Beban Puskesmas di Bandung terlalu Berat
Di tengah penularan Covid-19 yang memuncak, layanan puskesmas-puskesmas di Kota Bandung justru banyak menemui hambatan mendasar.
Penulis Boy Firmansyah Fadzri14 Juli 2021
BandungBergerak.id - Tingginya kasus Covid-19 menyebabkan antrean panjang pengecekan sampel PCR di laboratorium Dinas Kesehatan Kota Bandung. Dalam sehari, kapasitas laboratorium hanya sanggup menampung 600 sampel. Sementara jumlah sampel hasil pelacakan kontak (tracing) yang dikirimkan puskesmas-puskesmas se-Bandung mencapai ribuan.
Hasil testing PCR sejatinya menjadi kunci dalam meredam pagebluk berkepanjangan. Testing akan menghasilkan peta sebaran kasus Covid-19. Pencegahan dan penanganan Covid-19 akan terukur dan efektif.
Menurut Marliana, petugas puskesmas yang bertanggung jawab melakukan tracing, total sampel yang tertahan di laboratorium Dinkes Kota Bandung 8.000 sampel. Jumlah ini berasal dari 75 puskesmas yang tersebar di Kota Bandung.
Di tengah antrean pemeriksaan sampel di laboratorium, praktis puskesmas-puskesmas di Kota Bandung hanya mengandalkan testing swab antigen sebagai tolok ukur kasus terkonfirmasi Covid-19.
Meski demikian, kabar tertahannya sampel PCR tersebut langsung ditampik pihak Dinas Kesehatan Kota Bandung. Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi, Girindra Wardhana, mengklaim bahwa pelayanan testing PCR di puskesmas telah berjalan seperti biasa.
“Sudah aman pak, sudah seperti biasa lagi,” ujar Girindra Wardhana saat dihubungi Bandungbergerak.id, Rabu, (14/7/21).
Terhambat Nakes Terpapar
Di tengah penularan Covid-19 yang memuncak, layanan puskesmas-puskesmas di Kota Bandung justru banyak menemui hambatan mendasar. Selain kesulitan mendapatkan hasil testing PCR, mereka juga menghadapi paparan Covid-19.
Dilansir laman Laporcovid19, hingga 13 Juli 2021, 1.244 tenaga kesehatan telah gugur melawan Covid-19. Di Puskesmas Jajaway, Bandung, sedikitnya ada 9 orang petugas puskesmas terpapar Covid-19.
Berdasarkan data Laporcovid19.org, per 13 Juli 2021, sebanyak 453 orang meninggal dunia akibat Covid-19 dalam kondisi isoman atau di luar rumah sakit. Jawa Barat menjadi provinsi dengan angka kematian pasien isolasi mandiri tertinggi sebanyak 209 pasien. Sebanyak 54 orang di antaranya merupakan warga Kota Bandung.
Saat ini pihak Dinkes Kota Bandung tengah berusaha menambah jumlah tenaga kesehatan yang akan ditugaskan di puskesmas-puskesmas Kota Bandung. Dinkes Kota Bandung telah mengantongi 180 nama calon tenaga kesehatan yang telah lolos seleksi administrasi.
Jumlah tersebut mengerucut menjadi 132 orang setelah dilakukan uji kompetensi yang diselenggarakan 14 Juli 2021. Mereka akan diproyeksikan mengisi tujuh posisi yang tengah dibutuhkan puskesmas.
Baca Juga: Selama 14 Hari Isolasi Mandiri di Rumah, Apa saja yang Harus Dilakukan?
Pandemi Covid-19 Bandung Raya: Masih terjadi Lonjakan Kasus di Rumah Sakit
Beban Berat Puskesmas
Diah Saminarsih, pendiri Center of Indonesia Strategic Development Inisiative’s (CISDI) menilai, saat ini beban kerja yang dipikul puskesmas-puskesmas terlalu banyak. Di saat yang sama, puskesmas mengalami keterbatasan tenaga kesehatan, ruang, dan juga perlengkapan.
Tingginya beban kerja para nakes di puskesmas berdampak pada meningkatnya angka kematian pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di rumah atau di luar rumah sakit.
Tidak sedikit kasus kematian terjadi karena keterlambatan diagnosa pasien isoman. Hal ini terkait terbatasnya alat tes yang dimiliki puskesmas, belum lagi para nakes masih menunggu hasil laboratorium PCR untuk menentukan diagnosa.
Karena sejumlah keterbatasan itu, puskesmas tidak memiliki kemampuan dalam memberikan pertolongan terhadap pasien Covid-19 bergejala berat.
Tugas nakes di puskesmas tak cukup sampai di situ. Mereka masih dibebani dengan target vaksinasi Covid-19. Dengan jumlah nakes yang itu-itu saja, otomatis kemampuan tracing atau pelacakan di tingkat puskesmas menurun.
Diah merekomendasikan pemerintah untuk membangun shelter wilayah, termasuk meningkatkan kelayakan puskesmas dari segi fasilitas, serta menyiapkan layanan yang terintegritas yang melibatkan banyak elemen masyarakat dan komunitas.
“Jadi bukan hanya dibebankan pada puskesmas, tapi kita juga perlu melihat di sana ada satgas wilayah, komunitas, klinik swasta dan lain-lain yang bisa berkerjasama,” tutur Diah Suminarsih, dalam jumpa pers, Senin (11/7/21).
Pentingnya Percepatan Testing
Di sisi lain, kemampuan tracing dan testing sangat penting dalam pengendalian Covid-19. Pada kondisi saat ini, pemerintah justru harus meningkatkan jumlah dan kecepatan testing Covid-19.
Sehingga pengendalian Covid-19 tidak berkutat di hilir atau fasilitas-fasilitas kesehatan, melainkan dilakukan juga di tingkat hulu atau sumber utama penularan. Peningkatan testing juga akan mampu mengantisipasi ancaman kematian pada pasien isoman.
“Kalau test dilakukan dengan sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, kini berharap angka kematian isoman ini bisa turun,” tutur Diah Saminarsih.