Petugas TPU Cikadut Pertanyakan Dana Rp 4 Miliar
Gaji para petugas lapangan TPU Cikadut sering telat. Sebaliknya, penguburan jenazah harus cepat. Psikologi para petugas TPU dalam tertekan.
Penulis Bani Hakiki9 Juli 2021
BandungBergerak.id - Sekretaris Dinas Penataan Ruang (Distaru) Kota Bandung Achmad Tadjudin dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung Asep Sudrajat mendatangi TPU Cikadut, Kota Bandung, Jumat (9/7/2021). Kedatangan mereka langsung disuguhi permasalah yang dikeluhkan para penggali dan pengusung jenazah.
Salah satu soal yang jadi pikiran para pekerja lapangan ialah honor yang selalu telat, kesehatan para pekerja, kurangnya alat pelindung diri (APD), dan setumpuk keluhan lainnya. Dampaknya, jumlah pekerja harian lepas (PHL) di TPU Khusus Covid-19 itu berkurang.
Keluhan tersebut disampaikan langsung oleh Apak, Koordinator Utama Pemangku Jenazah kepada Distarus dan perwakilan DPRD Jabar. Apak tidak segan menanyakan langsung perihal dana miliaran rupiah dikucurkan untuk operasional TPU Cikadut, termasuk untuk honor para PHL.
“Punten, soal dana yang empat setengah miliar itu ke mana ya, Pak? Sama mohon perhatiaannya juga soal gaji kami telat terus. Seenggaknya APD-lah, Pak minimal mah seminggu sekali,” keluh Apak.
Apak menambahkan, tunggakan gaji bukan tertahan dari pihak Pemerintah Kota (Pemkot) atau Distaru. Sering kali gaji mereka tertahan di Dinas Kebarakan dan Penanggulanan Bencana (Diskar PB) yang merupakan bagian dari Satuan Petugas (Satgas) Covid-19 Kota Bandung.
Menurut Diki, asisten koordinator pemangku jenazah Tim B, gaji para petugas makam bulan lalu sudah telat selama sembilan hari hingga sekarang. Selagi gaji menunggak, para pekerja berinisiatif menerapkan sistem kolektif berupa udunan uang pribadi dan kumpulan sedekah dari keluarga jenazah setiap harinya.
Kumpulan dana ini dipergunakan untuk biaya makan sehari-hari dan biaya berobat untuk yang sakit ataupun terpapar Covid-19. Belum lagi, sebagian uang kolektif ini dialirkan untuk para relawan yang bekerja tanpa gaji.
“Kita biasa udunan seadanya aja, paling banyak gocap (Rp 50 ribu) per orang. Ya, buat biaya berobat yang sakit dan bayar (relawan) warga. Kadang warga mah telat dibayarnya, tapi alhamdulillah pada mau bantuin,” ujarnya.
Anggota DPRD Kota Bandung Asep Sudrajat yang akrab disapa Kang Upep turut prihatin dengan kondisi di TPU Cikadut. Namun, ia justru balik bertanya soal aliran dana 1,5 juta rupiah per hari yang seharusnya diterima para PHL terdaftar. Tetapi Apak mengaku tak pernah mengetahui soal dana yang dipertanyakan Kang Upep. Pihak Distaru juga tidak mengetahui tentang hal tersebut.
Sedangkan mengenai dana Rp 4 miliaran yang dipertanyakan petugas TPU Cikadut, belum mendapat tanggapan resmi dari pihak DPRD maupun Distaru. Sekretaris Distaru Achmad Tadjudin mengaku bakal segera menanggapi permasalahan krusial tersebut, terutama soal honorarium dan APD yang sering telat. Ia juga tengah mempertimbangkan kenaikan gaji para petugas makam.
“Dana untuk para petugas di sini (TPU Cikadut) memang agak berbeda, karena risikonya juga berbeda. Nanti kita akan evaluasi soal keluhan dari teman-teman petugas,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Achmad dan Kang Upep juga menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada para petugas pemakaman. Pihak Distaru akan mendiskusikan berbagai permasalahan yang dihadapi para petugas tersebu ke tingkat Pemkot dan Unit Pelayanan Teknis (UPT) setempat.
Anggaran Rp 4 Miliar untuk TPU Cikadut
Pemkot Bandung pernah merilis alokasi dana sekitar Rp 4 miliar untuk operasional sampai honorarium bagi Pekerja Harian Lepas (PHL) yang bertugas dalam penanganan jenazah Covid-19 di TPU Cikadut. Kepala Distaru Kota Bandung, Bambang Suhari mengatakan anggaran tersebut bersumber dari Biaya Tidak Terduga (BTT) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dititipkan kepada Sekretariat Satgas Covid-19, yaitu Dinas Kebakaran dan Penanggulanagan Bencana (Diskar PB) Kota Bandung.
Anggaran tersebut termasuk untuk honor 35 PHL pemikul jenazah dari warga setempat. "Kita nanti akan memohonkan per termin setiap akhir bulan, untuk realisasi pencairan bagi honorarium para PHL juga. Termasuk pemikul jenazah dari titik ambulans ke liang lahat," ucap Bambang Suhari, Kamis 4 Februari 2021.
Menurut Bambang, terkait honorarium yang diterima PHL itu standarnya Rp 2.150.000. Tetapi ada kebijakan dari pimpinan yang termasuk dalam penanganan Covid-19 ditambah 25 persen. "Jadi sekitar Rp 2,6 juta. Dikali 35 orang PHL, dikali 11 bulan, kira-kira seperti itu kebutuhannya. Rincian lainnya belum saya liat lagi," katanya.
Selain itu, ada juga PHL yang khusus menggali sebanyak 23 orang, yang kebijakan honornya sama dengan PHL pemikul plus ditambah 25 persen. Menurut Bambang, honor mereka sudah dianggarkan sampai Desember 2021.
Baca Juga: RSHS: Banyak Anak Muda Dirawat karena Covid-19
Cerita Orang Bandung (16): Kerelaan Rajan sebagai Pengawal Ambulans
Mental Petugas Makam Tertekan
Siang itu, Diki bekerja menggantikan tugas koordinator tim B Agus Gunawan yang sedang beristirahat karena jatuh sakit. Ia bercerita soal keluhan dari para ahli waris yang sering kali merugikan para petugas. Belum lagi, tekanan yang harus mereka hadapi ketika pihak ahli waris ingin mendahulukan jasad keluarganya untuk segera dipusarakan.
Bahkan, tidak jarang para petugas ini jadi penengah di antara ahli waris yang berseteru soal gilirang pemakaman. Para petugas hanya bisa memahami seadanya, mengerti bahwa siapa pun pasti ingin jenazah keluarganya tidak terlantar baik ketika siang maupun malam hari.
Diki juga mengakui sering terjadi konflik antara timnya dengan ahli waris yang menekan kinerja mereka di lapangan. Tidak jarang juga ia tersulut emosi karena melihat teman-temannya yang merasa tertekan secara psikologis.
Ia menjelaskan konflik ini semakin sering terjadi selama sebulan terakhir ketika intensitas jenazah yang datang terus meningkat seiring lonjakan Covid-19. Tingginya kiriman jenazah yang harus segera dikuburkan membuat tenaga mereka terkuras, sementara jam kerja mereka tak jelas. Tekanan kerja membuat emosi mereka mudah tersulut.
“Sebenarnya kita juga merasa iba dan gak tega ya liat ahli waris yang nangis-nangis. Cuma keadaan kita sekarang emang semakin gak stabil. Apalagi liat makin banyak temen yang sakit, penggali aja udah setengahnya Covid sekarang teh,” katanya.
Diki berharap pemerintah cepat tanggap soal kondisi yang sedang dihadapi para petugas belakangan ini. Tim yang dipimpin Diki biasanya berjumlah 12 orang dalam satu sif, namun empat di antaranya sedang sakit dan harus beristirahat. Demi menambal personel yang kurang tersebut, ia merekrut 9 orang warga untuk membantu memperlancar kinerja di lapangan.
Saat ini, jumlah liang lahat yang telah terisi hampir menyentuh angka 3.000 pusaran. Sejak pukul 6 pagi hingga 2 siang pada Jumat (9/7/2021), tercatat telah dilakukan 30 pemakaman, 27 jenazah muslim dan 3 jenazah non-muslim.