• Berita
  • Bandung Butuh Kebijakan Lebih Ketat dari PPKM Darurat

Bandung Butuh Kebijakan Lebih Ketat dari PPKM Darurat

PPKM Darurat wajib diikuti oleh seluruh wilayah yang termasuk ke dalam zona merah. Kemenkes jamin ketersediaan oksigen medis.

Kesibukan di instasi pemulasaraan jenazah Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung, 1 Juli 2021. Di antara tumpukan peti jenazah, petugas membungkus jasad dengan plastik dan kain kafan berlapis-lapis. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki1 Juli 2021


BandungBergerak.idPemerintah pusat mengeluarkan kebijakan terbaru terkait pengendalian Covid-19, yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegitan Masyarakat atau PPKM Darurat. Kebijakan ini disampaikan melalui konferensi pers virtual oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, Kamis (1/7/2021).

PPKM Darurat bakal dilaksanakan pada 3 hingga 20 Juli 2021 di Pulau Jawa dan Bali menyusul ledakan kasus Covid-19 dalam beberapa pecan terakhir. Pemerintah pusat mengajak pemeritah tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk berbagi tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan yang bakal dilakukan secara serempak ini.

Di Bandung, pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjadjaran (Unpad) Irfan Afriandi menyarankan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung agar bisa melaksanakan kebijakan lebih ketat dari PPKM Darurat.

“Saya menilai hal yang digariskan pemerintah pusat itu kebijakan minimum. Kalau dari aturan itu tidak memadai untuk situasi di Kota Bandung, Pemkot Bandung bisa mengambil lebih dari itu. Lebih ketat,” tuturnya, pada acara Bandung Menjawab virtual.

Ia menilai kebijakan PPKM Darurat akan sangat bergantung dengan praktik masyarakat dan pemerintah di lapangan. Kebijaka ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan yang sudah dipraktikkan sebelumnya. Namun, kebijakan pengetatan seringkali bermasalah karena turunnya kesadaran baik dari masyarakat maupun pemerintah itu sendiri.

Kendati demikian, Wakil Dekan Fakultas Kedokter Unpad ini juga berharap implementasi kali ini dapat dilakukan secara merata. Terutama soal kesadaran masyarakat yang mulai harus meningkat di setiap struktur daerah tersempit setingkat RT/RW.

PPKM Darurat bakal membatasi kegiatan kerja di perkantoran (Work From Office/WFO). Di kapasitas kegiatan di sektor esensial akan dibatasi hingga 50 persen dari jumlah keleuruhan pegawai. Sektor esensial meliputi keuangan, pasar modal, pelayanan pembayaran, teknologi informasi, dan perhotelan non-penanganan Covid-19.

Untuk sektor kritikal seperti engergi, kesehatan, logistik, dan transportasi akan tetap bekerja dalam kapasitas 100 persen dengan protokol kesehatan (prokes) yang ketat.

Tempat aktivitas di ruang lingkup umum seperti tempat ibadah, mal, rumah makan, dan area publik akan ditutup sementara. Kegiatan kesenian dan olahraga akan dihentikan. Transportasi umum tetap beroperasi dengan maksimal penumpang 70 persen. Tempat perbelanjaan kecil seperti supermarket dan warung hanya diperbolehkan buka hingga pukul 8 malam dengan kapistas maksimal 50 persen.

“Semua harus mengikuti kebijakan dari pusat, khususnya untuk wilayah yang termasuk zona merah. Kami sudah menyiapkan sanksi untuk yang tidak patuh seperti tertulis dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintah Daerah,” tegas Luhut Binsar Pandjaitan.

Kebijakan umum lainnya masih tidak terlalu berbeda dengan pembatasan yang telah dilakukan sebelumnya. Seperti diberlakuan jam malam, pembatasan kegiatan pernikahan, dan lain-lain.

Khusus wilayah Jawa Barat, daerah yang mengikuti PPKM Darurat terbagi ke dalam dua kategori, yaitu keadaan darurat level tiga dan empat. Level tiga dihuni Kabupaten Sumedang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Pangandara, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Garut, Kabupaten Cirebon, Kabupten CIanjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bogor, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Bandung.

Level empat atau zona merah tercatat, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kota Sukabumi, Kota Depok, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Bogor, Kota Bekasi, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, dan Kota Bandung.

Baca Juga: Surat Edaran Kemenag: Salat Iduladha di Lapangan Terbuka atau Masjid di Zona Merah dan Oranye Ditiadakan
Orang Tua Abai Prokes Jadi Penyebab Lonjakan Kasus Covid-19 pada Anak

Vaksinasi Covid-19, BOR Rumah Sakit

Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyampaikan saat ini pihaknya fokus melakukan percepatan vaksinasi Covid-19 di seluruh wilayah. Ia menargetkan dapat menembus minimal 1 juta vaksin sehari atau setara sekitar 1.000 vaksin di setiap wilayah. Percepatan proses vaksinasi ini dilakukan guna mengurangi risiko terjadnya mutasi virus, dan menekan angka Bed Occupancy Ratio (BOR) atau angka hunian kasur yang tinggi.

Ia juga menegaskan bahwa pihak pemerintah akan menekankan proses tracing secara lebih spesifik. Proses tersebut akan lebih difokuskan kepada masyarakat yang berstatus suspect dan terindikasi melakukan kontak erat. Dengan begitu bisa mempercepat proses penentuan tindakan yang perlu dilakukan untuk masing-masing penanganan.

“Sekarang kita akan kejar setiap suspect dan kontak erat. Kita akan fokus melakukan testing untuk epidemiologis, bukan cuma screening,” tutur Budi Gunadi, yang hadir dalam konferensi pers virtual bersama Luhut.

Ketersediaan Oksigen Medis

Belakangan ini, banyak puskesmas, rumah sakit, dan apotek yang mengaku kekurangan persediaan oksigen medis. Hal tersebut mulai terjadi secara perlahan sejak Apri 2021 lalu karena meninggkatnya jumlah penularan. Namun, hal ini dengan cepat direspons oleh berbagai pihak berwenang.

Menkes Budi Gunadi menuturkan pihaknya telah bekerjasama dengan Menteri Perindustrian untuk menjawab isu kekurangan oksigen medis. Kemenkes telah memerintahkan para produsen oksigen untuk mengalokasikan 90 persen produksinya memenuhi kebutuhan medis. Selain itu, masing-masing provinsi diperintahkan membentuk satuan petugas khusus sektor oksigen medis.

Satuan petugas di setiap provinsi nantinya akan ditugaskan untuk memastikan ketersediaan oksigen, alat kesehatan, dan farmasi. Tim ini akan berkoordinasi langsung dengan Menkes jika terjadi kesulitan pasokan.

“Kami akan melakukan monitoring dan manajemen yang merata untuk penyebaran ketersediaan oksigen ke seluruh wilayah,” ujar Budi.

Demi menekan angka BOR lebih cepat, Kemenkes akan mengeluarkan kebijakan detil mengenai pasien yang perlu mendapat rujukan dan tidak. Cara ini diharapkan bisa mengurangi jumlah pasien di rumah sakit. Kemenkes juga berencana menyiapkan layanan daring yang bisa diakses pasien isolasi mandiri.  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//