Oksigen Medis di Bandung Langka, IGD RSUD Majalaya Tutup
Lonjakan penularan Covid-19 membuat permintaan oksigen membludak. Distribusi oksigen di Jawa Barat bermasalah.
Penulis Bani Hakiki30 Juni 2021
BandungBergerak.id - Permintaan oksigen medis di Kota Bandung meningkat seiring lonjakan penularan Covid-19. Selain naiknya jumlah permintaan, pembatasan pengiriman dari pemasok jadi faktor lain menipisnya persediaan. Dalam tiga pekan terakhir, beberapa apotek sering kehabisan persediaan oksigen.
Salah satu apotek di Bandung yang sering kehabisan stok oksigen, Apotek Teguh Farma, Balubur, melaporkan persediaan okisgen medis mereka semakin tidak menentu dalam satu bulan terakhir. Bahkan beberapa kali persediaan oksigen di apotek yang berdiri di Balubur Town Square ini sempat kosong.
Teddy Atted, Asisten Apoteker Teguh Farma, mengatakan kekosongan oksigen sering terjadi terutama dalam tiga pekan terakhir. Jenis oksigen medis yang dijual di apoteknya terdiri dari tabung 11 kilogram atau setara ukuran 1 meter kubik dan tabung plastik kecil oxycan. Kedua jenis oksigen ini sering ludes.
Biasanya, apotek ini menerima pasokan paling sedikit 35 tabung setiap pekan dari pemasok. Sejak pandemi, jumlah minimal pasokan terus berkurang. Pasokan semakin berkurang manakala lonjakan penularan Covid-19 meningkat, hanya sekitar 10 sampai 20 tabung setiap pekan.
“Sekarang kebetulan sudah dikirim lagi dari supplier, tapi kirimannya dibatasin kalau sekarang. Kalau dari hari-hari biasa, (sekarang) yang beli itu bisa naik sampe 5 kali lipat sehari,” tutur Teddy Atted, Rabu (30/6/2021).
Pelanggan yang membutuhkan oksigen berdatangan sejak pagi sampai menjelang apotek tutup, yakni pukul 9 malam. Begitu juga dengan pelanggan yang sudah sedia mengantre sejak apotek baru dibuka sejak pukul 8 pagi. Teddy mengaku sering menerima panggilan telepon di luar jam buka apotek.
Sementara itu, tabung oxycan yang biasanya tidak banyak pembeli pada hari-hari biasa justru ludes dalam waktu dua pekan. Pada hari-hari biasa, pembeli oksigen tabung kecil biasanya tim medis yang tergabung dalam suatu kelompok tertentu, misalnya ospek atau turnamen olahraga.
Kali ini, pembeli oksigen tabung kecil beragam dan kebanyakan mereka membelinya untuk persediaan di rumah masing-masing sebagai antisipasi serangan Covid-19.
Teddy menuturkan, banyak pembeli tabung oksigen medis memboyong persediaan seutuhnya lengkap dengan regulatornya. Harga tabung okisgen berukuran satu meter kubik berada di kisaran 600 sampai 750 ribu rupiah. Biasanya, kebanyakan pembeli hanya melakukan isi ulang atau penukaran tabung dengan harga 40 ribu rupiah.
“Selama nyetok tabung, kayaknya baru setahun ke belakang ini pembelian naik. Apalagi kemarin-kemarin ya, kita sering banget kehabisan, kebanyakan katanya buat pasien Covid,” ujarnya.
Kesibukan juga terpantau dari agen oksigen Arcamanik, Restu Fadhil Gas (RFG). Agen oksigen ini sempat mematikan layanan konsumen via Whatsapp-nya karena saking banyaknya konsumen oksigen yang masuk. RFG membagi jam kerja ke dalam tiga sif hingga pukul 12 malam. Sebelumnya, jam kerja agen oksigen ini hanya dua sif.
Baca Juga: 700-an RT di Zona Merah Jawa Barat akan Lockdown
Varian Delta Beredar di Bandung Raya
IGD RSUD Majalaya Tutup
Lonjakan pasien Covid-19 membuat tutupnya layanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Majalaya, Kabupaten Bandung, Rabu (30/6/2021). IGD rumah sakit ini ditutup setelah tempat tidur atau BOR rumah sakitnya melampaui 100 persen, termasuk 57 tempat tidur khusus pasien Covid-19.
Alasan lain, rumah sakit di Bandung selatan tersebut kekurangan pasokan oksigen. Dalam sehari, rumah sakit ini membutuhkan 75 tabung dari total kebutuhan 125 tabung. Rumah sakit juga kehilangan sejumlah tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar Covid-19 dan harus isolasi mandiri.
Menganggapi RSUD yang menutup layanan IGD-nya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan pihanya akan membantu kekurangan yang dibutuhkan rumah sakit tersebut. Temasuk siap menambah SDM nakes. Baru-baru ini, pihaknya telah merekrut 400 nakes yang didistribusikan ke fasilitas-fasilitas kesehatan yang kekurangan nakes.
Menurutnya, setiap IGD memiliki keterbatasan layanan, terutama IGD di rumah sakit-rumah sakit swasta. Contohnya, mereka kekurangan alat bantu pernapasan atau ventilator. Untuk alat bantu ini, Pemerintah Provinsi akan memberikan pinjaman.
Kekurangan alat bantu dinilai menjadi penyebab rumah sakit swasta di daerah yang akhirnya melempar pasien ke RSUD. Akibatnya, terjadi lonjakan pasien di RSUD. “Dengan alat pinjamam itu mudah-mudaha IGD-IGD tidak terjadi penolakan-penolakan karena kita bantu alatnya,” katanya.
Distribusi Oksigen Jawa Barat Bermasalah
Ridwan Kamil mengklaim secara umum persediaan oksigen di Jabar mencukupi. Namun ada masalah dari segi manajemen distribusi. Ini dibuktikan dengan menipisnya stok ketersediaan oksigen di beberapa daerah di Jawa Barat.
Sebagai contoh, kata dia, baru-baru ini Kota Depok mengalami kekurangan oksigen. Padahal Jawa Barat memiliki empat pabrik oksigen dengan produksi melimpah. Bahkan menurutnya pabrik-pabrik oksigen di Jabar memasok kebutuhan oksigen untuk Jawa Tengah yang daerahnya banyak zona merah.
Ia menyebut, kebutuhan oksigen kesehatan di Jawa Barat sekitar 30 persen. Sedangkan kebutuhan oksigen paling banyak di industri. Kepada masyarakat, terutama yang menjalani isolasi mandiri, ia mengimbau untuk tetap tenang dan tidak berlomba-lomba membeli oksigen.
“Kita dahulukan rumah sakit yang memang menurut kajian dokter perlu. Kalau isoman berasumsi sendiri untuk cadangan dan lain-lain, nanti menimbulkan kewalahan suplai,” katanya.