Bioplastik, Pengganti Plastik atau Pencemar Baru?
Indonesia negara penghasil sampah plastik di laut kedua terbanyak di dunia. Bioplastik diharapkan mampu menggantikan plastik. Bagaimana peluangnya?
Shelvina Alya
Mahasiswi Universitas Katolik Parahyangan (Unpar).
17 Juni 2022
BandungBergerak.id - Plastik adalah bahan yang sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang kuat, ringan, tahan lama, mudah didapat, dan relatif murah. Namun, plastik membutuhkan puluhan sampai ratusan tahun untuk terurai, sehingga sampah plastik yang terus menumpuk telah menjadi permasalahan yang tidak kunjung usai.
Indonesia adalah negara penghasil sampah plastik di laut kedua terbanyak di dunia. Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari seluruh jenis sampah yang dihasilkan Indonesia, sampah plastik adalah jenis sampah kedua terbanyak yaitu sebanyak 15 persen dari jumlah total sampah yang dihasilkan. Sedangkan hanya sebanyak 10 persen sampah plastik yang dapat didaur ulang dan dijadikan kompos, 20 persen dibakar, 27 persen tidak terkelola (dibuang dan tertimbun di sembarang tempat), dan 43 persen berakhir di tempat pembuangan sampah.
Sampah plastik yang tertimbun akan mencemari lingkungan mulai dari air, tanah, dan udara. Proses produksi, konsumsi, dan pengelolaan sampah plastik menghasilkan emisi karbon yang tinggi sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global. Sampah plastik yang dibakar di udara terbuka dapat melepaskan bahan kimia beracun yang berbahaya untuk kesehatan. Penimbunan plastik juga dapat membunuh mikroorganisme dalam tanah. Sampah plastik yang dibuang dan tertimbun di sembarang tempat dapat menyumbat saluran-saluran air sehingga menyebabkan banjir. Selain itu, sampah plastik yang dibuang ke perairan dapat termakan oleh hewan dan merusak ekosistem perairan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai penelitian telah dilakukan untuk menciptakan bahan plastik yang ramah lingkungan. Bioplastik adalah plastik yang terbuat dari bahan alami sehingga dapat terurai dengan cepat dan mudah. Namun, apakah benar bioplastik dapat menggantikan plastik konvensional dan mengatasi masalah penimbunan plastik?
Kelebihan Bioplastik
Bioplastik memiliki karakteristik yang menyerupai plastik konvensional sehingga sama halnya dengan plastik konvensional, bioplastik bersifat ringan dan fleksibel sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Bioplastik dibuat dari bahan nabati yang merupakan produk pertanian yang dapat diperbaharui dan ketersediaannya melimpah di alam sehingga mudah didapatkan.
Karena terbuat dari bahan baku alami, bioplastik bersifat ramah lingkungan sehingga dapat terdegradasi oleh alam dengan cepat dan mudah tanpa menghasilkan zat beracun saat terurai. Energi yang dibutuhkan untuk pembuatan plastik berbahan dasar alami ini lebih sedikit dibandingkan dengan energi yang dibutuhkan untuk pembuatan plastik berbahan dasar sintetis.
Selain itu, menurut Wijayanti dkk (2016), emisi karbon yang dihasilkan pada proses pembuatan bioplastik lebih rendah dibandingkan dengan emisi karbon yang dihasilkan pada proses pembuatan plastik konvensional yaitu sekitar 30-80 persen lebih rendah.
Kekurangan Bioplastik
Namun sayangnya, teknologi pembuatan bioplastik dapat dibilang masih baru sehingga masih terdapat beberapa kendala dalam pembuatan bioplastik. Kekurangan penggunaan bahan dari alam adalah dibutuhkan waktu dan proses yang cukup lama untuk mempersiapkannya. Karena terbuat dari bahan alami, bioplastik bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga tidak cocok dipakai untuk mengemas bahan yang memiliki kadar air dan kelembapan yang tinggi. Ketahanan dan kekuatan bioplastik masih jauh dari plastik sintetis.
Bioplastik tidak tahan air, kurang kuat, kaku, rapuh, memiliki daya tahan yang rendah, mudah rusak, dan mudah terdeformasi pada suhu tinggi (tidak tahan panas). Bioplastik masih memerlukan modifikasi kimia untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanannya.
Secara komersial, bioplastik belum banyak dikenal dan digunakan masyarakat sehingga industri yang memproduksi bioplastik masih terbatas karena permintaannya masih rendah. Penelitian untuk memproduksi plastik berbasis bahan alami telah banyak dilakukan di Indonesia, namun kebanyakan masih dalam skala laboratorium dan belum dapat di scale up untuk produksi secara komersial.
Biaya produksi bioplastik masih relatif tinggi yaitu membutuhkan sekitar 20 persen hingga 2 kali lipat lebih tinggi dari biaya produksi plastik konvensional. Sehingga, menurut Kamsiati dkk (2017), harga bioplastik masih 2-2,5 kali lebih mahal dari harga plastik konvensional karena kapasitas produksinya belum optimal dan teknologi prosesnya belum berkembang luas.
Selain itu, meskipun pembuatan bioplastik membutuhkan energi yang lebih sedikit dan menimbulkan dampak yang lebih sedikit terhadap global warming, produksi bioplastik tetap dapat menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan berupa eutrofikasi (pencemaran air karena pembuangan limbah organik yang berlebihan ke dalam ekosistem perairan), ecotoxicity dan lepasnya senyawa-senyawa karsinogenik.
Pembuatan plastik berbahan dasar pangan juga berpotensi mencemari lingkungan karena adanya perubahan fungsi lahan dan penggunaan pupuk serta pestisida yang berlebihan. Dan ternyata, menurut UNEP (2015), bioplastik hanya bisa hancur secara sempurna pada suhu tinggi (di atas 50°C) yang hanya dapat ditemukan pada composter industri dan bukan alam bebas.
Bioplastik memang lebih mudah terurai dibandingkan plastik konvensional, namun di alam bebas, bioplastik tetap tidak dapat terurai secara cepat dan sempurna dan masih meninggalkan mikroplastik yang berbahaya bagi tubuh manusia.
Baca Juga: Persyaratan, Jenis, dan Program Tebaru pada Seleksi Mandiri ITB 2022
NGULIK BANDUNG: Kesenangan Berkendara Mobil di Bandoeng Zaman Kolonial
PAYUNG HITAM #2: Bunga dan Tembok di Dago Elos
Alternasi Plastik Konvensional
Bioplastik adalah salah satu alternatif untuk mengurangi dan menggantikan penggunaan plastik konvensional karena sifatnya yang ramah lingkungan. Namun penggunaan bioplastik sebenarnya menimbulkan masalah yang sama dengan plastik konvensional yaitu akan menambah timbunan sampah plastik juga karena sama halnya dengan plastik konvensional, bioplastik tidak dapat digunakan berulang kali dan tidak dapat terurai semudah itu.
Solusi terbaik untuk mengatasi masalah penimbunan plastik adalah dengan mengurangi penggunaan plastik. Selain bioplastik, terdapat alternatif lainnya untuk menggantikan plastik konvensional yaitu dengan menggunakan tas kain, botol kaca atau logam, dan bahan pengemas lainnya yang tidak terbuat dari plastik.
Namun, meskipun penggunaan bioplastik tidak dapat mengatasi permasalahan penimbunan sampah plastik dan pencemaran terhadap lingkungan, bioplastik tetap dapat mengurangi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari pemakaian plastik. Peluang pengembangan bioplastik masih terbuka seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya keramahan terhadap lingkungan.
Bahan baku bioplastik yang berasal dari bahan alami yang dapat diperbaharui juga memiliki peluang keberlanjutan dibandingkan dengan plastik konvensional yang dibuat dari minyak bumi yang semakin berkurang dan tidak dapat diperbaharui. Sehingga dengan menggunakan bioplastik, ketergantungan manusia terhadap minyak bumi dapat berkurang dan masalah pencemaran lingkungan oleh sampah plastik dapat diminimalisasi sehingga kehidupan yang lebih ramah lingkungan akan tercipta.
Ke depannya, jika teknologi pembuatan bioplastik telah mencapai tahap di mana bioplastik yang dihasilkan lebih ramah lingkungan (dapat terdegradasi dengan lebih/sangat mudah dan sempurna tanpa mencemari lingkungan), dapat diproduksi dengan efisien dalam skala besar, dan harganya lebih murah, minat masyarakat terhadap plastik ramah lingkungan ini akan meningkat dan permasalahan sampah plastik yang terus menumpuk dapat terselesaikan.
Bioplastik sebagai plastik ramah lingkungan dapat digunakan sebagai pengganti plastik konvensional karena terbuat dari bahan alami sehingga dapat lebih mudah terdegradasi dan tidak menghasilkan terlalu banyak zat-zat berbahaya pada proses pembuatannya maupun pada proses degradasinya. Namun bioplastik belum dapat diaplikasikan dalam menggantikan plastik konvensional dan menyelesaikan krisis sampah plastik karena penggunaan bioplastik masih dihadapkan dengan berbagai tantangan yaitu sifat fisiknya kurang kuat, proses produksinya belum optimal, harganya lebih mahal, masih dapat mencemari lingkungan, dan belum dapat terurai semudah itu.
Bioplastik belum mampu bersaing dengan plastik konvensional yang sudah dikengembangkan dan disempurnakan selama bertahun-tahun. Namun urgensi dari pemakaian bioplastik diprediksi akan cenderung terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologinya dan peningkatan tuntutan terhadap upaya pelestarian lingkungan.
Potensi bioplastik sebagai plastik ramah lingkungan diharapkan dapat dikembangkan sehingga produknya lebih ramah lingkungan, dapat diproduksi dalam skala industri, dan dijual dengan harga yang lebih murah agar masyarakat dapat lebih tertarik menggunakan plastik ramah lingkungan ini, sehingga dampak negatif sampah plastik terhadap lingkungan dapat diminimalkan.