Hari Koperasi Nasional: Koperasi Belum Jadi Soko Guru Ekonomi Nasional
Hari ini, tepat 74 tahun silam adalah kali pertama Kongres Koperasi digelar di Tasikmalaya. Kongres ini membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri12 Juli 2021
BandungBergerak.id - Untuk pertama kalinya, Robert Owen, ekonom asal Wales memperkenal konsep koperasi pada tahun 1771 seiring dengan munculnya gejolak sosial akibat revolusi industri di Eropa. Gagasan Owen kemudian terbang ke Nusantara melalui kolonial Belanda. Mohammad Hatta, Bapak Koperasi Indonesia, melihat gagasan koperasi sebagai solusi bagi perekonomian Indonesia yang menghadapi rakusnya kapitalisme dan kolonialisme.
Untuk mewujudkan gagasan Bung Hatta, hari ini, tepat 74 tahun silam adalah kali pertama Kongres Koperasi digelar di Tasikmalaya. Kongres ini membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI).
Meski demikian, di Indonesia koperasi sebenarnya telah hadir jauh sebelum Kongres SOKRI. Tahun 1894, seorang Patih bernama Raden Aria Wiria Atmaja untuk pertama kalinya memperkenalkan konsep koperasi di Hindia Belanda.
Pembentukan koperasi tersebut dilatarbelakangi kesulitan keuangan yang dialami pemimpin pribumi (priyai). Banyak priyai yang terjebak utang kepada lintah darat.
Mengadopsi pola koperasi kredit Jerman, Raden Aria membentuk koperasi dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Sparbank Inlandsche Hoofden. Koperasi ini hadir agar para priayi tak lagi terlilit riba mencekik yang dipatok rentinir.
Kelahiran koperasi gagasan Raden Aria Wiria Atmaja kemudian direspons oleh seorang asisten residen Belanda, De Wolffvan Westerrode. Dengan latar belakang keilmuan perbankan ala Jerman, Westerrode lantas mengajukan Bank Priayi untuk dijadikan Poerwokertosche Hulp Spaar en Landbouw Kredietbank (Bank Bantuan Simpanan dan Kredit Usaha Tani Purwokerto). Dalam perkembangannya, bank ini kembali berubah menjadi Volksbank, Bank Rakyat.
Pada Tahun 1908, Budi Oetomo mencoba memajukan gagasan ekonomi kerakyatan melalui koperasi konsumsi. Saat itu, gerakan Budi Oetomo dibidang ekonomi kerakyatan didukung oleh Sarekat Dagang Islam. Sayangnya, perkembangan koperasi Budi Oetomo kurang memuaskan karena mendapatkan gangguan dari kolonial Belanda.
Belanda memang berhasil melakukan gangguan pada koperasi yang dibangun Budi Oetomo. Tetapi ketika Kongres SOKRI di Tasikmalaya 12 Juli 1947, Belanda tak bisa berbuat banyak. Walaupun saat itu Belanda berusaha kembali ke tanah air dengan menduduki Bandung. Tanggal 12 Juli kemudian menjadi titimangsa Hari Koperasi Nasional yang diperingati setiap tahunnya.
Baca Juga: Kisah Seniman Bengal Harry Roesli Dibukukan, Hasil Penjualannya untuk Anak Jalanan
Kolonel Slors Membangun Bandung
Koperasi Hari Ini masih Jauh dari yang Dicita-citakan Bung Hatta
Di tahun 2020, berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat, 127.124 unit koperasi yang aktif di Indonesia. Jumlah tersebut naik dari tahun sebelumnya yang berjumlah 123.048 unit.
Merujuk pada data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kota Bandung, terdapat 735 unit koperasi yang aktif di Bandung pada tahun. Sebanyak 87 persennya merupakan koperasi konsumsi. Meski tidak pesat, perkembangan koperasi khususnya di Kota Bandung terus meningkat.
Melalui siaran pers di laman Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkopukm), pemerintah melalui Sekretaris Kemenkopukm, Arif Rahman Hakim, berupaya melakukan penguatan dan modernisasi koperasi.
“Yaitu melalui modernisasi koperasi, transformasi usaha informal ke formal, transformasi digital dan pemanfaatan teknologi usaha, serta transformasi ke dalam rantai nilai global,” ujar Arif Rahman Hakim dalam webinar Hari Koperasi ke-74.
Saat ini, karakteristik koperasi di Indonesia berjumlah cukup banyak, namun skala usaha yang kecil dan kurang inovasi membuat koperasi belum punya daya saing tinggi. Pemerintah menargetkan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB nasional sebesar 5,5 persen dan pengembangan 500 koperasi modern pada tahun 2024.
Untuk menyukseskan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pagebluk Covid-19, pemerintah meminta koperasi dapat melakukan perbaikan ekosistem agar mampu mengakses pasar yang lebih luas lagi. Koperasi juga didorong masuk ke pembiayaan sektor-sektor produktif.
Dengan kata lain, daya saing koperasi saat ini tertinggal dibandungkan model-model bisnis lain. Menurut Asep Mulyana, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran (Unpad), modernisasi yang coba digagas pemerintah bukan sebuah inovasi yang hebat untuk keluar dari situasi pagebluk.
“Modernisasi mah cuma bagian dari prasyarat murni saja. Karena apa ya mau-tidak mau itu mah harus dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman,” ujar Asep Mulyana.
Asep mengatakan, mestinya koperasi yang dikembangkan di Indonesia dari koperasi sebagai badan usaha. Namun kembali lagi, kemajuan koperasi di Indonesia tergantung kebijakan dari pemerintah.
Komitmen tersebut bisa berupa pembatasan produk impor dan memaksimalkan produk lokal yang dikembangkan koprasi-koperasi. Pandemi Covid-19, menurut Asep, sebetulnya momentum untuk mengangkat kekuatan lokal.
“Kalau saja pemerintah bisa menolak impor walaupun tentu bukan hal mudah karena Indonesia terikat perjanjian dagang internasional,” imbuh Asep Mulyana.
Kebijakan membatasi produk impor, kata Asep, justru akan membantu memulihkan ekonomi negara. Sebab, produk lokal menjadi punya ruang tanpa saingan. Selain itu, para pelaku ekonomi lokal juga menjadi terberdayakan, begitu juga koperasi dan UMKM.
Asep meminta pemerintah tidak khawatir dengan ketersediaan produk lokal. Contohnya di bidang pangan, Indonesia sangat melimpah. “Kalau soal pangan mah orang kita gak akan kehabisanlah. Pemerintah tinggal memacu UMKM dan produksi dalam negeri sekaligus membentuk sebuah sistem jaringan terintegrasi dari Sabang sampai Merauke,” tutup Asep Mulyana.
Tanpa kebijakan berani pemerintah, koprasi hari ini dan ke depan masih berdaya saing apa adanya, alih-alih menjadi soko guru ekonomi nasional seperti yang dicita-citakan Bung Hatta.