• Kolom
  • JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (23): Partindo Cabang Bandung Menyerang Mohammad Hatta

JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (23): Partindo Cabang Bandung Menyerang Mohammad Hatta

Mohammad Hatta yang tidak setuju dengan pembubaran PNI mendapat serangan balik dari Partai Indonesia Cabang Bandung.

Hafidz Azhar

Penulis esai, sejak September 2023 pengajar di Fakultas Ilmu Seni dan Sastra Universitas Pasundan (Unpas), Bandung

Mohammad Hatta (tengah, di belakang meja bundar) saat konferensi pers. Dipublikasikan 1947. (Sumber: KITLV 405313)

12 Maret 2022


BandungBergerak.idPartai Indonesia Cabang Bandung melalui surat kabarnya, Simpaj, menyerang Mohammad Hatta sebagai buntut dari masalah pembubaran Partai Nasional Indonesia. Setelah dibubarkannya PNI oleh Sartono, Mohammad Hatta melayangkan surat terbuka, dan menyebut Sartono “Toekang Pemboebar PNI”. Pernyataan itu kemudian dikutip kembali oleh Simpaj hingga menyerang balik Mohammad Hatta secara terus-menerus bersamaan dengan hukuman skors yang didapatnya dari Perhimpunan Indonesia.

“Saha anoe henteu terang ka Mohammad Hatta. Bareto pamanggoel Perhimpoenan Indonesia di Nagri Walanda. Ajeuna enggeus dischors koe Perhimpoenan Indonesia, sabab noeroetkeun katerangan, nja eta Mohammad Hatta geus ngadjalankeun politiek Tjap Dewa. Dina Daulat Ra’jat No. 7, Moh. Hatta geus njieun soerat ka Mr. Sartono anoe njeboet-njeboet, ‘Sartono toekang pemboebar PNI’, ajeuna geus ngangsoerkeun leungeun ka Perhimpoenan Indonesia (Siapa yang tidak mengenal Mohammad Hatta. Dulu ia sebagai pemangku Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda. Sekarang ia telah mendapat skors dari Perhimpunan Indonesia, karena menurut keterangan, Mohammad Hatta sudah menjalankan politik Cap Dewa. Dalam Daulat Ra’jat No. 7 Mohammad Hatta telah membuat surat kepada Mr. Sartono yang menyebut, ‘Sartono toekang pemboebar PNI’ sekarang telah menyodorkan tangan kepada Perhimpunan Indonesia)” (Simpaj 17 Desember 1931).

Mohammad Hatta menulis surat kepada Sartono yang dimuat dalam Daulat Ra’jat nomor 8 edisi 30 November 1931. Selain mencap Sartono sebagai tukang pembubar PNI, dalam surat itu Hatta juga mengucapkan selamat kepada Sartono. Meski demikian Hatta tetap menganggap Sartono sebagai lawan. Terbukti dalam surat itu ia mengungkapkan:

“Tetapi ada satoe harapan saja kepada seorang lawan jang berbahagia! Moga-moga Mr. Sartono, Toekang Pemboebar PNI, jangan nanti mendjadi pemboebar PI (Partindo)—PI poela, kalau tangan jang dioendjoekkan oleh Perhimpoenan Indonesia, jang didjabatnja dengan girang hati, berasa panas bagi dia. Karena, kalau dia berlakoe lagi begitoe, nanti dia akan ditertawakan orang dan tjoloknja sebagai pemimpin akan toeroen” (Daulat Ra’jat 30 November 1931).

Akibat pernyataan Hatta dalam surat itu pengurus Perhimpunan Indonesia lalu memberikan hukuman yang menyebabkan berbagai reaksi dari kaum pergerakan. Maka pada Senin tanggal 15 November 1932, seluruh anggota Studieclub di Indonesia mengadakan rapat di Gedung BPRI, di Astana Anyar, Bandung, pada Senin 15 November 1931. Pertemuan ini digelar sebagai bentuk kekecewaan kepada pihak Perhimpunan Indonesia di Belanda. Dengan menghasilkan tiga keputusan yakni:

“1. Menjatakan ketjiwanja atas pimpinan Perhimpoenan Indonesia di Nederland itoe. 2. Membenarkan, bahkan amat memoeliakan sikap saudara Mohd. Hatta jang ditjela oleh Perhimpoenan Indonesia itoe. 3. Mengirimkan mosi ini kepada saudara Mohd. Hatta, Perhimpoenan Indonesia, soerat-soerat kabar Indonesia, dan Het Volk di Negeri Belanda” (Daulat Ra’jat 10 Desember 1931).

Baca Juga: JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (19): Kongres Pertama Pendidikan Nasional Indonesia di Bandung
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (20): Sukarno Pidato dalam Kongres Pertama Pendidikan Nasional Indonesia di Bandung
JEJAK KAUM NASIONALIS DI BANDUNG (21): Pulang dari Belanda, Mohammad Hatta Berkiprah di Bandung

Surat kabar Simpaj 17 Desember 1931 memuat serangan terhadap Mohammad Hatta.
Surat kabar Simpaj 17 Desember 1931 memuat serangan terhadap Mohammad Hatta.

Diserang Partindo Cabang Bandung

Sebagai pengurus yang berada di bawah pimpinan Sartono, Partindo cabang Bandung turut membela kedudukan Sartono dengan terus melakukan serangan kepada Hatta. Pada edisi 1 Desember 1931, rengrengan Simpaj mengkritik Hatta dengan gencar. Kali ini mengarah pada sikapnya yang kontradiktif. Di halaman muka, redaksi Simpaj menulis, “Mohammad Hatta, waktoe Perhimpoenan Indonesia ngajakeun protestmeeting vonnis Landraad Bandoeng, teu daek miloe protest naon sababna? (Mohammad Hatta, ketika Perhimpunan Indonesia mengadakan pertemuan protes untuk putusan pengadilan Bandung, tidak ikut serta apa sebabnya?)”. Selanjutnya surat kabar yang dipimpin oleh Gatot Mangkoepradja itu juga menyindir Mohammad Hatta. Sindiran yang dilancarkan oleh Simpaj berasal dari keterangan Dr. Rivai yang menyatakan bahwa, “Mohammad Hatta, ngarep-ngarep meunang pagawean ti Goebernemen Hindia Belanda! Non Cooperator? (Mohammad Hatta berharap mendapat pekerjaan dari kebaikan Hindia Belanda! Non Koperatif?(Simpaj 1 Desember 1931).

Bahkan serangan rengrengan Simpaj yang kian meruncing itu menilai bahwa Hatta mustahil tidak memahami landasan pemerintah kolonial melarang PNI beroperasi. Hal ini berlaku bagi kalangan yang setuju dengan sikap Hatta, dan menjadi sasaran Gatot Mangkoepradja dkk. karena dianggap tidak konsisten.

“Benerna mah koedoe consequent. Oepama njeboet henteu moepakat, koedoe toeloejkeun. Anggap jen Mr. Sartono cs. geus kaloear ti PNI anoe ditibanan hoekoeman koe Landraad. Ari PI mah teroes terang lain PNI anoe geus marhoem, tapi djadi gagantina, noeloejkeun pagawean ngoedag kana kamerdikaan Indonesia (Sebaiknya mesti konsekuen. Seumpama menyebut tidak mufakat, harus dilanjutkan. Anggap saja bahwa Mr. Sartono cs. sudah keluar dari PNI yang terkena hukuman pengadilan. Kalau PI sendiri terus terang bukan PNI yang sudah wafat, melainkan menjadi penggantinya, meneruskan pekerjaan dalam mengejar kemerdekaan Indonesia) (Simpaj 1 Desember 1931).

Selain itu Simpaj juga menyebutkan bahwa Mohammad Hatta kerap menyombongkan diri sendiri sebagai tokoh yang berpengaruh bagi dunia pergerakan di Indonesia. “Sejak dulu, Hatta selalu menyebut-nyebut bahwa pergerakan nasional berkat keberadaan dirinya” (Simpaj 17 Desember 1931). Namun, sekalipun Hatta mendapat serangan dari Partindo, tidak sedikit pembelaan dari berbagai pihak berhasil menepis kekeliruan yang sempat dialamatkan kepada Hatta. Di samping berasal dari keputusan anggota Studieclub yang berada di Indonesia, pembelaan lain muncul dari seseorang bernama Ismoe Hadiwidjojo. Pertama-tama ia begitu menyayangkan pemberitaan di media-media yang banyak mencela Hatta. Dalam Daulat Ra’jat Ismoe juga mengungkapkan jika perjuangan Hatta untuk rakyat Indonesia akan sia-sia jika akhirnya Hatta dikucilkan dan terus dicela. Malah, saking menghormati pengorbanan Hatta untuk pergerakan rakyat Indonesia, Ismoe menulis, “Mohammad Hatta, Banteng dari Minangkabau yang bersemayam di dalam dada Rakyat Indonesia bersama Sukarno, dicela, ditendang terus dilenyapkan kehormatannya. Sekali lagi, suatu tindak sewenang-wenang di dalam sejarah pergerakan di Indonesia” (Daulat Ra’jat 10 Desember 1931).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//