• Berita
  • Bersama Warga Dago Elos Mempertahankan Ruang Hidup

Bersama Warga Dago Elos Mempertahankan Ruang Hidup

Warga Dago Elos bersepakat akan terus mempertahankan ruang hidup mereka. Jejaring masyarakat sipil di Bandung kembali menunjukkan solidaritas mereka.

Warga Dago Elos, Kota Bandung, berdiskusi menanggapi putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang membuat mereka terancam kehilangan tanah dan rumah, Senin (14/6/2022) siang. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau15 Juni 2022


BandungBergerak.id - Puluhan warga Dago Elos, dari yang tua hingga anak-anak, berkumpul, di Bale RW 02, Dago Elos, Kota Bandung, Selasa (14/6/2022) sore. Mendapat pendampingan dari berbagai elemen masyarakat sipil yang bersolidaritas, mereka bertekat bulat mempertahankan hak dan ruang hidup yang kembali terancam bakal sewaktu-waktu terenggut.

Putusan terbaru Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali terhadap putusan kasasi yang memenangkan warga Dago Elos pada 2020 lalu. Amar putusan PK nomor 109/PK/Pdt/2022 menetapkan keluarga Muller dan ahli waris, sebagai penuntut, berhak atas kepemilikan objek tanah Eigendom Verponding.

Objek tanah tersebut meliputi Eigendom Verponding dengan aset lahan berdasarkan sertifikat yang terbit di zaman Kerajaan Belanda pada 1934 seluas 6,3 hektare meliputi lahan nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi, nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan nomor 3742 seluas 44.789 meter persegi.

Selain itu, amar putusan Peninjauan Kembali juga mengamanatkan warga untuk menyerahkan tanah yang saat ini ditempati, dan dikosongkan. Disebutkan, keluarga Muller dan ahli waris berhak untuk melakukan sertifikasi objek tanah yang saat ini diduduki warga.

“Putusan ini jauh dari rasa keadilan hak atas tanah yang sebenarya lagi didorong dalam Undang-undang Pokok Agraria. Reforma agraria, tanah untuk rakyat, tanah untuk orang-orang yang telah menguasai tanah negara, itu diprioritaskan. Dalam putusan ini, hak-hak tersebut dikebiri,” ungkap Muit Pelu, kuasa hukum warga Dago Elos dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.

Dijelaskan Muit, dalam putusan Peninjauan Kembali oleh MA terdapat beberapa keganjilan. Majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan adanya bukti baru dalam Peninjuan Kembali yang diajukan. Majelis hanya beralasan bahwa terdapat kekeliruan dalam putusan kasasi.

Selain itu, majelis hakim mengakui penyerahan hak tanah dari keluarga Muller ke PT. Dago Inti Graha sah secara hukum. Padahal dalam kerangka hukum tanah, tanah negara tidak bisa diserahkan oleh siapa pun kecuali negara.

Muit menyatakan, majelis hakim sebelumnya telah memutuskan bahwa tanah eigendom yang diklaim Muller dan ahli waris merupakan tanah negara karena setelah kemerdekaan, tanah itu tidak dikonversikan sesuai hukum Indonesia sampai batas waktu yang diatur. Dengan demikian, tanah tersebut mestinya dikembalikan pada negara, dan karena tanah negara ini telah diduduki dan ditempati warga, seharusnya pemanfaatannya diprioritaskan untuk warga.

“Bagaimana bisa majelis hakim dalam pertimbangannya sudah menyebutkan tanah tersebeut menjadi tanah negara, tapi mengakui kepemilikan Muller? Itulah kecacatan yang terjadi,” ungkapnya.

Sebelum turun putusan Peninjauan Kembali (PK), warga Dago Elos yang dinyatakan menang di tingkat kasasi, telah melakukan pengajuan sertifikasi ke Badan Pertanahan Negara (BPN), namun tak kunjung memperoleh tanggapan.

Baca Juga: Kalah di Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung, Warga Dago Elos Kembali Melawan
MEMORABILIA BUKU (26): Bersolidaritas Buku di Festival Kampung Kota Dago Elos 2017

Langkah setelah Peninjauan Kembali

Muit Pelu mengakui bahwa memang Peninjauan Kembali merupakan upaya hukum tertinggi. Namun, hingga kini pihaknya masih terus berupaya untuk melakukan pengkajian terhadap putusan PK tersebut, lalu merumuskan langkah berikutnya.

“Ada skema-skema yang kami sedang pelajari yang kemudian kami tidak bisa mengatakan bahwa itu upaya hukum. Langkah-langkah itu sedang kami pelajari. Kalau pun mendapat titik temunya, itu akan menjadi upaya hukum,” ungkapnya.

Sementara itu, warga Dago Elos bersama aliansi masyarakat sipil dan berbagai elemen yang bersolidaritas bersepakat untuk terus mempertahankan ruang hidup mereka. Salah satu perwakilan warga, Agung Sulistya, mengajak seluruh warga, baik yang memiliki sertifikat tanah atau tidak, untuk tidak berdiam diri.

“Bukan hanya Dago sampai Cirapuan yang terancam tergusur, tetapi lapisan masyarakat lain di Indonesia di pelosok sana, akan bernasib sama dengan kita,” ungkapnya.

Perwakilan Aliansi Rakyat Anti Penggusuran (ARAP), Indro, menegaskan komitmen aliansi untuk berjuang bersama warga Dago Elos. Segala cara ditempuh untuk merebut kembali ruang hidup yang menjadi hak mereka.

“Karea bagi kita, tanah ini merupakan syarat untuk menusia bisa hidup. Oleh karenanya tidak ada kompromi, tidak ada negosiasi. Hanya ada perlawanan,” ucapnya.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//