Kecamatan Sumur Bandung: Mitos, Data Penduduk, dan Tingkat Kriminalitas
Kecamatan Sumur Bandung punya banyak cerita. Mulai mitos 7 sumur tua, laju penduduknya yang pesat, sampai tingkat kriminalitasnya
Penulis Iman Herdiana23 Maret 2021
BandungBergerak.id - Sumur Bandung, sebuah kecamatan di jantung Kota Bandung, punya segudang cerita baik dari sisi mitos maupun data. Di Sumur Bandung sejarah Bandung dimulai. Sumur Bandung disebut-sebut cikal bakal-nya kota berjuluk Parijs van Java.
Nama Sumur Bandung diambil dari nama mata air, yakni sumur yang merupakan sumber mata air. Bukti sejarah sumur tua yang dinamai Sumur Bandung terdapat di lahan eks Palaguna Alun-alun Kota Bandung, posisinya tak jauh dari Jalan Asia-Afrika sekitar Gedung Merdeka. Rupanya kepada sumur inilah nama kecamatan Sumur Bandung merujuk.
Menurut pegiat sejarah dari Komunitas Aleut, Ariyono Wahyu Widjajadi, orang tua dahulu sebelum membangun suatu permukiman hal pertama yang harus dicari ialah sumber mata air. Jika di suatu tempat terdapat sumber mata air, maka di sanalah sebuah permukiman bisa dibangun.
Di Tatar Sunda, sumber mata air disebut pula paguyangan (tempat mandi) badak putih. Keberadaan sumber mata air atau kubangan badak putih ini juga sangat menentukan dalam memilih lokasi suatu ibu kota di Tatar Priangan. Tak terkecuali di Bandung.
Ariyono mengatakan, pencarian kubangan badak putih (mata air) terjadi ketika ibu kota Bandung tempo dulu pindah dari Dayeuhkolot ke posisi sekarang, berdasarkan surat keputusan (besluit) Gubernur Jenderal Daendels tertanggal 25 September 1810.
“Di minta untuk memindahkan ibu kotanya dari Dayeuhkolot ke lokasi dekat Jalan Raya Pos,” terang Ariyono Wahyu Widjajadi, dikutip dari artikel Takdir Tujuh Sumur di laman komunitas Aleut, komunitasaleut.com, Rabu, 24 Februari 2021.
Perlu diketahui, Dayeuhkolot saat ini masuk wilayah Kabupaten Bandung. Sedangkan Jalan Raya Pos atau Grote Postweg merupakan jalan strategis yang dibangun di masa kolonial Belanda. Kilometer nol Jalan Raya Pos terletak di Jalan Asia-Afrika sekarang.
Pemindahan Ibu Kota Bandung, lanjut Ariyono, terjadi di masa Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusumah II pada tahun 1809. Saat itu, sang Bupati yang merupakan tokoh kharismatik dan legendaris berjuluk Dalem Bandung, menemukan beberapa tempat sebelum menetapkan pusat kota di sekitar Jalan Raya Pos.
Namun kemudian Bupati Wiranatakusumah II memilih lokasi ibu kota di wilayah yang kini disebut Sumur Bandung, pusat kota tepatnya berdiri di sebelah barat Sungai Cikapundung. Bupati Wiranatakusumah II memilih tempat tersebut, “Dengan mempertimbangkan keberadaan beberapa sumber mata air berupa sumur yang konon jumlahnya tujuh buah, atau bahkan lebih,” kata Ariyono.
Tempat tersebut punya sumber mata air atau kubangan badak putih, dinilai sangat cocok dijadikan pusat ibu kota baru. Bahkan pemandian badak putih di sana tidak hanya satu, melainkan ada beberapa sumur.
Pemandian yang paling dikeramatkan masyarakat masa itu berada di sudut timur laut Alun-alun, kini di halaman belakang Kantor PLN. Sumur ini tak jauh dari sumur yang berada di lahan eks Gedung Palaguna yang sekarang akan dibikin destinasi wisata baru oleh Pemkot Bandung.
Ariyono bilang, sebelum menjadi lokasi eks Palaguna sekarang, lahan ini dulunya bernama Vorkink. Setelah kemerdekaan, nama Vorkink kemudian berganti menjadi Percetakan Sumur Bandung. “Nama baru ini menggambarkan keberadaan sumber mata air di lahan tersebut. Bekas lokasi Vorkink kini menjadi lahan kosong di belakang Palaguna,” terangnya.
Sebagaimana fakta sejarah umumnya, Sumur Bandung pun diliputi mitos yang menjadi cerita turun-temurun. Bahkan menurut Aryono, mitos Sumur Bandung yang terletak di PLN hingga kini masih berkembang.
Ada kepercayaan masyarakat bahwa sumur tersebut dihuni dan dijaga oleh penguasa alam gaib di kawasan Bandung, yaitu Kentring Manik atau Nyi Ken Buniwangi. Dalam majalah Mooi Bandoeng tahun 1937, W.H. Hoogland, kata Aryono, Kentring Manik adalah Dewi penguasa mata air (Bron-godin).
Selain sumur di eks-Palaguna dan PLN, Ariyono juga menyebut di Kawasan tersebut juga ada beberapa sumur tua lainnya. Namun nasib sumur-sumur tua itu tak berbekas, beberapa di antaranya ditimbun untuk kepentingan pembangunan.
Penimbunan sumur “keramat” tersebut konon harus melalui ritual sebagai bentuk permohonan izin kepada penguasa sumur. Ritual ini diwarnai selamatan dengan memotong beberapa ekor kerbau.
Sementara berdasarkan rilis resmi Pemkot Bandung, di Bandung terdapat 7 Sumur Bandung, yaitu di bangunan bank tertua di Kota Bandung yang sekarang menjadi gedung Bank Mandiri, Masjid Cipaganti, Gedung PLN Cikapundung. Dua lainnya berada di lahan De Vries dan Gedung De Zon. Sumur Bandung yang ada di Gedung De Zon tidak diketahui nasibnya setelah gedung tersebut dibongkar.
Revitalisasi Sumur Bandung
Keberadaan Sumur Bandung menarik perhatian Pemerintah Kota Bandung. Rencananya, Pemkot akan merevitalisasi lahan eks Palaguna Alun-alun Kota Bandung menjadi destinasi wisata baru. Rencana ini diungkapkan Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana, Selasa 7 Juli 2020, saat mengunjungi sumur tua itu.
Menurut Yana, situs sumur Bandung memiliki nilai sejarah tinggi. Sumur ini tonggak berdirinya Kota Bandung. "Mudah-mudahan sumur ini bisa menjadi tujuan wisata. Karena memang memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi untuk Kota Bandung," katanya.
Ia bilang, pihak terkait seperti PT Jaswita Jabar dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung akan berinovasi untuk membangun wisata di ruang terbuka. Salah satunya wisata sumur tua. "Pemkot Bandung dan pihak terkait akan mengaktivasi tujuan wisata outdoor. Insyaallah aman meski di tengah pandemi," katanya
Dari sisi data, Sumur Bandung punya cerita tak kalah menarik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung dalam Kecamatan Sumur Bandung dalam Angka 2020, kecamatan ini satu 30 kecamatan di wilayah Kota Bandung.
Kecamatan ini memiliki luas 3,40 kilometer persegi yang berdiri di atas dataran ± 700 meter di atas permukaan laut. Secara geografis Kecamatan Sumur Bandung berbatasan dengan Kecamatan Bandung Wetan di Utara, Kecamatan Lengkong dan Regol di selatan, Kecamatan Batununggal di timur, dan Kecamatan Cicendo dan Andir di barat.
Kecamatan Sumur Bandung dihuni 37.061 warga yang terdiri dari 18.576 laki-laki dan 18.485 perempuan. Mereka tersebar di 4 kelurahan, yaitu Braga, Kebon Pisang, Merdeka, dan Babakan Ciamis. Total empat kelurahan tersebut punya 37 RW dan 237 RT. Jumlah pengurus RT/RW tak bertambah sejak 2014. Sedangkan Kebon Pisang menjadi kelurahan terpadat dengan 12.146 penduduk.
Penduduk Kecamatan Sumur Bandung menurut kelompok umur kebanyakan usia anak sampai usia produktif, yakni 15-19 tahun berjumlah 3.027 orang. Sisanya, 20 tahun ke atas sampai lansia.
Sebagai kecamatan di pusat kota, di kecamatan ini banyak berdiri pusat pemerintahan, salah satunya Kantor Pemkot Bandung, di Jalan Wastukencana dan Jalan Merdeka. Tak hanya itu, Jalan Braga yang disebut kawasan kota tua juga masuk wilayah kecamatan ini.
Di sepanjang Jalan Braga banyak berdiri bangunan tua peninggalan masa kolonial Belanda. Banyak mal, cafe, dan tempat-tempat yang menyajikan wisata kuliner khas Bandung maupun Eropa. Sebab kawasan Braga sejak dahulu hingga kini menjadi tujuan turis asing.
Tak ketinggalan, di jalan ini juga terdapat produk seni yang khas, yaitu lukisan yang dipajang di pinggir jalan. Pelbagai lukisan ini biasa menjadi oleh-oleh terutama bagi turis luar negeri.
Sarana Pendidikan dan Kesehatan Lengkap, Minim Mitigasi Bencana
Sebagai kecamatan di pusat kota, di kecamatan ini banyak berdiri sekolah mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi. Jumlah SD-nya terdiri dari 5 SD negeri dan 10 SD swasta, ada 1 madrasah di Kebon Pisang.
Jumlah SMP sebanyak 12 unit, jumlah SMA 10 unit, jumlah SMK 5 unit, dan 6 akademi atau perguruan tinggi yang semuanya berdiri di Kelurahan Babakan Ciamis.
BPS Kota Bandung menyebut akses ke fasilitas pendidikan di kecamatan ini antara mudah dan sangat mudah dijangkau. Sarana pendidikan ini ditunjang fasilitas kesehatan yang terdiri dari 3 unit rumah sakit, 11 klinik, 2 Puskesmas dan 6 apotek. BPS Kota Bandung pun menyebut akses kesehatan di kecamatan ini mudah sampai sangat mudah dijangkau.
Dilaporkan tidak ada kasus gizi buruk maupun bencana alam yang terjadi di Sumur Bandung. Meski demikian, dicatat pula kecamatan padat penduduk ini tidak memiliki fasilitas/upaya antisipasi/mitigasi bencana alam.
Perlengkapan keselamatan hanya terdapat di Kelurahan Merdeka. Sedangkan rambu-rambu atau jalur evakuasi bencana alam hanya ada 1 di Babakan Ciamis.
Mayoritas penghasilan masyarakat Sumur Bandung bersumber dari perdagangan. Ini dapat dilihat dari jumlah pertokoan yang terdata mencapai 14 toko, 2 pasar, 27 minimarket/swalayan, 193 toko kelontong, 162 restoran, 377 warung/kedai, dan 51 hotel.
Akses dan sinyal internet di kawasan ini juga disebut kuat sampai sangat kuat karena banyak berdiri menara dan operator layanan komunikasi telepon seluler. Sebagai contoh, di wilayah kota tua Braga terdapat 10 menara seluler.
Begitu juga dengan sarana prasarana transportasi antar kelurahan yang didukung trayek kendaraan umum. Masih soal ekonomi, terdapat beragam lembaga keuangan yang beroperasi, mulai bank milik pemerintah sebanyak 22 bank, bank swasta 43 unit, bank perkereditan rakyat 4 unit, dan ada 9 koperasi di Kelurahan Braga dan 1 koperasi di Kelurahan Merdeka.
Rawan Kejahatan
Perkotaan tak lepas dari masalah kejahatan atau kriminalitas. Sebuah studi yang dilakukan Moh Dede (2018) memperlihatkan Kota Bandung sebagai wilayah dengan tingkat kejahatan tertinggi di Jawa Barat.
Dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Kerawanan Kejahatan Di Kawasan Perkotaan”, sarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ini mengungkap kejahatan di Jabar tahun 2015 terjadi 25.702 kasus, sementara di Kota Bandung 4.135 kasus.
Bila dibandingkan dengan jumlah kejahatan yang ditangani oleh Polda Jawa Barat, Kota Bandung berkontribusi atas 16,09 persen kasus kriminalitas di Jabar. Bila dibandingkan dengan wilayah perkotaan lainnya di Jabar, angka crime rate Kota Bandung pada tahun 2015 merupakan yang tertinggi ke tiga setelah Kota Sukabumi dan Kota Cirebon dengan nilai 144,22.
Angka tersebut lebih besar dari rata-rata nasional dan provinsi Jawa Barat yang mencapai 131 dan 71. Padahal wilayah ini memiliki 29 pos kepolisian atau terbanyak di Jawa Barat.
Studi tersebut juga mengulas Sumur Bandung sebagai salah satu wilayah yang memiliki kerawanan kejahatan tertinggi, berdasarkan data yang dihimpun oleh Satreskrim Polrestabes Bandung (2017) dan BPS Kota Bandung (2017).
Disebutkan, Sumur Bandung memiliki angka kriminalitas sebanyak 341 kasus dan crime rate mencapai 190,77. Crime rate wilayah ini lebih tinggi daripada Kota Bandung yang mencapai 152,29 maupun kecamatan lainnya di tahun yang sama.
Sebagai perbandingan, studi tersebut menghimpun data kejahatan dari 10 kecamatan Kota Bandung. Total kejahatan di Sumur Bandung 341 kasus dengan crime rate 190,77 persen dari 35.572 penduduk. Angka kejahatan terendah di Kecamatan Cicendo 177 kasus dengan crime rate 35,59 persen dari 99.468 penduduk.