CERITA ORANG BANDUNG #53: Imas dan Hendra Menabur Harapan Baru di Pasar Bunga Karanganyar
Bagi Imas dan Hendra, pedagang bunga di Pasar Bunga Karanganyar, tahun ini adalah kebangkitan untuk menyongsong harapan baru, ketika badai pagebluk mulai mereda.
Penulis Reza Khoerul Iman16 Juni 2022
BandungBergerak.id - Tak ada yang tidak setuju bahwa pagebluk Covid-19 yang menimpa dunia dalam kurun dua tahun ini memberikan perubahan yang begitu signifikan dan dampak yang tidak sedikit. Setiap orang memutar otak dan mencari solusinya agar dapat melalui badai pagebluk. Ada yang mampu, namun tidak sedikit juga yang terhanyut.
Seperti halnya yang dialami oleh Imas (37) dan Hendra (39), keluarga kecil penjual bunga di Karanganyar, Kota Bandung, yang sempat terpontang-panting di tengah badai pagebluk. Di kios kecil berukuran 1x2 meternya, Hendra dan Imas bercerita bagaimana peliknya musim pagebluk bagi mereka.
“Kacau. Waktu naik-naiknya pandemi kemarin suram pisan, Jang. Keperluan orang buat beli bunga jadi menurun drastis, akhirnya pendapatan gak tentu, malah mah seharian gak dapat apa-apa. Sementara bunga gini mah empat hari juga sudah layu. Ya kalau layu, mau gak mau mesti dibuang. Modal keluar, pendapatan gak masuk sepeser pun,” kata Imas dan Hendra saat ditemui BandungBergerak.id, Minggu, (6/12/2022) sore.
Berbagai acara seperti pernikahan, kelulusan sekolah, atau event lainnya yang memerlukan dekorasi bunga pada saat pandemi dilarang keras penyelenggarannya karena beresiko semakin menyebarkan virus. Dampaknya beberapa kios bunga di Karanganyar tutup total karena merugi.
Hendra berkata, sebagian rekannya memang ada yang menjualnya secara online, namun tetap saja sepi karena orang tidak ada keperluan untuk membeli bunga.
Waktu itu Hendra masih belum memiliki kios, ia masih bekerja di kios milik kakak istrinya. Saban hari sejak 2005, Hendra selalu membantu bisnis kakak iparnya di Karanganyar. Ia merawat bunga agar tetap terjaga kesegarannya, membuang bunga yang sudah layu, merangkai daun untuk dijadikan janur, mendekor dengan bunga apabila ada pesanan, membuat buket bunga, dan mengelupas bunga mawar untuk dijadikan bunga tabur.
Lelaki berumur 39 tahun tersebut mengaku cukup menikmati pekerjaannya saat ini dibandingkan sebelumnya sebagai kuli panggul. Ia bercerita, pasar bunga ini sudah ada sekitar tahun 1975-an, dulu pedagang bunga di Karanganyar berjualan di Jalan Otto Iskandar Dinata dan cukup ramai dikunjungi orang, baik untuk keperluan kelulusan sekolah, pernikahan, buket bunga, dan lainnya.
Selain itu, mereka juga diuntungkan karena lokasinya berdekatan dengan makam Karanganyar yang ramai dikunjungi peziarah. Di makam tersebut terdapat makam para Bupati Bandung dan beberapa tokoh penting seperti Dewi Sartika, Haji Hasan Mustapa, Hasan Sadikin, makam keluarga pasar, dan yang lainnya. Para peziarah dan pengurus makam biasanya membeli bunga tabur dan buket bunga untuk keperluan ziarah ke tokoh-tokoh Bandung tersebut.
Namun semenjak para pedagang bunga ditertibkan oleh aparat, dan Jalan Karanganyar dijadikan satu arah dari arah barat sebagai arah masuknya dan keluar di Jalan Otto Iskandar Dinata, para pedagang di sana khususnya Hendra mengaku dagangannya menjadi sepi, selain terpukul pandemi.
“Saya lupa tahun pastinya, tapi dagangan malah sepi dari pembeli. Soal sekarang kalau yang mau ziarah masuknya dari arah Pajagalan, sementara kita (para pedagang bunga) mah jadi pangliwatan (dilewat). Pernah juga orang-orang besar datang ke permakaman Karanganyar, soalnya kan di sana ada makam tokoh-tokoh penting. Tapi kita mah tetep jadi pangliwatan,” tutur Hendra.
Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG (50): Bu Indawati, Pedagang Minuman di Alun-alun Bandung yang Terjebak PPKM
CERITA ORANG BANDUNG (51): Impian Aat Maslahat di Kantin SDN 166 Ciateul
CERITA ORANG BANDUNG #52: Nevi Aryani, Pengabdian Seorang Guru Honorer
Semerbak Bunga di Kios Bunga Larasati
Bagi Imas dan Hendra, lebaran tahun ini menjadi lembaran baru dan semangat baru untuk bangkit kembali setelah diterjang badai pagebluk. Setelah 17 tahun bekerja sebagai pegawai di kakak iparnya, kini Hendra telah memiliki kios bunganya sendiri. Ia beri nama Kios Bunga Larasati. Hendra menjaga kiosnya selama 24 jam.
Di kios seluas 1x2 meter tersebut tak banyak yang Hendra jual, ia menjual bunga buket yang berisi mawar, sedep malam, pikok, astar, dan gabrela. Ia jual dengan berbagai macam ukuran, mulai dari yang terkecil ia bandrol seharga 20.000 rupiah, hingga yang terbesar seharga 300.000 rupiah. Ia juga menjual bunga tabur untuk para peziarah atau pengurus makam, harga satu kantong plastik kecil ia bandrol 2.000 rupiah.
“Selain jual bunga buket sama bunga tabur, saya juga bisa buat janur atau hiasan bunga untuk dekor. Biasanya saya ambil bunga buat jualan ini dari petani di Lembang, Banjaran, atau Ciwidey. Kadang juga ada tukang dekor yang datang ke sini buat jual lagi sisa-sisa bunga bekas dekorannya yang gak kepakai,” tutur Hendra.
Satu bulan semenjak dibuka kios miliknya, pesanan bunga mulai berangsur-angsur berdatangan. Selain itu mereka juga sangat terbantu dengan membuka toko di marketplace. Bahkan kini mereka sudah kebanjiran pesanan untuk kelulusan di tanggal 15 Juni nanti.
Imas bersyukur musim pagebluk sudah mulai mereda. Ia mengaku pada saat pagebluk sedang naik-naiknya, ia sampai membuka usaha warung jajanan di rumahnya sendiri. Kini ia tidak lagi meneruskan usaha tersebut, ia memutuskan untuk membantu suaminya berjualan bunga di Karanganyar.
“Ya, kalau gak susah payah gini dapat uang dari mana, A. Ibu juga punya dua anak yang perlu dibiayain, satu udah menduduki bangku SD, satu lagi udah duduk di bangku akhir SMA. Semoga ada rezekinya terus,” ucap Imas.
Kini di tengah redanya badai pagebluk, Imas dan Hendra berusaha bangkit kembali dan menabur harapan baru bersama kios bunganya yang baru ia rintis. Tak ada yang mereka harapkan selain datangnya kejayaan pada keluarga kecil mereka dan semerbak harum bunga terus terpampang di kiosnya.