• Cerita
  • Mengenang Faiq yang Dua Bulan Lalu Tenggelam di Cikapundung

Mengenang Faiq yang Dua Bulan Lalu Tenggelam di Cikapundung

Faiq, bocah 11 tahun, kehilangan nyawa akibat tenggelam di Cikapundung dua bulan lalu. Tragedi yang mestinya menggugah kepedulian orang tentang lingkungan sungai.

Lely Marliana (41) menunjukkan foto anaknya, Muhammad Rizky Faiq Al-Fatih, yang kehilangan nyawa akibat tenggelam di Sungai Cikapundung, Bandung, dua bulan lalu. (Foto: Emi La Palau/BandungBergerak.id)

Penulis Emi La Palau16 Juni 2022


BandungBergerak.id - Siang itu, Jumat (29/4/2022), beberapa jam sebelum pelantang masjid berkumandang, Muhammad Rizky Faiq Al-Fatih (11), seperti para lelaki dewasa, bersiap-siap melaksanakan salat Jumat. Setelah meminta uang 2 ribu rupiah kepada sang ibu untuk membeli sabun cuci, ia berencana mencuci sedikit baju kotornya, mandi lalu bersiap-siap melaksanakan ibadah.

Faiq juga sempat menawarkan diri untuk mencucikan pakaian sang ibu, tapi Lely Marliana (41) melarang.

“Paginya, dia dikasih uang sama neneknya 5 ribu rupiah. Dia beliin gasing buat adiknya, terus main. Pas pulang-pulang, dia minta uang 2 ribu, mau beli rinso, mau nyuci,” tutur Lely ketika ditemui BandungBergerak.id di rumahnya di kawasan Jalan Jurang, Kota Bandung, Selasa (14/6/2022).

Lely masih mengingat betul percakapannya dengan sang anak. Begini dia menceritakannya ulang:

“Mana baju Mbu, biar Dede cuciin!”

“Jangan atuh De, baju Mbu mah berat.”

“Nggak apa-apa Dede cuciin.”

“Nanti ajalah Minggu. Sekarang mah mau Jumatan. Baju Dede aja (yang dicuci).”

“Ah Si Mbu mah meni nggak mau dicuciin.”

Lely juga ingat, waktu itu dia tidak mengizinkan Faiq bermain gawai. Dia bahkan sempat memarahinya. Nahasnya, itulah kali terakhir sang ibu berbincang dengan sang anak.

Sekitar pukul 14.00 WIB, kabar duka menghantam Lely, yang kala itu masih dalam kondisi badan tidak  begitu sehat. Faiq hilang di Sungai Cikapundung, tepatnya di Bendungan Watervang Leuwilimos.

Faiq baru ditemukan usai dua jam lebih dilakukan pencarian oleh tim SAR, Basarnas, dan warga setempat. Tubuhnya tersangkut di kedalaman sekitar enam meter di bendungan tak jauh dari pintu air, tanpa nyawa.

Faiq meninggal akibat tenggelam, usai berenang bersama ketiga kawannya di bendungan itu.

Baca Juga: Melepas Eril di Sungai Aare
Warga di Pinggiran Sungai Cikapundung Kolot Berharap Pendekatan Humanis dari Pemkot Bandung

Anak Mandiri

Faiq lahir pada 29 Mei tahun 2010, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Meski belum bisa dibilang remaja, Faiq dikenal sebagai anak yang mandiri. Sejak kecil ia tidak mau merepotkan orang tuanya. Sebisa mungkin ia mengerjakan semua hal sendiri, tanpa merepotkan sang ibu.

Faiq sudah sanggup mencuci sendiri pakaiannya. Ia juga bisa memasak sendiri menu untuk makan, terlebih ketika sang ibu sedang tidak sehat.

Di sekolah, Faiq lebih tertarik pada mata pelajaran matematika dibandingkan pelajaran hafalan. Rencananya, lulus dari sekolah dasar, ia akan melanjutkan pendidikan ke sekolah pesantren yang ada di kawasan Sukamiskin, Kota Bandung. Lely bercerita, Faiq sering melontarkan keinginan menjadi tentara.

“Dia suka (sepak) bola juga. Pengin jadi jenderal, tapi yang jago (main) bola,” kenang Lely.

Masa-masa berkabung terberat dirasakan Lely justru setelah 40 hari kepergian Faiq. Kesedihan tak terbendung ketika dia melihat teman-teman anaknya melintas di depan sekolah. Atau melihat foto kelas anaknya. Tak ada lagi Faiq di sana.

Isu Keselamatan di Sungai

Tragedi di Cikapundung yang menimpa Faiq tak banyak diketahui atau dibincangkan oleh publik. Namun kepergiannya mestinya menjadi pengingat bagi pemangku kepentingan untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi setiap warga ketika mereka bermain atau harus bersentuhan dengan sungai.

BandungBergerak.id mengunjungi lokasi tenggelamnya Faiq di Bendungan Watervang Leuwilimos. Pagar pembatas antara jalan setapak selebar kurang dari satu meter dengan area sungai, terlihat tak terurus. Air Cikapundung berwarna kecoklatan, dengan begitu banyak tumpukan sampah di bibir-bibir sungai. Pintu air bendungan tidak dibuka, membuat arus bisa dikendalikan.

Aqli Syahbana, warga Kampung Tjibarani yang juga pegiat lingkungan di bantaran Cikapundung, mengungkapkan bahwa di hari nahas itu kondisi air memang terlihat tenang. Awalnya gerbang air sempat dibuka. Faiq dan ketiga kawannya berinisiatif menutup gerbang tersebut, lalu berenang.

Aqli dan beberapa warga lain sedang berada di saung tak jauh dari bibir sungai. Mereka mengira, anak-anak yang berenang tersebut merupakan warga kampung setempat yang sudah memahami kondisi medan. Sayangnya, perkiraan itu keliru. Peristiwa ini menjadi pengulangan tragedi serupa yang terjadi hampir lima tahun lalu.

Watervang Leuwilimos telah menjadi ruang terbuka publik yang memang diniatkan sebagai tempat edukasi lingkungan sungai. Anak-anak berdatangan. Sebagian lalu berenang. Sayangnya, belum ada orang yang ditugaskan berjaga, paling tidak di kawasan bendungan.

“Kami mendorong para pengunjung bisa mencintai sungai. Hanya memang perlu diawasi, perlu pengawasan. Juga perlu penambahan fasilitas saja sebagai pengaman, terutama pagar,” ucap Aqli.

Anak-anak dan Sungai

Aqli Syahbana berpendapat, sejatinya anak-anak tak bisa dipisahkan atau dilarang bermain di sungai. Sudah semestinya sungai menjadi area bermain juga bagi anak dalam kondisi tertentu. Menjadi tanggung jawab pemerintah menyediakan ruang aman bagi masyarakat.

“Persoalannya kan mungkin orang sudah males lagi turun ke sungai karena sudah lihat kondisinya, airnya, kemudian kalau debitnya tinggi,” ungkapnya.

Tenggelamnya Faiq, diharapkan Aqil, sanggup membuka kesadaran masyarakat untuk semakin peduli pada lingkungan, terutama kawasan sungai. Inilah pekerjaan rumah yang hanya bisa diselesaikan lewat kerja bersama yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan akademisi. Merawat sungai adalah juga tugas semua generasi, tanpa peduli usia atau latar belakang sosialnya.

“Kita menghargai nyawa setiap orang. Entah itu anak pejabat ataupun rakyat biasa. Rasa-rasanya setiap nyawa itu tidak ternilai,” ucap Aqli.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//