Jebol Larangan Mudik dan Wisata di Pantai Pangandaran
Pelarangan pergerakan masyarakat dari satu kota ke kota lain yang berlaku pada libur lebaran 6-17 Mei 2021 kurang konsisten.
Penulis Iman Herdiana16 Mei 2021
BandungBergerak.id - Pelarangan mudik untuk mencegah penularan Covid-19 gencar disosialisasikan sejak awal Ramadan kemarin, termasuk di Jawa Barat. Tetapi mudik hanyalah satu dari sekian banyak pintu pergerakan masyarakat di musim lebaran. Pintu lainnya yang mesti dijaga dan diantisipasi adalah pariwisata. Buktinya, sehari setelah lebaran yang jatuh Kamis 13 Mei 2021, pergerakan masyarakat yang bertamasya meningkat, mulai lonjakan pengunjung ke kawasan Ciwidey, Bandung selatan, sampai ke Pantai Pangandaran.
Akhir pekan kemarin, Ciwidey dilanda kemacetan, begitu juga di Pangandaran. Bahkan pada Sabtu 15 Mei 2021 sore, sebuah video ramai diperbincangkan netizen. Video tersebut tentang membludaknya kunjungan ke Pantai Pangandaran, tanpa mengindahkan protokol pencegahan Covid-19. Malah ada warganet yang mengira video tersebut terjadi di Sungai Gangga, India, padahal kenyataannya di Pangandaran. Video tersebut pertama kali diunggah oleh akun Instagram Jakarta.keras, yang kemudian dibagikan oleh akun-akun Instagram lainnya. Warganet mengkhawatirkan Pantai Pangandaran menjadi tempat penyebaran Covid-19.
Pada Sabtu malam, Pemprov Jabar kemudian merilis tentang penutupan Pantai Pangandaran dan Ciwidey. "Pangandaran dan akses ke Ciwidey disepakati ditutup untuk wisatawan," kata Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Sabtu (15/5/2021). Selain pantai Pangandaran, pantai Batu Karas yang masih di wilayah Kabupaten Pangandaran pun ditutup sementara.
Pemprov Jabar mengklaim pihaknya telah mengantisipasi pergerakan masyarakat ke destinasi-destinasi pariwisata pasca-lebaran. Salah satunya dengan menyiapkan 15.000 rapid test antigen dan mengetes secara acak di destinasi wisata yang berpotensi mendatangkan banyak wisatawan.
Selain melaksanakan tes secara acak, pembatasan jumlah pengunjung dilakukan, termasuk pembatasan jam operasional, penerapan protokol kesehatan di hotel, pusat perbelanjaan, rumah makan, dan destinasi wisata. Antisipasi tersebut diharapkan bisa mencegah terjadinya penyebaran Covid-19 di destinasi wisata.
Tetapi kenyataan di lapangan lain. Pengunjung membludak, tak ada jarak fisik untuk menghindari kemungkinan transmisi Covid-19 sebagaimana video yang beredar luas di media sosial. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Dedi Taufik yang menyatakan memang terjadi lonjakan pengunjung di destinasi wisata Jawa Barat, khususnya di Pantai Batu Karas, Pangandaran.
Petugas gabungan, kata Dedi Taufik, sampai harus membubarkan pengunjung dan memutarbalikkan kendaraan yang akan masuk Pantai Batu Karas. "Tingkat kunjungan memang tinggi. (Penutupan) ini respons yang harus segera dilakukan. Kami mengerti momen liburan ini masyarakat ingin berkunjung ke tempat wisata, tapi tetap harus ingat bahwa protokol kesehatan sangat penting, karena masih dalam suasana pandemi," ucapnya.
Keputusan menutup Batu Karas, Pangandaran, diambil berdasarkan hasil rapat koordinasi Pemda Provinsi Jabar dengan Pemerintah Kabupaten Pangandaran. Jangka penutupan sampai dengan waktu yang tidak ditentukan. "Dalam rapat juga sudah diputuskan akan ada penyekatan di kawasan Kalipucang, juga di gate (gerbang) Pangandaran secara ketat, ini sekaligus untuk mengontrol kedatangan wisatawan juga," ucap Dedi.
Lonjakan pengunjung juga terjadi di kawasan wisata Bandung selatan, yaitu Pacira atau Pasir Jambu, Ciwidey, Ranca Bali, Kabupaten Bandung. Pemkab setempat memutuskan menutup kawasan Pacira untuk sementara.
"Sehubungan sudah ada instruksi dari Istana melalui Gubernur Jawa Barat via telpon, mengenai tempat wisata PACIRA (Pasir Jambu, Ciwidey, Ranca Bali) dengan sangat menyesal, untuk sementara ditutup, sambil melihat situasi yang berkembang," kata Bupati Bandung Dadang Supriatna. "Mohon dimaklum untuk keselamatan kita semua. Terima kasih atas kerja samanya."
Baca Juga:
- Pemkot Bandung Putuskan Salat Id di tengah Pandemi
- Bandung Berlakukan Larangan Mudik, Salat Idulfitri Harus Sesuai Prokes
Kurang Disiplin dan Konsisten
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Herman Muchtar menilai, pelarangan pergerakan masyarakat dari satu kota ke kota lain yang berlaku pada libur lebaran 6-17 Mei 2021 kurang dijalankan konsisten oleh petugas di lapangan maupun masyarakat.
“Tanggal 6-17 kan tidak boleh ada pergerakan dari satu kota ke kota lain tanpa ada surat izin atau surat tugas, tapi kenyataannya tetap lolos,” kata Herman, saat dihubungi BandungBergerak.
Menurutnya, dari pihak pengusaha sendiri sudah berusaha menjalankan protokol kesehatan, di antaranya membatasi pengunjung antara 30-50 persen. Tetapi banyaknya pengunjung yang lolos dari aturan larangan pergerakan membuat pihak pengusaha kewalahan.
“Pengusaha kan ingin segera pulih, sudah tidak punya kekuatan lagi untuk hidup. Banyak yang terkapar, tapi kalau kesehatan ini akan berlarut-larut, ya dampaknya ke ekonomi akan semakin panjang,” kata Herman.
Faktanya, lonjakan pengunjung terjadi di hampir di semua sektor wisata di Jabar, bukan hanya di Pangandaran. Hal ini menunjukkan adanya masalah disiplin dalam menjalankan aturan untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Pengusaha, kata Herman, juga berharap pemerintah membuat kebijakan yang jelas dalam memberikan relaksasi ekonomi. Misalnya, soal kebijakan dana talangan untuk pengusaha hotel dan restoran yang terdampak, yang harus didukung petunjuk pelaksanaan dan petujuk teknis (juklak dan juknis). Selama ini, tak ada juklak dan juknis dari kebijakan tersebut.
PHRI Jabar mencatat jumlah hotel dan restoran di Jabar sebanyak 3.000 unit yang semuanya terdampak. Dari jumlah itu, per Juni 2020 terdapat 500 hotel dan restoran yang gulung tikar karena terdampak pandemi.
Lebaran tahun ini bahkan disebut lebih parah dibandingkan lebaran tahun lalu. Diperkirakan akan lebih banyak lagi hotel dan restoran yang terpukul. “Ini lebaran yang paling parah. Karena belum pernah kejadian kita nol okupansi,” katanya. Ia menyebut, tahun lalu, angka okupansi atau tingkat hunian hotel tidak ada yang nol okupansi. Sementara THR atau gaji karyawan tetap harus dibayar.
Herman menyatakan bahwa menghadapi pandemi Covid-19 diperlukan disiplin yang ketat dan konsisten, baik oleh pemerintah, aparat, pengusaha, dan masyarakat. Semua pihak harus patuh dan disiplin pada aturan menjalankan protokol kesehatan kalau tak ingin pandemi berkepanjangan seperti di Malaysia dan India.