• Berita
  • Psikologi Masyarakat Penting dalam Meredam Pagebluk

Psikologi Masyarakat Penting dalam Meredam Pagebluk

Kesehatan mental masyarakat harus dijaga selama lonjakan Covid-19. Di sisi lain, peluang sekolah tatap muka semakin menipis.

Tiga orang petugas kesehatan dari Puskesmas Tamblong turun dari ambulan menuju permukiman padat di wilayah Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung, 28 Juni 2021. Mereka mendatangi rumah-rumah pasien Covid-19. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki1 Juli 2021


BandungBergerak.idKota Bandung belum bisa keluar dari status zona merah sampai saat ini. Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran (Unpad) Irfan Afriandi mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 di Kota Bandung terjadi karena kelalaian masyarakat dalam mempraktikkan protokol kesehatan (prokes). Ditambah lagi, pemerintah dianggap kurang tegas dalam menjalankan kebijakan protokol, terutama di saat hari libur sejak awal 2021 yang merupakan saat-saat krusial.

Ia mengutarakan keadaan darurat Covid-19 bakal memakan waktu yang cukup panjang. Peningkatan jumlah kasus hampir tak terduga dan terantisipasi oleh seluruh elemen masyarakat. Pandemi berkepanjangan akhirnya memengaruhi beban psikologis masyarakat.

Irfan sendiri belum bisa melihat puncak pagebluk pada gelumbang tahun kedua ini. “Puncaknya belum kelihatan ya. Sekarang kita menyaksikan satu lonjakan tinggi yang terlihat curam, dalam artianya kasusnya meningkat begitu cepat,” ujarnya, dalam pertemuan virtual “Bandung Menjawab”, Kamis (1/7/2021).

Irfan Afriandi menyatakan kesehatan mental masyarakat berperan hingga 50 persen dalam mencapai kesembuhan. Faktor mental turut menentukan kadar imun tubuh agar tidak mudah terpapar virus.

Masyarakat dianjurkan untuk memerhatikan dan bisa mengantisipasi beberapa kondisi riskan selama pandemi, yakni kebosanan, stigma, kekhawatiran, dan frustasi. Empat kondisi utama ini merupakan faktor terbesar yang dapat menurunkan keadaan psikologis manusia dengan cepat.

Dari sisi kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat, ia menilai pemerintah masih terjebak dalam permainan terminologis. Masing-masing penamaan dan sistem yang diterapkan dalam pembatasan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Ia meminta pemerintah agar tidak tanggung dalam menjalankan tren kebijakan pembatasan yang ketat.

Perlu diketahui, situasi genting yang terjadi belakangan ini membuat pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat yang berlaku di seluruh Jawa dan Bali pada 3-20 Juli 2021. PPKM merupakan kebikakan pengganti PPKM Mikro dan PSBB.

Irfan mengingatkan, virus corona masih akan terus bermutasi. Mutasi ini bisa menuju ke arah yang lebih ganas atau jinak. Jika mutasinya lebih ganas, maka akan semakin sulit dikendalikan, bahkan bisa mengganggu efektivitas vaksinasi Covid-19 yang saat ini berjalan.

Untuk itu diperlukan ketegasan penegakan aturan, termasuk pemberlakuan prokes pada masyarakat. Jika masyarakat bisa mempraktikkan prokes ketat, makan jumlah kasus penularan Covid-19 akan mudah ditekan. Bahkan ia memastikan pengetatan dalam dua pecan akan membuat jumlah kasus melandai signifikan.

Dalam situasi gawat saat ini, Irfan sebenarnya lebih setuju dengan pemberlakuan lockdown. “Ini sudah luar biasa, karena tahun lalu gak gini. Maka pananganannya harus luar biasa, kalau tidak akan seperti yang lalu, tidak terkontrol. Yang paling ampuh itu lockdown sehingga tidak terjadi interaksi antarmasyarakat,” ungkapnya.

Ia mengimbau masyarakat untuk tidak membebankan seluruh keputusan pada kebijakan pemerintah. Dibutuhkan kesadaran tinggi yang muncul dari struktur organisasi terkecil di setiap lingkungan daerah, misalnya, dimulai dari Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Inisiatif pencegahan di lingkup RT/RW dipandang akan ampuh dalam menekan sebaran virus corona.

Data Pusat Informasi Covid-19 (Pusicov) Kota Bandung termutakhir (30/7/2021) menunjukkan total kasus penularan terkonfirmasi berada di angka 24.613. Di antara jumlah kasus tersebut, 21.302 dinyatakan sembuh, 477 meninggal, dan 2.834 terkonfirmasi masih aktif. Angka tersebut menggambarkan pagebul masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan, bahkan cenderung bertambah setiap harinya.

Baca Juga: PPKM Darurat di 27 Kota dan Kabupaten Jawa Barat
Orang Tua Abai Prokes Jadi Penyebab Lonjakan Kasus Covid-19 pada Anak

Kecilnya Peluang Pembelajaran Tatap Muka

Meledaknya kasus Covid-19 terjadi di saat pemerintah berencana membuka sekolah tatap muka pada awal Juli 20201. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung bahkan telah menyelenggarakan masa percobaan PTM terbatas pada petengahan Juni lalu. Simulai ini kemudian dihentikan di saat kurva penularan Covid-19 Kota Bandung hendak berdiri tegak. Rencana pembukaan PTM secara nasional pun dibatalkan.

Irfan Afriandi mengutarakan, belum terlihat ada peluang untuk menyelenggarakan PTM dalam waktu dekat ini. Hal tersebut dikarenakan lingkungan sekolah yang memiliki intensitas interaksi dan risiko penularan yang cukup tinggi. “Belum tahu kapan (PTM) bisa dilaksanakan. Kalaupun bisa kemungkinan besar pakai sistem hybrid,” ujarnya.

Mengingat kasus penularan Covid-19 pada anak yang sedang meningkat belakangan ini, ia menganjurkan para orang tua untuk terus memantau anaknya. Kesadaran anak akan situasi ini dinilai masih belum siap, terutama bagi anak-anak di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Sekolah Dasar (SD). Demi menjaga keselamatan anak di bawah umur ini, Irfan berharap agar pihak Pemkot tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan PTM nantinya.

Meskipun pendidikan masih dilakukan dalam sistem daring, bukan berarti risiko penularan pada anak bisa berkurang. Masih banyak orang tua yang dianggap lalai dalam memantau gerak anak di luar waktu pembelajaran.

“Memasuki libur anak sekolah, sangat bijaksana jika kita membatasi full agar anak-anak tidak keluar rumah. Keluarga harus terus mendampingi, jangan dulu membiarkan anak mengikuti kegiatan yang berinteraksi dengan orang lain,” tuturnya.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//