• Cerita
  • Cerita Orang Bandung (11): Gairah Hidup Seorang Penjual Buku

Cerita Orang Bandung (11): Gairah Hidup Seorang Penjual Buku

Tatang Hariana (52) sudah 30 tahun berjualan buku di Pasar Palasari, Bandung, mengikuti jejak sang paman. Zaman berubah cepat, ia memilih bertahan.

Tatang Hariana (52), ditemui di kiosnya di Pasar Buku Palasari, Bandung, Kamis (17/6/2021). Sudah berjualan sejak 30 tahun lalu, ia menyaksikan sekian banyak tantangan dalam industri buku dan memilih tetap bertahan. (Foto: Bani Hakiki)

Penulis Bani Hakiki23 Juni 2021


BandungBergerak.id - Sudah 30 tahun Tatang Hariana (52) membuka kios di Pasar Buku Palasari, Bandung. Buku baginya sudah seperti sahabat, bukan hanya komoditas jualan. Dalam rentang sepanjang itu, tidak pernah sekali pun ia berpaling ke pekerjaan lain.

Manis dan pahit kehidupan sudah dirasakan Hariana bersama buku-buku yang dijual dan dibacanya secara pribadi. Lembar-lembar kertas yang berisi segudang pengetahuan dan khayalan tak pernah mengkhianatinya. Bukan sekali dua kali Hariana melepaskan gundah dan stres yang ia alami dengan menenggelamkan diri dalam buku bacaan.

“Dulu paman saya punya banyak sekali buku. Saya mulai tertarik (dengan buku) karena itu. Begitu lulus (STM), saya ngikut dagang buku di toko sambil baca-baca,” tuturnya sambil mencatat buku-buku yang laku terjual, Kamis (17/6/2021) siang.

Hariana menyebut pekerjaannya sebagai sebuah gairah yang organik, tanpa paksaan sama sekali. Ia merasa beruntung dahulu memutuskan cepat bekerja dengan mengikuti jejak sang paman. Semakin lama, semakin banyak buku ia ketahui.

Pengalaman panjang membuat Hariana cepat mengetahui buku yang dicari oleh setiap pelanggannya. Produk-produk penerbit pun ia hafalkan agar lebih mudah menemukan buku taksiran pembeli yang tidak tersedia di kiosnya. Namun Hariana juga mengikuti tradisi baik yang tumbuh di antara para pedagang di Pasar Buku Palasari. Ketika buku yang diingini pelanggan tidak tersedia di kiosnya, ia akan mencarikan ke pedagang lain.

“Di sini budayanya kayak gitu (mencari buku ke gerai lain). Sudah biasa dilakukan, sekalian membantu teman-teman yang lain juga supaya bukunya laku,” ujar Hariana yang membuka gerai bukunya pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore.

Sebagian besar buku yang dijual Hariana adalah novel terbitan dalam dan luar negeri. Terpajang pula beberapa jenis buku lainnya, seperti komik, sastra, sejarah, dan buku pelajaran untuk segala jenjang sekolah. Setiap jenis buku memiliki pelanggan, dan juga peruntungannya, sendiri.

Baca Juga: Cerita Orang Bandung (10): Liku Hidup Perempuan Penjual Batagor
Cerita Orang Bandung (9): Kisah dari Sebuah Kedai Sop Buah

Anjlok selama Pandemi

Tatang Hariana membeli buku dari distributor setiap sepekan atau sebulan sekali, tergantung stok dan permintaan pembeli. Ia juga menerima buku dari orang-orang yang datang langsung ke gerainya menawarkan koleksi buku.

Jika sedang laris Hariana bisa memperoleh pendapatan 2-3 juta rupiah sebulan. Jumlahnya bisa bertambah banyak ketika ada konsumen yang membeli borongan.

Pandemi Covid-19 sejak setahun lalu membuat penghasilan Hariana, sama seperti para pedagang lain di Pasar Buku Palasari, anjlok. Ia mengira-ira, turunnya hingga 75 persen dibandignkan tahun-tahun normal sebelumnya. Pagebluk membuat warga tidak berani atau tidak bisa berkunjung ke pasar.

“Paling laku mah biasanya setiap tahun ajaran baru tuh. Pembelinya mulai dari anak SD sampai dosen. Kadang juga ada beberapa pengarang yang datang ngeborong minimal 50 buku, untuk bahan bacaan atau cari inspirasi untuk menulis,” katanya.

Ada dua tipe pengelolaan kios di Pasar Buku Palasari, yakni milik dan sewa. Hariana memilih untuk menyewa kios ke pihak pengelola senilai 15 juta rupiah untuk dua tahun. Di luar itu, ia mesti membayarkan 2 ribu rupiah setiap harinya untuk kebersihan dan keamanan.

Pagebluk adalah ujian kesekian bagi para pedagang buku di Palasari. Mereka sebelumnya digempur oleh kedatangan internet dan model penjualan daring. Jauh sebelumnya, para pedagang buku jgua juga harus melewati tahun-tahun sulit di sekitar krisis moneter di akhir 1990-an.

Yang tidak dilupakan, tentu saja beberapa bencana kebakaran yang melanda pasar. Kedai Hariana turut hangus dilalap api. Beruntung ia bisa menyelamatkan sebagian koleksi bukunya. Sesudah api reda, tidak ada pilihan selain memulai lagi semuanya dari nol.

Suasana Pasar Buku Palasari yang kian lengang selama pandemi Covid-19, Kamis (17/6/2021). (Foto: Bani Hakiki)
Suasana Pasar Buku Palasari yang kian lengang selama pandemi Covid-19, Kamis (17/6/2021). (Foto: Bani Hakiki)

Menyaksikan Perubahan Zaman

Sudah tiga dekade berjualan buku, Tatang Hariana merasa mengenal betul perubahan pola pembeli dan pembaca. Sebelum teknologi digital berkembang pesat sejak awal 2000-an, ia mengaku tak pernah kehabisan pelanggan setiap harinya. Kondisinya sekarang jauh berubah.

Hariana tidak menolak perubahan zaman. Namun ia juga menolak berhenti berjualan buku cetak, pekerjaan yang ia labeli sebagaimana “pekerjaan lawas”, meski pasar sudah tidak seramai dulu. Ia percaya masih ada banyak orang yang membutuhkan pengetahuan dari buku.

Menurut Hariana, ada perbedaan yang cukup kentara ketika orang membaca buku dan membaca layar telepon genggam. Dengan membaca buku, pikiran manusia dilatih untuk menjaga ingatan jangka panjang. Berbeda dengan informasi yang tersebar di internet yang kebanyakan bersifat selintas dan permukaan saja.

“Zaman sekarang mah, apalagi anak-anak ya, susah disuruh baca buku. (Anak-anak) lebih milih main game di HP. Kayak anak saya yang paling kecil, disuruh baca buku susah, disuruhnya baca di HP, Apalagi soalnya banyak distraksi,” tutur Hariana yang setia merawat kegemarannya membaca buku.

Saat ini Hariana tinggal bersama seorang istri dan empat orang anak di kawasan Cibiru. Anak pertamanya telah bekerja dan berkeluarga. Anak keduanya sudah mulai bekerja meski masih tinggal bersamanya di rumah. Sementara itu, kedua anak yang paling muda masih duduk masing-masing di bangku SD dan SMP.

Kedua anak Hariana yang paling besar tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi karena lebih memilih bekerja. Ia berharap kedua anaknya yang terkecil bisa berkuliah dan mendapatkan peluang kerja yang luas. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//