Pengusaha Mal Bandung Minta Relaksasi Ekonomi
APPBI Jabar merilis kerugian mal mencapai puluhan miliar rupiah. PPKM Darurat juga berdampak pada 12.475 orang karyawan.
Penulis Bani Hakiki8 Juli 2021
BandungBergerak.id - Pagebluk yang kini berusaha diredam dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, memberikan hantaman keras bagi pengusaha, pelaku UMKM, dan pengelola pusat perbelanjaan. Mereka menanggung dampak ekonomi sejak awal pandemi Maret 2020 lalu.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Dewan Perwakilan Daerah Jawa Barat, M Satriawan Natsir memaparkan kerugian yang dialami para pelaku usaha mengakibatkan efek domino yang panjang. Bahkan, efek ini justru banyak ditemukan di Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang dijalankan masyarakat.
“Tenan yang harus tutup itu berskala UMKM yang tadinya kita support dan harapkan. Dampak yang sangat kita rasakan, kerugian secara materil. Dan yang sangat disayangkan banyak PHK massal di Bandung,” tuturnya dalam pertemuan virtual Bandung Menjawab pada Kamis (8/7/2021).
Industri besar pusat perbelanjaan harus menanggung kerugian miliaran rupiah sejak PPKM Darurat dilaksanakan. Rata-rata kerugian satu mal di Bandung ditaksir sekitar Rp 1,2 miliar rupiah setiap harinya. Dari 22 mal di Bandung yang tercatat APPBI Jabar, jumlah kerugian per harinya mencapai sekitar 27-30 miliar rupiah.
Kerugian ini terjadi karena akumulasi beberapa faktor, mulai dari penutupan sementara hingga pembatasan jam operasional. Ditambah, banyak gerai yang jadi bagian dari mal yang gulung tikar dan tutup sementara. Jumlahnya sekitar 30 persen di Bandung.
APPBI telah mengajukan beberapa usulan ke pemerintah. Di antaranya menghilangkan tarif minimum tagihan listrik dari Perusahaan Listrik Negara untuk mengurangi jumlah kerugian yang menggendut.
Biaya rata-rata yang harus dikeluarkan setiap satu mal ketika tutup dan pembatasan jam operasional berada di angka sekitar 300-500 juta rupiah setiap bulan. Ada pula ajuan lainnya untuk mengurangi beban kerugian tersebut, yakni menghilangkan pajak retribusi atau pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin untuk badan usaha.
Satriawan Natsir juga tengah menyiapkan beberapa pilihan solusi, salah satunya penaikan tarif parkir nanti ketika keadaan sudah berjalan seperti semula. Ia juga masih menunggu respons pemerintah dalam menghadapi kerugian besar pengusaha pusat perbelanjaan.
“Kita berharap pemerintah bisa membuat kebijakan relaksasi terhadap perekonomian di Jawa Barat,” pungkasnya.
Saat ini terdapat 12.475 karyawan mal di Kota Bandung yang terdampak PPKM Darurat. Sejumlah karyawan ini termasuk staf toko, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan petugas parkir. Belum lagi, banyak pula vendor produksi yang harus menghentikan distribusinya sementara sehingga menutup peluang memperoleh penghasilan.
Baca Juga: Neraca Oksigen Medis di Bandung Belum Seimbang
Pedagang Pasar Baru Berharap Bansos PPKM Darurat
PPKM Darurat agar Risiko Penularan Berkurang
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung Elly Wasliah menuturkan akan tetap tegas menyelenggarakan PPKM Darurat. Ia menjelaskan kebijakan ini patut dilakukan untuk mengurangi risiko penularan kasus Covid-19 yang terus bertambah.
Aktivitas masyarakat di sektor perekonomian dianggap berisiko karena berpotensi terjadi intensitas interaksi tatap muka yang tinggi. Sejumlah tempat makan, tempat hiburan, dan perbelanjaan berskala besar seperti mal, atau yang berskala kecil seperti warung, punya risiko penularan yang sama.
Elly berharap masyarakat dapat memahami keputusan pemerintah pusat dan daerah tersebut untuk keselamatan bersama. Untuk melancarkan pembatasan kegiatan ini, Disdagin telah menyiapkan petugas pengawas lapangan yang terbagi ke dalam 26 tim. Fungsinya adalah ikut serta menertibkan kebijakan tersebut di masyarakat, terutama para pelaku usaha, dan memberi sanksi jika diperlukan.
“Kalau ada pelanggaran berulang, kami tidak segan-segan untuk mencabut izin operasionalnya,” tegas Elly.