• Berita
  • Warga di Pinggiran Sungai Cikapundung Kolot Berharap Pendekatan Humanis dari Pemkot Bandung

Warga di Pinggiran Sungai Cikapundung Kolot Berharap Pendekatan Humanis dari Pemkot Bandung

Ada 83 kepala keluarga yang menempati 20 rumah di bantaran kali Cikapundung Kolot. Mereka terancam kehilangan rumah karena program penataan sungai.

Warga RW 06, Kelurahan Gumuruh, berswadaya menyediakan sembako gratis bagi yang terdampak pagebluk pada 22 Agustus 2020. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana5 Maret 2022


BandungBergerak.idWarga di pinggir sungai Cikapundung Kolot, RW 06, Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung resah. Sudah bertahun-tahun mereka tinggal di sana, kini mereka harus hengkang mencari tempat tinggal baru karena adanya program penertiban permukiman di bantaran kali oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

Warga memang menempati rumah-rumah di atas tanah milik Pemkot Bandung. Namun mayoritas rumah yang terancam tergusur tersebut milik warga kurang mampu hingga kini masih merasakan pedihnya dampak pandemi Covid-19. Jika harus pergi mencari tempat tinggal baru, mereka tidak punya biaya.

Catatan BandungBergerak.id, wilayah warga RW 06 Kelurahan Gumuruh termasuk yang paling terpukul oleh pagebluk sejak gelombang pertama pada 2020 lalu. Namun mereka juga giat bergotongroyong untuk membantu sesama. Pada 22 Agustus 2020, warga di permukiman padat penduduk ini bahu-membahu mengupayakan bahan pangan gratis. Karang taruna mereka  antusias mencari sampah atau rongsokan yang memiliki nilai jual yang hasilnya dibelanjakan bahan-bahan pangan dan susu untuk dibagikan kepada warga yang membutuhkan.

Sembako gratis tersebut dikemas dalam tas-tas kain lalu digantungkan di pagar-pagar rumah. Masyarakat yang membutuhkan akan berdatangan untuk mengambil bungkusan. Program ini sudah berjalan sejak bulan Juni 2020, ketika warga merasakan pahit getirnya pembatasan sosial PSBB.

Ketua RW 06 Sofyan Mustafha mengatakan, ada 83 kepala keluarga (KK) yang menempati 20 rumah di bantaran kali Cikapundung. Mereka telah mendapatkan surat peringatan dari Satpol PP Kota Bandung pada 2 Maret 2022 yang intinya meminta warga membongkar sendiri rumah-rumah mereka dalam waktu 7x24 jam. Artinya, Rabu, 9 Maret 2022, warga harus membongkar rumah mereka secara mandiri.

Menurut Sofyan, warganya memang telah tinggal di tanah milik Pemkot Bandung. Namun mereka tidak bisa membongkar rumah begitu saja mengingat mencari rumah baru tidaklah mudah.

“Kita, saya sebagai Ketua RW mendukung program ini (penertiban). Bagaimanapun program ini manfaatnya untuk masyarakat. Tetapi yang ingin kami sampaikan, sebentar lagi kan Ramadan dan lebaran, kami meminta supaya untuk pelaksanaan (pembongkaran) ditunda sampai setelah hari raya,” kata Sofyan Mustafha, saat dihubungi BandungBergerak.id, Sabtu (5/3/2022).

Harapan kedua, kata Sofyan, saat ini warganya masih kesulitan menghadapi masalah ekonomi yang  ditimbulkan pandemi Covid-19. Maka pembongkaran rumah dalam kondisi susah ini akan semakin menekan ekonomi warga.

“Di masa sulit pandemi ini bagi masyarakat jangankan pindah rumah untuk sehari-hari juga mereka kesulitan. Kami minta Pemkot Bandung memperhatikan mereka,” kata Sofyan.

Sofyan mengingatkan bahwa warga yang tinggal di bantaran Cikapundung Kolot adalah penduduk yang ber-KTP Bandung, meskipun mereka tinggal di tanah milik Pemkot Bandung secara ilegal.  

“Kami mita solusi supaya ada perhatian terutama kepada warga yang rumahnya habis terbongkar. Minimal ada perhatian bagaimana mereka mendapat tempat tinggal walau sementara. Jangan sampai mereka kebingunan mau pindah ke mana,” katanya.

Baca Juga: Di bawah Lindungan Masjid Al Islam Tamansari
Pembangunan Kota Bandung tanpa Melibatkan Warga Hanya Menghasilkan Penggusuran
Warga Anyer Dalam Merawat Ingatan Satu Bulan Penggusuran

Warga RW 06, Kelurahan Gumuruh, berswadaya mengumpulkan rongsokan pada 22 Agustus 2020. Hasil penjualan rongsokan dibelikan sembako untuk membantu warga terdampak pandemi Covid-19.(Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Warga RW 06, Kelurahan Gumuruh, berswadaya mengumpulkan rongsokan pada 22 Agustus 2020. Hasil penjualan rongsokan dibelikan sembako untuk membantu warga terdampak pandemi Covid-19.(Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Menambah Angka Kemiskinan

Mayoritas warga yang tinggal di pinggiran sungai Cikapundung Kolot merupakan warga miskin. Sofyan khawatir jika pembongkaran dilakukan tanpa solusi, maka jumlah warganya yang jatuh miskin akan semakin banyak.

“Secara ekonomi itu masyarakat tidak mampu. Rata-rata mereka terdata mendapatkan bansos. Kalau terjadi mereka jatuh miskin. Jangan sampai masyarakat kami yang miskinnya bukan berkurang nantinya akan bertambah. Karena yang 83 KK itu tidak punya rumah,” papar kata Sofyan.

Meski demikian, Sofyan kembali menegaskan bahwa dirinya dan warga bukan tidak menyetujui program pemerintah dalam menertibkan bantaran kali. Namun ia berharap program ini ditegakkan dengan semangat kemanusiaan.

“Intinya kami setuju program itu, tapi kita ini kan bicara masalah manusia. Ada rasa kemanusian dari pemerintah. Bagaimana solusinya untuk warga kami,” katanya.

Semua harapan itu sebenarnya telah disampaikan dalam pertemuan resmi antara warga dan perwakilan Pemkot Bandung pada 23 Februari 2022. Tetapi usai pertemuan tersebut, warga justru mendapat surat perihal pembongkaran dari Satpol PP Kota Bandung.

“Dengan munculnya surat dari Satpol PP berarti permintaan dari kami otomatis tidak disetujui,” katanya

Warga kemudian mengadukan nasib mereka ke Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung Jumat (4/3/2022), meski hasilnya pun nihil. Wakil rakyat tidak bisa memberikan solusi. Kini, warga cuma bisa pasrah menghadapi jadwal pembongkaran yang tinggal menghitung hari.

Warga Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung bercengkerama di halaman rumah seberang sungai Cikapundung Kolot. Warga berharap ada kebijakan humanis terkait penertiban rumah di pinggir kali. (Sumber Foto: RW 06 Kelurahan Gumuruh)
Warga Kelurahan Gumuruh, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung bercengkerama di halaman rumah seberang sungai Cikapundung Kolot. Warga berharap ada kebijakan humanis terkait penertiban rumah di pinggir kali. (Sumber Foto: RW 06 Kelurahan Gumuruh)

Relokasi untuk Warga Terdampak

Pemkot Bandung sudah lama menargetkan penertiban bangunan-bangunan tidak resmi di pinggiran kali. Terakhir kali penertiban dilakukan di rumah-rumah di lahan sepanjang pinggir 1,3 kilometer Sungai Cidurian, Antapani. Lahan tersebut kini menjadi ruang publik berupa miniatur rumah dengan konsep waterfront atau menghadap ke sungai. Diharapkan konsep ini menjadi contoh bagi masyarakat agar melestarikan lingkungan sungai.   

Sebelumnya, di kawasan tersebut ditinggali oleh 135 KK. Mereka sendiri yang membongkar rumah-rumah mereka. Plt Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, mengatakan pembongkaran ini dibarengi dengan relokasi ke ke beberapa tempat, seperti Rusunawa Rancacili dan sebagian pindah mandiri ke rumah pribadi.

Yana menegaskan bahwaPemkot Bandung tak hanya menata tetapi juga merelokasi warganya yang tinggal di sekitar bantaran Sungai Cidurian. Ia menyebut, langkah ini mendapat apresiasi langsung dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan dan juga Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

"Dan alhamdulillah untuk pembongkaran (bangunan liar) dilakukan sendiri oleh masyarakat. Berkat sosialisasi dan pemberian pemahaman kepada warga, mereka bisa membongkar mandiri," tutur Yana Mulyana, melalui siaran pers 27 Desember 2021.

Relokasi atau tempat tinggal sementara itulah yang kini diharapkan warga Gumuruh yang tinggal di pinggiran Sungai Cikapundung Kolot. Mereka berharap program penataan sungai ini dilakukan dengan pendekatan humanis. Terlebih mereka kini belum pulih akibat pukulan pagebluk dan menghadapi bulan suci Ramadan.

Mengenai penertiban permukiman di pinggir sungai Cikapundung Kolot, Kelurahan Gumuruh, ini BandungBergerak.id telah mengonfirmasi Satpol PP Kota Bandung, Senin (7/3/2022), melalui pesan singkat maupun palinggal telepon. Namun belum mendapatkan tanggapan.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//