuk pasien Covid-19 total sebanyak 9.907 yang sejauh ini sudah terisi 4.425 tempat tidur.
Dewi mengatakan, jumlah 9.907 itu sudah mengalami penambahan sebanyak 164 tempat tidur, berikut dengan fasilitas penunjang seperti ketersediaan oksigen. “Namun yang kita harapkan tentu saja segala fasilitas yang kita siapkan, semoga saja tidak terpakai (karena penanganan terkendali)," jelasnya.
Dewi juga menjelaskan keterisian tempat tidur di tempat isolasi nonrumah sakit. Menurutnya, saat ini tempat isolasi nonrumah sakit di Jabar sebanyak 14 lokasi yang tersebar di kabupaten/kota. Hingga tanggal 13 Februari ada tujuh tempat isolasi yang sudah melaporkan pembaruan data, yaitu Kota dan Kabupaten Bogor, Kota Cimahi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, dan BPSDM Jabar.
"Saat ini ada kenaikan keterisian tempat tidur di tempat isolasi khusus, update terakhir tanggal 13 Februari sebesar 38.76 persen atau sebanyak 395 tempat tidur yang terisi dari jumlah total 1.019 tempat tidur," ujarnya.
Baca Juga: Bahaya Terselubung di Balik Melesatnya Gelombang Omicron di Indonesia
Situasi Meriah Bandung Malam Hari di Kala PPKM Level 3
Berikut Ini Alamat dan Nomor Telepon Agen Oksigen Medis Kota Bandung
Omicron tak Bisa Disepelekan
Meningkatnya BOR rumah sakit di Jawa Barat karena varian Omicron menandakan bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir. Pemerintah maupun masyarakat harus lebih sabar dalam menjalankan peran pencegahan serangan virus yang kini telah memasuki tahun ketiga.
Boleh membandingkan keganasan varian Omicron dengan varian sebelumnya yang lebih ganas, misalnya varian Delta, yang melumpuhkan rumah sakit pada pertengahan tahun 2021 lalu. Tetapi perbandingan ini tidak lantas membuat lengah dan hilangnya kewaspadaan, apalagi menyepelekan varian Omicron yang memang kebanyakan pasien memiliki gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali.
Tetapi Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Gunadi, mengingatkan meski tidak seganas varian delta, tetap saja varian Omicron dapat memberikan risiko pada mereka yang rentan, manula, lansia, anak-anak, pasien dengan komorbid dan mereka yang tidak mendapatkan vaksin karena alasan kesehatan.
Kewaspadaan dan antisipasi menghadapi gelombang Omicron saat ini justru harus lebih baik karena kita pernah menghadapi varian Delta. Pencegahan ini penting untuk mengerem lonojakan kasus harian yang akan terus menekan rumah sakit. Terlebih penularan varian Omicron 5 kali lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya, sehingga BOR berpeluang besar terus bertambah jika aspek pencegahannya lengah.
Dan perlu di ingat, rumah sakit di berbagai tempat di belahan dunia pernah luluh karena badai pandemi ini. Rumah sakit di Jawa Barat, misalnya, pada 4 Juli 2021 tercatat BOR-nya sempat menyentuh 90,69 persen.
Bahkan di Amerika Serikat yang sistem kesehatannya jauh lebih maju dibandingkan Indonesia, saat ini justru menghadapi lonjakan pasien Omicron.
Menurut Gunadi, bila dilihat gejalanya varian Omicron memang lebih ringan dari Delta. Dengan hospitalisasi tidak setinggi sewaktu Delta bukan berarti pemerintah dan masyarakat abai. Indonesia bisa belajar dari data yang terjadi di Amerika Serikat saat ini. Data di AS saat ini memperlihatkan hospitalisasinya jauh lebih tinggi dibanding saat varian delta.
”Di AS seperti itu, bagaimana dengan Indonesia? Sampai saat ini hospitalisasinya memang belum tinggi tapi jangan abai karena pengalaman beberapa negara termasuk Australia dan beberapa negara maju lainnya ternyata sudah terdampak dengan omicron, padahal sistem kesehatan mereka jauh lebih siap dibanding kita," imbuh Gunadi, mengutip laman resmi UGM, Selasa (15/2/2022).
Pembatasan Sosial
Sebagai upaya pengendalian penularan yang cepat, Gunadi menuturkan pemerintah semestinya juga bisa mengambil manfaat keberhasilan pengalaman sebelumnya. Kebijakan pembatasan sewaktu menghadapi gelombang varian Delta bisa dijadikan pertimbangan untuk pengendalian tingginya penularan varian Omicron saat ini.
Artinya dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan aspek-aspek lain, perlu kiranya pemerintah mengambil langkah kebijakan sama seperti di saat menghadapi varian Delta. Artinya aktivitas masyarakat betul-betul dibatasi agar varian Omicron tidak menyebar secara cepat.
“Stop aktivitas beberapa minggu. Memang tidak langsung kelihatan, tetapi setelah beberapa bulan terlihat turun, dan itu perlu dilakukan kembali," papar Gunadi.
Terkait hal itu, ia pun mengusulkan ke pemerintah pusat untuk mengeluarkan semacam Surat Edaran sebagai panduan untuk daerah-daerah dalam upaya mengurangi penularan. Sehingga jika pemerintah daerah perlu melakukan pembatasan aktivitas masyarakat memiliki panduan yang jelas.