• Riset
  • RISET UNPAR: Pandemi Mengubah Perilaku Warga, Belanja Daring Jadi Pengisi Kesenangan

RISET UNPAR: Pandemi Mengubah Perilaku Warga, Belanja Daring Jadi Pengisi Kesenangan

Selama pandemi Covid-19, aktivitas warga berbasis daring meroket. Termasuk belanja daring untuk kesenangan. Kuncinya di sosiialisasi dan peningkatan kapasitas warga.

Warga memanfaatkan aplikasi lokapasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di Bandung, Senin (25/7/2022). Selama pandemi Covid-19, aktivitas belanja daring meroket. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

Penulis Tim Penulis BandungBergerak.id31 Agustus 2022


BandungBergerak.id - Pandemi Covid-19 yang sudah lebih dari dua tahun melanda dunia, tak terkecuali Indonesia, membuat semua lini kehidupan terdampak. Laju perekonomian melambat, meski ada juga sektor yang malah makin moncer. E-commerce atau perdagangan secara elektronik, salah satu yang menangguk untung.

Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) yang diterbitkan berkala oleh Bank Indonesia mencatat transaksi di sektor e-commerce terus tumbuh secara pesat. Di sepanjang tahun 2020, transaksi e-commerce menghasilkan nilai perdagangan 266 triliun rupiah. Jauh bertambah dibandingkan nilai transaksi tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 206 triliun.

Pada 2021, tahun kedua pandemi, nilai transaksi e-commerce meroket menembus 401 triliun rupiah. Bank Indonesia memproyeksikan nilai transaksi e-commerce tahun 2022 ini akan menembus Rp 526 triliun, atau tumbuh 31 persen.

Analisis Bank Indonesia dalam LPI 2020 yang terbit 27 Januari 2021 menyimpulkan moncernya perdagangan daring ini disebabkan oleh perubahan perilaku yang dipicu oleh kekhawatiran penularan Covid-19.

“Pembatasan mobilitas masyarakat dan kekhawatiran akan penularan Covid-19 melalui interaksi langsung mendorong masyarakat untuk lebih banyak bertransaksi secara digital. Hal tersebut dilakukan dengan cara berbelanja melalui platform e-commerce untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” demikian disebutkan laporan tersebut. 

Lonjakan transaksi e-commerce di tahun pandemi menjadi penanda kuat terjadinya perubahan perilaku warga akibat kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas demi menekan laju penularan virus. Yang menarik, kegemaran berbelanja daring dengan memanfaatkan teknologi internet tersebut digemari lebih banyak oleh orang muda. Kegiatan belanja daring digunakan untuk tujuan kesenangan, dan bukan sebagai pengganti berbelanja di tempat.

Demikianlah salah satu temuan riset bersama yang dilakukan oleh Tri Basuki Joewono dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung sebagai penulis ketiga. Riset ini merupakan studi bersama antara Muhammad Zudhy Irawan dari UGM sebagai penulis pertama, Prawira Fajarindra Belgiawan dari SBM ITB sebagai penulis kedua, Faza Fawzan Bastarianto dari UGM sebagai penulis keempat, Muhamad Rizki dari ITENAS sebagai penulis kelima, dan Anugrah Ilahi dari University of Natural Resources and Life Sciences, Austria, sebagai penulis keenam, setelah mencermati perubahan perilaku aktivitas warga pada masa awal pandemi Covid-19.

Potret Perubahan Perilaku di Awal Pandemi di Indonesia

Hasil penelitian kolaborasi enam peneliti yang berjudul “Exploring activity?travel behavior changes during the beginning of COVID?19 pandemic in Indonesia” dipublikasikan dalam jurnal Transportation yang diterbitkan oleh penerbit Springer pada 2021. Jurnal internasional bereputasi dengan SJR 1.76. Penelitian tersebut dilakukan untuk memahami perubahan perilaku aktivitas perjalanan yang dilakukan warga di awal situasi pandemi.

“Kami tidak berfokus untuk menyelidiki detail aktivitas yang terkena dampak dan besarnya (dampak itu), tapi kami berfokus pada bagaimana individu memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal mobilitas dan aktivitas,” demikian tertulis dalam artikel tersebut.

Penelitian ini berawal dari hipotesis bahwa masyarakat akan mengubah perilaku perjalanannya dengan memanfaatkan Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aktivitasnya. Kebijakan pembatasan oleh pemerintah berimbas pada peningkatan pemanfaatan TIK dalam kehidupan sehari-hari. Pekerja kantoran, misalnya, beradaptasi dengan bekerja dari rumah. Aktivitas berbelanja tatap muka pun bergeser menjadi serba daring.

Para peneliti merujuk pada riset-riset sebelumnya di sejumlah negara. Dcode Economic and Financial Consulting (2020) menyebutkan sektor e-commerce, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan pengolahan makanan, dan sektor ritel berpotensi diuntungkan dalam situasi pandemi. Shamshiripour dkk. (2020) menunjukkan terjadinya peningkatan signifikan dalam teleworking dan teleshopping selama pandemi.

Tim peneliti ini membangun model persamaan struktural (Structural Equation Model/SEM) untuk menganalisis korelasi kompleks antarvariabel untuk meneliti kemungkinan perubahan perilaku aktivitas perjalanan yang dipicu oleh situasi pandemi. Perilaku protektif mencegah penularan Covid-19, misalnya, diduga berpengaruh langsung pada perubahan aktivitas perjalanan sekaligus penggunaan TIK dalam kehidupan sehari-hari, yang pada akhirnya memberi pengaruh pada perubahan penggunaan layanan daring. Hubungan timbal balik tersebut yang dibedah lewat model tersebut.

Di awal pandemi Covid-19, masyarakat masih bisa bepergian serta beraktivitas di luar rumah kendati dibatasi. Pemerintah memilih untuk melakukan pembatasan, bukan lockdown, dan secara masif mensosialisasikan bahaya Covid-10. Masyarakat diminta tetap berada di rumah, serta mematuhi protokol kesehatan. Adaptasi dilakukan dengan bekerja dari rumah dan menerapkan pembelajaran daring.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner khusus yang disebarkan secara online melalui berbagai media sosial. Berlangsung dari Maret 2020 hingga April 2020, survei berhasil mengumpulkan 1.062 data responden yang lalu dianalisis.

Hasil survei mendapati 35,59 persen responden tinggal di Yogyakarta dan 21,28 persen di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi). Sebagian besar berusia antara 26–40 tahun (44,54 persen) dan 18–25 tahun (32,49 persen). Mayoritas responden, yakni 87 persen, adalah pekerja dan mahasiswa. Sekitar 90,68 persen berpendidikan perguruan tinggi. Sebagian besar responden berpenghasilan menengah dan rendah, masing-masing 24,68 persen dengan penghasilan antara Rp 2,6-5 juta serta 22,12 persen memiliki penghasilan di bawah 1 juta rupiah.

Mayoritas responden menganggap Covid-19 sebagai ancaman yang serius. Masing-masing 46,05 persen dan 43,88 persen menyatakannya berbahaya dan sangat berbahaya.

Hasil studi ini mendukung sejumlah asumsi yang diambil dalam penelitian tersebut. Misalnya, frekuensi aktivitas perjalanan responden diketahui menurun sejalan dengan kebijakan pengurangan kegiatan di luar rumah. Data menunjukkan bahwa 71,28 persen dan 15,82 persen responden melaporkan pengurangan perjalanan mereka masing-masing sebagai "sangat signifikan" dan "signifikan". Selain itu, sekitar 8,10 persen responden memilih untuk tinggal di rumah selama masa pandemi.

Survei mendapati responden memang menyadari Covid-19 adalah masalah serius yang memicu perilaku protektif untuk mencegahnya tertular. Perilaku protektif tersebut selanjutnya mempengaruhi perubahan perilaku aktivitas perjalanan yang secara kasat mata ditampilkan lewat menurunnya frekuensi perjalanan selama pandemi.

Responden mengaku mengurangi aktivitas perjalanan kerja atau sekolah, makan di tempat makan, hingga perjalanan wisata. Perjalanan sosial dan belanja hanya sedikit saja mengalami penurunan dari rata-rata 2-3 kali seminggu menjadi 1-2 kali seminggu. Kecuali untuk perjalanan belanja, lebih dari 40 persen responden memilih tidak bepergian daripada berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah untuk aktivitas bekerja/belajar, makan di luar, jalan-jalan, dan sosial. Hal ini menunjukkan pengurangan yang substansial dalam penggunaan moda transportasi daring dibanding periode sebelum pandemi.

Studi ini menemukan bahwa penggunaan perangkat TIK meningkat signifikan. Hampir 80 persen responden lebih banyak bekerja jarak jauh dengan memanfaatkan perangkat TIK dibanding waktu biasanya.

Responden yang sudah terbiasa menggunakan perangkat TIK relatif mudah beradaptasi dalam situasi pandemi yang memaksa beraktivitas di rumah. Terlihat dari  hasil survei bahwa responden yang terbiasa menggunakan laptop dan telepon pintar relatif lebih jarang bepergian di masa pandemi. Responden yang sudah biasa berbelanja daring atau memesan barang via ojol (ojek online) jadi makin sering berbelanja.

Riset juga mendapati aktivitas pemanfaatan TIK untuk bekerja, belajar, hingga belanja berkorelasi positif dengan besarnya pendapatan yang diterima seseorang. Responden dengan penghasilan yang relatif tinggi melakukan belanja atau bekerja secara daring dengan lebih sering. Mereka yang berpenghasilan lebih tinggi memiliki pengalaman lebih lama dalam penggunaan TIK dan layanan daring. Respoden tersebut cenderung berperilaku positif saat menghadapi situasi pandemi.

Hal serupa ditemukan dalam data terkait tingkat pendidikan responden. Makin terpelajar seseorang, makin protektif perilakunya dalam melindungi dirinya dari penularan Covid-19.

Baca Juga: RISET UNPAR: Dalam Kontroversi Tarif Ojek Daring, Penciptaan Lingkungan Kerja yang Positif Jadi Kunci
Riset dan Inovasi di Indonesia masih Tertinggal, Diperlukan Percepatan Hilirisasi Hasil Riset

Salah Arah di Masa Pandemi

Temuan selanjutnya yang menarik adalah terkait dengan aktivitas bekerja dan belajar atau bersekolah via daring. Tim peneliti mendapati bahwa aktivitas bekerja atau belajar daring di masa pandemi tidak berkorelasi dengan penurunan frekuensi aktivitas perjalanan responden. Belajar daring dilakoni, tapi aktivitas perjalanan jalan terus.

“Termasuk berbelanja, makan di luar, jalan-jalan, eksplorasi sosial, serta bepergian ke tempat kerja atau sekolah. Artinya, seseorang yang dapat bekerja atau belajar dari rumah tetap melakukan perjalanan dengan frekuensi perjalanan yang lebih rendah untuk tujuan perjalanan tersebut,” demikiatn tertulis dalam riset itu.

Terkait aktivitas belanja daring, penelitian hasil kolaborasi ini menemukan bahwa aktivitas belanja daring ternyata tidak bisa menghilangkan aktivitas perjalanan di masa pandemi Covid-19. Temuan tersebut mematahkan anggapan belanja daring akan mengurangi aktivitas keluar rumah di tengah situasi pandemi.

Para peneliti menjelaskan situasi tersebut terjadi karena terbatasnya kesempatan dalam berkegiatan di luar rumah, terutama rekreasi selama pandemi. Peneliti tersebut merujuk temuan Koch et al. (2020) bahwa hiburan dan kenikmatan yang diperoleh dari kegiatan berbelanja online akan mempengaruhi perilaku dalam berbelanja daring.

“Temuan ini dapat dijelaskan dengan terbatasnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan di luar rumah selama pandemi, terutama untuk kegiatan rekreasi. Karena itu, orang tampaknya berbelanja online untuk tujuan kesenangan, dan bukan untuk substitusi aktivitas belanja di dalam toko,” tulis para peneliti.

Sebagai pembanding, menarik untuk menyimak situs Katadata yang memaparkan tren pencarian produk di e-commerce pada masa pandemi tahun 2021 dengan membandingkan tren serupa di tahun 2019. Signifikansi riset di atas terlihat pada hasil riset i-Price (2022) yang disarikan oleh Katadata yang  mendapati sejumlah produk makin populer setelah pandemi Covid-19. Yang paling menonjol adalah alat dan perlengkapan olahraga yang naik 140 persen, disusul produk elektronik naik 110 persen, produk otomotofi naik 91 persen, produk home living naik 85 persen, serta mainan dan perlengkapan anak naik 73 persen.  Sementara produk health-beauty dan fashion masing-masing naik 20 persen dan 10 persen.

Para pengemudi ojek daring, yang menjadi andalan warga pengguna layanan belanja daring, mengantre di salah satu restoran di Kota Bandung, Jumat (22/7/2022) siang.
Para pengemudi ojek daring, yang menjadi andalan warga pengguna layanan belanja daring, mengantre di salah satu restoran di Kota Bandung, Jumat (22/7/2022) siang.

Edukasi Masyarakat yang Utama

Terlepas dari temuan-temuan tersebut, penelitian ini memastikan satu hal. Pandemi Covid-19, lebih tepatnya kekhawatiran tertular wabah, berimbas pada perubahan aktivitas perjalanan. Bekerja, belajar, hingga berbelanja dilakukan secara daring demi mengurangi risiko tertular virus Covid-19 di tengah situasi pandemi.

Riset bersama ini merekomendasikan dua langkah paling awal dalam keadaan darurat akibat bencana, yakni menyosialisasikan atau mendidik masyarakat secara masif tentang risiko pandemi dan melanjutkan kebijakan untuk meminimalkan perjalanan dengan mendorong teleworking dan e-learning. Peningkatan kapasitas pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi kunci.

“Pemberdayaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk mendukung kegiatan dari rumah akan bermanfaat meminimalkan penyebaran pandemi,” demikian tertulis dalam artikel riset.

*Artikel RISET UNPAR terbit sebagai bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Unpar Bandung

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//