• Cerita
  • Cerita Orang Bandung (9): Kisah dari Sebuah Kedai Sop Buah

Cerita Orang Bandung (9): Kisah dari Sebuah Kedai Sop Buah

Beragam kejadian sudah dihadapi Desi Kharisma selama setahun mengelola kedai sop buah rintisan sang ibu. Dari uang japrem, perilaku genit pembeli, hingga pencurian.

Desi Kharisma (22) , ditemui di kedai sop buah di kawasan Perluasan, Arcamanik, Bandung, Selasa (15/6/2021), siang. Sudah satu tahun Desi bekerja meneruskan usaha yang dirintis sang ibu. (Foto: Bani Hakiki)

Penulis Bani Hakiki17 Juni 2021


BandungBergerak.idSudah hampir satu tahun lamanya Desi Kharisma (22) menjagai sebuah kedai sop buah di bilangan Perluasan Arcamanik, Bandung. Ibunya yang membuka kedai itu sejak Desi masih duduk di bangku kelas 2 SD. Biasanya dia menunggui kedai bergantian dengan sang ibu, tapi belakangan ini sang ibu mulai sering kelelahan.

Semangkuk sop buah dijual Desi seharga 10 ribu rupiah. Besaran penghasilan yang dia terima bergantung pada cuaca. Jika smatahari sedang terik-teriknya, Desi bisa mengantongi 500 ribu rupiah dalam satu hari. Jika hujan turun berjam-jam, kedainya sangat lengang.

Desi berjualan setiap hari mulai dari pukul 11 siang hingga 6 sore. Setelah tutup total di bulan-bulan awal pandemi yang diikuti dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kedai sop buah itu sudah buka lagi meski rata-rata jumlah penjualannya belum kembali seperti sebelumnya.

Pas mulai pandemi (kedai) tutup. Jadi kami sekalian jagain tempatnya (tempat praktik dokter umum). Di sini juga (sewa) gratis kok,” ujar Desi, Selasa (15/6/2021) siang.

Baca Juga: Cerita Orang Bandung (8): Hidup Oneng, Perempuan Pemulung Sampah Keliling
Cerita Orang Bandung (7): Perjuangan Juru Parkir di balik Eloknya Jalan Braga
Cerita Orang Bandung (6): Kebijaksanaan Hidup Penjual Soto Ayam

Nomor Telepon Diminta, Telepon Genggam Dicuri

Rupa-rupa pengalaman yang dimiliki Desi Kharisma selama berjualan sop buah. Bukan satu dua kali dia harus membayarkan uang 5-10 ribu rupiah kepada oknum organisasi masyarakat (ormas) setempat. Biasanya, tagihan jatah preman (japrem) datang menjelang perayaan ulang tahun organisasi.

Sebagai pekerja perempuan, Desi juga mengaku pernah mengalami kejadian-kejadian yang membuat dirinya tidak nyaman. Ada lelaki sebaya yang ia kenal sebelumnya tiba-tiba menarik tangannya ketika bersalaman, lalu mencium tangannya itu. Di lain waktu, dan ini sangat sering terjadi, Desi diminta nomor telepon oleh para pria yang membeli sop buah di kedainya.

“Biasanya kalau ada yang cunihin (genit) gitu, paling saya jutekin weh,” katanya.

Desi juga pernah menjadi korban pencurian. Pada hari pertama tahun 2021, ketika dia berjaga seorang diri, suasana sedang sepi. Hampir seluruh gerai di sederetan rumah toko (ruko) yang berada tepat di depan kedainya tutup.

Tidak banyak pembeli datang hari itu. Desi lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game dan aplikasi Tiktok di telepon genggam miliknya. Pada sore hari datanglah seorang pria bersama satu orang anak kecil seumuran SD dan memesan satu porsi sop buah.

Sementara sang anak sedang asyik menikmati sop buah, Desi menemani sang pria bercakap. Menjelang pergi, sang pria memesan satu bungkus sop buah, tapi setelah mendapatkannya tiba-tiba mengeluhkan plastik pembungkusnya bocor.

“Waktu ganti plastik, hape saya simpan di deket tempat apel. Eh, anak kecil itu teh tiba-tiba ngambil hape saya, lari, terus naik ke motor,” kenang Desi.

Desi sempat berlari mengejar motor yang langsung tancap gas itu. Dia menarik baju bagian belakang si anak kecil yang dibonceng, tapi dia malahan terseret sampai ke tengah jalan. Ketika itu jalanan sedang sepi. Tak ada satu orang pun yang membantunya ketika tersungkur di tengah jalan.

Suasana kedai sop buah kaki lima  yang dikelola Desi Kharisma di kawasan Perluasan,Arcamanik, Bandung, tepat di halaman sebuah tempat praktik dokter umum. (Foto: Bani Hakiki)
Suasana kedai sop buah kaki lima yang dikelola Desi Kharisma di kawasan Perluasan,Arcamanik, Bandung, tepat di halaman sebuah tempat praktik dokter umum. (Foto: Bani Hakiki)

Mengalah

Desi Kharisma, lahir sebagai anak kedua dari empat bersaudara, tinggal dan tumbuh di kawasan Jalan Cibodas, Antapani. Ayahnya bekerja sebagai seorang mandor bangunan yang mempunyai tim tetap yang sudah biasa menerima panggilan dari rumah ke rumah. Pengasilannya inilah menjadi tumpuan utama keluarga.

Desi menamatkan pendidikannya di Jurusan Multimedia di SMK Negeri 14 Bandung empat tahun lalu, tapi belum pernah melamar pekerjaan di bidang yang sesuai kepakarannya. Desi malahan bercita-cita menjadi penyanyi pop seperti Agnes Monica, yang jadi salah satu panutannya.

“Sebenarnya gak nyambung ya jurusan kayak saya malah pengin jadi penyanyi. Tapi, gak tahu deh kalau sekarang. Belum ada pikiran lagi jadi penyanyi mah,” kata perempuan berkerudung itu, yang mengaku lebih senang menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah dibandingkan jalan-jalan, sambil tersenyum.

Desi pernah bermimpi bisa melanjutkan pendidkannya ke jenjang yang lebih tinggi: berkuliah. Namun, dia harus mengalah karena kakaknya baru saja masuk kuliah di tahun kelulusannya. Dana tidak kecil dibutuhkan. Kini sang kakak sudah menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Teknik Mesin Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi dan mulai bekerja. 

Editor: Redaksi

COMMENTS

//