Vaksinasi di Indonesia Berpacu dengan Virus Corona Jenis Baru
Menghadapi virus Corona jenis baru yang sudah masuk Indonesia, protokol kesehatan perlu dilipatgandakan. Vaksinasi COVID juga tidak boleh lambat
Penulis Iman Herdiana23 Maret 2021
BandungBergerak.id - Pandemi COVID-19 yang disebabkan virus Corona jenis baru dari SARS CoV-2 telah bermutasi menghasilkan beberapa varian atau strain baru. Varian ini sudah masuk ke Indonesia. Apa yang harus dilakukan dalam mencegah penularan virus Corona jenis baru ini?
Ilmuwan dunia masih melakukan penelitian terhadap apa dan bagaimana virus hasil mutasi tersebut. Namun ilmuwan percaya virus Corona jenis baru ini tidak memiliki gejala di luar gejala umum pada penyakit COVID-19. Meski ada kecenderungan virus ini jauh lebih menular dibandingkan COVID-19.
Dr Soumya Swaminathan, Kepala Peneliti WHO, mengatakan sejak awal 2021 pihaknya telah melacak virus baru ini dan sudah ada dua varian khusus yang dilaporkan ke WHO. Satu diidentifikasi di Inggris dan satu diidentifikasi di Afrika Selatan.
Menurutnya, SARS CoV-2 telah mengalami banyak perubahan (mutasi). Mereka mengalami mutasi yang disebut N501Y. Temuan ini meningkatnya kasus COVID-19 di Inggris dan Afrika Selatan.
Penelitian menemukan bahwa varian baru tersebut cenderung menyebar lebih cepat, lebih mudah menular atau lebih menular. “Mereka tampaknya berperilaku hampir sama dengan perilaku virus sebelumnya dan menyebabkan jenis penyakit yang sangat mirip,” kata Dr Soumya Swaminathan, mengutip Sains 5 WHO, 2 Januari 2021.
Pertanyaan selanjutnya dengan adanya virus Corona jenis baru, apakah vaksin COVID yang sudah ada mampu melindungi kita? Dr Soumya Swaminathan menjawab, tentu adanya varian virus ini menjadi poin penting bagi penelitian pengembang vaksin.
Vaksin COVID-19 berbeda dengan vaksin lainnya, misalnya vaksin campak, yang cukup disuntikkan sekali seumur hidup. Vaksin COVID-19 mirif vaksin virus influenza di mana diperlukan perubahan struktur vaksin setiap tahun berdasarkan strain yang beredar.
WHO sudah melakukan koordinasi secara global untuk mengidentifikasi strain baru yang harus digunakan ke dalam struktur vaksin setiap waktunya. Terlebih SARS-CoV-2 sendiri adalah jenis virus baru yang pertama mewabah di Wuhan, China, akhir 2019. SARS-CoV-2 maupun varian barunya menginduk pada virus Corona.
Perlu diketahui bahwa virus varian baru memiliki perilaku sama dengan varian sebelumnya dan juga menyebar dengan cara sama. Semakin memberinya kesempatan untuk menyebar dan berkembang biak di dalam tubuh manusia, semakin besar kemungkinan ia berubah (bermutasi). Dan hal ini alamiah.
Pencegahan pun sama, yakni perlu dipastikan pengurangan transmisi seperti melakukan isolasi terhadap pasien terjangkit, pelacakan kontak, mengkarantina semua kontak, menjaga jarak, memakai masker, menghindari keramaian, hindari ruangan tertutup dan dihuni banyak orang, mencuci tangan, memerhatikan tata krama pernapasan dan batuk.
“Semua hal ini kalau dilakukan bersama-sama pasti membuat perbedaan dalam menurunkan transmisi,” tandas Dr Soumya.
Penerapan protokol kesehatan secara ketat sudah terbukti ampuh mengurangi penularan virus Corona jenis baru di tiap negara terjangkit. Dengan catatan, protokol kesehatan harus dilipatgandakan.
Ilmuwan WHO lainnya, Dr Maria Van Kerkhove, sepakat dengan pelipatgandaan protokol Kesehatan pencegahan COVID-19 untuk membentung penularan virus varian baru. “Ada banyak hal yang dapat Anda lakukan untuk melindungi diri Anda dari virus SARS-CoV-2, termasuk varian yang telah dilaporkan,” katanya.
Semua itu menyangkut menjaga jarak fisik, kebersihan tangan, membuka jendela, menghindari ruang yang ramai, tinggal di rumah jika merasa tidak sehat, memastikan menjalani tes jika diperlukan.
WHO telah meneliti sejumlah negara yang memiliki varian virus baru di mana penularannya berkurang dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Hasil penelitian global itu tidak menunjukkan perlunya perubahan panduan WHO tentang pencegahan COVID-19.
“Ambil semua langkah yang Anda bisa untuk menjaga diri Anda dan agar orang yang Anda cintai aman dari SARS-CoV-2,” katanya.
Virus Baru di Indonesia vs Efektivitas Vaksin
Varian baru SARS CoV-2 terdiri dari strain B.1.1.7 yang pertama kali diidentifikasi di Inggris Raya. Kedua adalah B.1.351 yang teridentifikasi di Afrika Selatan. Dan yang ketiga adalah P.1 yang beredar di Brazil tapi teridentifikasi di antara para pelancong yang tiba di Jepang.
WHO telah mengantongi informasi adanya peningkatan penularan akibat varian virus B.1.1.7 dan B.1.351. Varian ini memungkinkan mengikat sel pada manusia lebih mudah.
Dalam hal keparahan, ada beberapa penelitian dari Inggris yang menunjukkan bahwa B.1.1.7 meningkatkan keparahan. Kabar baiknya, Maria Van Kerkhove melaporkan, hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin COVID-19 yang ada saat ini masih bisa bekerja melawan varian baru virus tersebut.
Pemerintah Indonesia sendiri mengkonfirmasi virus Corona strain B.1.1.7 telah masuk ke Indonesia. Pada 8 Maret 2021, dua pasien kasus positif mutasi virus Corona strain B.1.1.7) di Indonesia dinyatakan sembuh (negatif), seperti dikutip dari laman covid19.go.id.
Pemerintah mengimbau warga Indonesia tidak perlu khawatir namun tetap harus waspada dan disiplin menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Pemerintah juga meyakinkan munculnya varian baru virus Corona tidak akan mempengaruhi efektivitas vaksin yang diberikan kepada masyarakat.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan, vaksin sudah teruji manfaatnya dalam melindungi kesehatan masyarakat. Jadi masyarakat disarankan untuk tidak menunda vaksinasi karena khawatir varian baru.
Ia mengibaratkan vaksin sebagai senjata saat perang. "Layaknya berperang, kita harus memanfaatkan senjata yang ada untuk dapat menang," Wiku dalam keterangan persnya, Selasa (9/3/2021).
Namun Indonesia masih terkendala cakupan vaksinasi COVID-19 nasional. Data COVID-19 di Indonesia per Senin (23/3/2021) menunjukkan angka vaksinasi suntikan pertama baru 5.567.280 jiwa. Vaksinasi suntikan kedua lebih sedikit lagi, yakni 2.312.601.
Sementara jumlah penduduk Indonesia sekitar 250 juta. Jika mengacu pada teori kekebalan komunitas (herd immunity) yang menghendaki 70-80 persen penduduk tervaksin, angka vaksinasi di Indonesia jelas masih jauh.
Sedangkan data terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Data covid19.go.id mengungkap sebanyak 1.465.928 kasus atau bertambah 5.744 kasus dari hari sebelumnya. Kasus aktif (dalam perawatan)-nya 128.250 kasus. Jumlah kasus sembuh sebanyak 1.297.967 atau bertambah 7.177 dari hari sebelumnya. Kasus meninggal dunia 39.711 atau bertambah 161 kasus dibandingkan hari sebelumnya.
Kasus COVID-19 Indonesia tersebar di 34 provinsi. Lima besar provinsi dengan kasus COVID-19 terbanyak ialah Provinsi tertinggi DKI Jakarta sebanyak 367.007 (25.3%), Jawa Barat 238.613 (16.5%), Jawa Tengah 164.071 (11.3%), Jawa Timur 136.092 (9.4%), dan Kalimantan Timur 61.137 (4.2%).