• Berita
  • Gedung Jiwasraya Bandung Dilelang, Pelestarian Cagar Budaya Jangan Hilang

Gedung Jiwasraya Bandung Dilelang, Pelestarian Cagar Budaya Jangan Hilang

Gedung Jiwasraya Bandung merupakan satu dari 100 bagunan cagar budaya golongan A dengan seni arsitektur menawan.

Gedung perusahaan asuransi Jiwasraya dilelang, ditandai dengan adanya spanduk lelang bangunan di atas pintu masuk gedung berlokasi di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa (18/05/2021). Gedung Jiwasraya merupakan cagar budaya golongan A. (Foto: Fakhri Fadlurrohman)

Penulis Iman Herdiana18 Mei 2021


BandungBergerak.id - Proses lelang gedung PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Kantor Wilayah Bandung, di Jalan Asia Afrika Nomor 53, diharapkan tidak berimbas buruk pada pengelolaan kecagarbudayaannya. Gedung Jiwasraya Bandung merupakan satu dari 100 bagunan cagar budaya golongan A dengan seni arsitektur menawan.

Selembar sepanduk putih terpampang di badan gedung perusahaan asuransi milik negara itu, tepat di atas pintu masuk utama. Di sana tertulis pengumuman: “DIJUAL MELALUI LELANG UMUM DI WEBSITE www.jiwasraya.co.id/lelang”. Setelah dicek, alamat situs itu sudah tidak bisa diakses. Halamannya tidak ditemukan dan orang diminta menghungi nomor layanan pusat panggilan (call center). 

Dalam pantauan BandungBergerak.id, Selasa (18/5/2021) siang, gedung klasik tersebut terlihat sepi dan terkunci, meski di depan gedung yang berseberangan dengan Alun-alun Bandung itu banyak orang berlalu-lalang. Beberapa dari mereka duduk di emperan, yang lainnya berswafoto dengan latar gedung yang anggun. Salah seorang petugas keamanan di lingkungan itu menyebutkan, spanduk lelang dipasang sejak dua minggu sebelum bulan Ramadan. 

Dalam beberapa tahun belakangan, Jiwasraya kerap menjadi sorotan atas kasus dugaan korupsi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Tahun 2008-2018, menyebut kerugian negara dalam kasus BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang bergerak di bidang layanan asuransi ini senilai Rp 16,81 triliun.

Disimpulkan, ada penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait atas proses perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan investasi saham dan reksa dana di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Oleh BPK, laporan diserahkan kepada Kejaksaan Agung pada 2020. 

Di luar kasus korupsi yang merundung Jiwasraya, ada urusan lain yang juga perlu mendapat perhatian serius, yakni nasib pengelolaan cagar budaya (heritage) yang sebelumnya dikuasai perusahaan pelat merah tersebut. Lewat proses lelang, gedung Jiwasraya Bandung kemungkinan akan berganti pemilik.

Merujuk Peraturan Daerah

Aturan pengelolaan cagar budaya di Kota Bandung termuat dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya. Perda ini merupakan revisi atas peraturan sebelumnya. Dalam lampirannya, gedung Jiwasraya merupakan satu dari 100 cagar budaya golongan A. Ia ada di urutan ketiga setelah Kantor Pos Besar dan Bank Mandiri.

Perda mendefinisikan bangunan cagar budaya sebagai “susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding dan beratap”. Ada lima kriteria penggolongan bangunan cagar budaya, yakni umur minimal 50 tahun, nilai arsitektur, nilai sejarah, nilai ilmu pengetahuan, dan nilai sosial budaya. Sebuah bangunan masuk ketegori A jika ia berusia paling sedikit 50 tahun dan memiliki paling sedikit tiga kriteria lainnya.

Tentang kepemilikan dan penguasaan, Perda mengatur bahwa setiap orang di daerah kota dapat memiliki dan atau menguasainya dengan “tetap memperhatikan fungsi sosial sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Juga diatur bahwa kepemilikan atau penguasaan cagar budaya “dapat diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh Negara”.

Merujuk perda, jelas bahwa pergantian kepemilikan gedung tidak menggugurkan status gedung sebagai cagar budaya yang harus dirawat dan dilestarikan. 

Gedung perusahaan asuransi Jiwasraya dilelang, ditandai dengan adanya spanduk lelang bangunan di atas pintu masuk gedung berlokasi di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa (18/05/2021). Gedung Jiwasraya merupakan cagar budaya golongan A. (Foto: Fakhri Fadlurrohman)
Gedung perusahaan asuransi Jiwasraya dilelang, ditandai dengan adanya spanduk lelang bangunan di atas pintu masuk gedung berlokasi di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa (18/05/2021). Gedung Jiwasraya merupakan cagar budaya golongan A. (Foto: Fakhri Fadlurrohman)

Baca Juga: Sahabat Heritage Indonesia: Mencintai Cagar Budaya dengan Berkomunitas
Tentang Paradigma: Dari Proyek Merkuri NASA ke Budaya Lokal Indonesia

Tetap Dijaga

Ketua Komunitas Bandung Heritage atau Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung, Aji Bimarsono, menegaskan alih kepemilikan benda atau gedung cagar budaya bisa dilakukan seperti jual beli bangunan biasa. “Yang penting kelestarian bangunan tetap dijaga,” kata Aji.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung juga tidak mempermasalahkan rencana lelang bangunan maupun alih kepemilikan gedung Jiwasraya Bandung, dengan syarat kelestarian gedung tetap dijaga, mengacu pada Perda Pengelolaan Cagar Budaya.

Kepala Disbudpar Kota Bandung Kenny Dewi Kaniasari mengatakan, memang perda tidak mengatur secara khusus tentang penjualan atau alih kepemilikan sebuah bangunan heritage, tapi tentang pemindahan kepemilikan diatur pada pasal 22 ayat 3 dan pasal 24 ayat 3 dan 4. Prinsipnya, bangunan cagar budaya dapat berganti pemilik atau pengelola dan dapat dimanfaatkan dengan fungsinya yang bisa disesuaikan selama nilai kecagarbudayaannya tetap terpelihara.

“Yang dilarang adalah merubah bentuk atau merubah wujud bangunan cagar budaya,” tuturnya.

Prinsip lainnya, lanjut Kenny, pemilik harus patuh kepada semua peraturan yang berlaku, antara lain, bahwa untuk pemeliharaan wajib dilakukan oleh pemilik atau pengelola bangunan cagar budaya. Untuk perawatan, perubahan, penambahan, dan pengurangan dibutuhkan Surat Rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) agar perubahannya sesuai dengan kaidah pelestarian.

Keny menegaskan, pihaknya berkomitmen menjalankan program pelestarian cagar budaya di Kota Bandung, tak terkecuali melestarikan gedung Jiwasraya. Upaya pelestarian tersebut termasuk pemberian penghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan pelestarian bangunan cagar budaya lewat Anugerah Cagar Budaya dan insentif pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebagaimana diatur Pasal 6 ayat 3 dan 4 Perda Pengelolaan Cagar Budaya.

Selain arsitekturnya yang elok, gedung Jiwasraya Bandung juga memiliki nilai sejarah. Ia merupakan satu dari 10 stilasi yang dibuat pada tahun 1997 untuk memperingati Jejak-jejak peristiwa Bandung Lautan Api. Gedung ini dijadikan markas Resimen 8. 

Pionir Asuransi Hindia Belanda

Dalam buku Dokumentasi Bangunan Kolonial Kota Bandung (2001) yang diterbitkan oleh Dinas Kebudyaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat, disebutkan bahwa gedung Jiwasraya dibangun pada tahun 1859 oleh Biro Arsitektur Belanda. Belum diketahui siapa nama arsitekturnya.

“Bentuknya langka dan unik dengan gaya arsitektur yang khas, yaitu neo klasik art deco ornamental,” begitu tertulis dalam buku 100 halaman tersebut.

Gedung Jiwasraya Bandung dibangun di atas tanah seluas 3.289 meter persegi di lokasi yang sangat strategis, yakni kawasan Alun-alun. Luas bangunan yang menghadap ke selatan ini mencapai 1.996 meter persegi.

Aji Bimarsono, mengutip blog www.oomindra.wordpresss.com, menyebut tahun pendirian gedung Jiwasraya Bandung adalah 1914. Bukan 1859 yang menjadi tahun pendirian perusahaan asuransi jiwa milik Belanda, NILLMIJ (Nederlanch-Indische Levensvezekerings en Liffrente Maatchaappij). Inilah perusahaan asuransi jiwa pertama di Indonesia, ketika itu Hindia Belanda, yang didirikan dengan akta notaris William Hendry Herklots Nomor 185 tertanggal 31 Desember 1859.

Buku peringatan 150 Tahun 1859-2009 PT Asuransi Jiwasyara: Kokoh Melintas Zaman (2010), yang dicetak dengan begitu wah, juga tidak memberikan tambahan informasi signifikan. Buku setebal 209 halaman ini lebih banyak diisi foto. Tentang gedung Jiwasraya Bandung, disebutkan informasi bahwa bangunan itu dibangun tahun 1914 dengan arsitek S. Snuyf. 

Buku Architectural Conservation Award Bandung (2014), yang diterbitkan dwilingual, memiliki langgam serupa. Halaman-halamannya lebih banyak memuat foto. Tentang gedung Jiwasraya Bandung, Dibyo Hartono, sang penulis, menyebut dua nama arsitek. Selain Snuyf, disebut juga nama F. L. Wiemans. Juga termuat informasi bahwa gedung penerima penghargaan dari Bandung Heritage itu mulai ditempati pada 1915.  

Merujuk informasi di situs resmi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), diketahui bahwa baru per tanggal 17 Desember 1960, NILLMIJ van 1859 dinasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1958 dengan mengubah namanya menjadi PT Perusahaan Pertanggungan Djiwa Sedjahtera. Nama perusahaan ini dalam perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan. Sejak tahun 2003, ditetapkanlah nama yang digunakan hingga sekarang, PT Asuransi Jiwasraya (Persero). 

Jadi, kembali ke masalah lelang. Ada satu hal yang pasti bahwa apa pun masalah yang membelit perusahaan dan siapa pun pemenang lelang nanti, gedung Jiwasraya Bandung tetap wajib dipelihara dan dilestarikan sebagai cagar budaya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//