• Berita
  • Selama 14 Hari Isolasi Mandiri di Rumah, Apa saja yang Harus Dilakukan?

Selama 14 Hari Isolasi Mandiri di Rumah, Apa saja yang Harus Dilakukan?

Ada yang berakhir meninggal karena gejalanya yang berat, tak sedikit yang sembuh hingga hasil tes Covid-19 menyatakan negatif.

Gedung pusat pendidikan tunanetra Wyataguna, Jalan Padjadjaran, Bandung, dipakai untuk isolasi mandiri pasien Covid-19 gejala ringan, 7 Juli 2021. Warga yang terpapar Covid-19 minimal harus menyepi selama 14 hari. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Iman Herdiana14 Juli 2021


BandungBergerak.idMasa inkubasi virus corona di dalam tubuh berlangsung selama 14 hari. Selama itulah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit maupun isolasi mandiri harus berjuang melawan virus. Ada yang berakhir meninggal karena gejalanya yang berat, tak sedikit yang sembuh hingga hasil tes Covid-19 menyatakan negatif.

Eva Sri Rahayu, satu orang dari sekian ribu yang pernah menjalani isolasi mandiri kurang lebih selama 14 hari, menuturkan bagaimana ia menjalani hari-hari isolasi mandiri (isoman). Ia pertama terjangkit Covid-19 setelah kontak erat dengan kakaknya yang positif Covid-19. Dua kakaknya bahkan meninggal karena penyakit yang menyerang sistem pernapasan tersebut.

“Seluruh keluarga dites swab. Di antara semuanya, sayalah yang positif. Hanya selang 3 hari dari kontak dengan almarhum Aa (kakak),” ujar Eva Sri Rahayu, dalam sharing informal tentang isoman, pekan lalu.:

Saat dikonfirmasi bandungbergerak.id, perempuan 35 tahun tersebut menjelaskan dirinya dinyatakan positif berdasarkan tes swab antigen tanggal 19 Juni 2021. Tanggal 5 Juli kemarin hasil tes swab antigen-nya negatif.

Meski positif dengan gejala, Eva memilih isolasi mandiri di rumah. Pada hari ketika ia terkena Covid-19, sudah banyak rumah sakit yang kewalahan menerima pasien Covid-19. Sehingga kecil kemungkinan ia mendapat ruang rawat inap di rumah sakit.

Gejala Covid-19 yang dialami Eva pada hari-hari pertama terjangkit Covid-19 terdiri dari:

1. Tahap pertama di hidung dengan gejala flu biasa. Hidung sampai bindeng. Gejalanya bersin-bersin, meler, dan pusing berat.

2. Tahap kedua menjalar ke tenggorokan-persis radang tenggorokan. Tubuh demam dan tenggorokan sakit.

3. Tahap ketiga, jika sudah menyerang paru-paru, akan batuk, sesak napas, dan saturasi oksigen di bawah normal.

“Penanganan media untuk penderita Covid-19 adalah mengobati gejalanya dan menaikan imunitas,” katanya.

Perlengkapan medis yang harus disediakan selama isoman, meliputi:

1. Parasetamol untuk mengatasi gejala demam, pusing, dan sakit kepala;

2. Betadine untuk obat kumur agar membunuh virus yang ada di mulut

3. Vitamin C, D, dan Zinc (ada yang sudah tersedia dalam 1 kaplet)

5. Vitamin B kompleks

6. Uap + kapsul untuk uap

7. Oksimeter (alat ukur saturasi oksigen dalam darah)

8. Tabung oksigen (hanya untuk keadaan darurat)

9. Berjemur matahari pagi.

Selain itu, selama menjalani isolasi mandiri di rumah ia memerlukan makanan dan minuman bernutrisi untuk menaikan imun tubuh, seperti: madu, lemon, probiotik, susu, air kelapa, qustul hindi, dan lain-lain.

“Semua makanan dan minuman harus disesuaikan dengan keadaan orangnya, karena apa pun bisa cocok dan tidak tergantung apakah ada komorbid, alergi, dll,” katanya.

Mengenai makanan, ia menyarankan makan sevariatif mungkin. Menurut ahli gizi, kata Eva, semakin bervariasi makanan yang dikonsumsi semakin baik dalam memberi asupan vitamin dan mineral.

“Kalau makan itu-itu saja, asupannya pun itu-itu juga,” katanya.

Eva juga mengalami kehilangan indra penciuman (anosmia) di hari kedua setelah dinyatakan positif. Namun, tidak kehilangan indra perasa. Hari kesembilan indra penciumannya sudah kembali dengan rutin menjalani terapi mencium bau-bauan yang menyengat.

Hal penting lainnya yang perlu dilakukan pasien isolasi mandiri di rumah ialah menjaga agar tidak menularkan Covid-19 kepada anggota keluarga lain yang tinggal seatap:

1. Kalau bisa tidur di kamar terpisah. Kalau tidak ada kamar lain, pada saat tidur, keluarga tetap memakai masker; 

2. Pisah kamar mandi. Jika tidak memungkinkan, tetap memakai masker tiap ke kamar mandi. Saat ke kamar mandi sebaiknya pintu kamar mandi tidak ditutup agar udara tidak terjebak di kamar mandi;

3. Makan memakai peralatan sendiri, tidak bercampur dengan peralatan makan anggota keluarga lain yang tidak sakit.

“Saya bersama suami dan anak tinggal di lantai 2, selama isoman, anggota keluarga di lantai bawah hanya ke atas memakai masker ketika mengirimkan makanan,” katanya.

Selain menyerang fisik, Covid-19 juga menyerang mental atau psikis. Ini dirasakan betul oleh Eva saat menghadapi kenyataan bahwa dua kakanya meninggal dunia. Sementara mengekspresikan rasa kehilangan seperti menangis akan membuat tubuh drop yang konsekuensinya menurunkan imun tubuh.

Dukungan keluarga menjadi sangat penting bagi pasien isoman. Eva mengaku mendapat motivasi penuh dari suami, keluarga, dan teman-teman. Juga perlu tekad yang kuat untuk bisa sembuh.

“Waktu itu saya berpegangan pada pemikiran saya harus sembuh, saya tidak ingin orang tua saya makin berduka,” katanya.

Selama memenuhi kebutuhan isoman, ia mengeluarkan biaya sendiri, mulai makanan bergizi, sampai vitamin dan obat-obatan. “Keluarga dan sahabat baik-baik. Banyak sahabat yang kirim madu, lemon, suplemen,” katanya.

Eva akhirnya menjadi penyintas setelah berhasil melewati lebih dari 14 hari isoman dengan hasil swab antigen menyatakan negatif.

Baca Juga: Panduan Isolasi Mandiri dan Cara Mengajukan Vitamin dan Obat untuk Pasien Isoman di Pikobar Jabar
Desa dan Kelurahan Wajib Siapkan Ruang Isolasi untuk Bantu Rumah Sakit
Sesak di UGD Rumah Sakit

Saturasi Oksigen

Pentingnya mengontrol saturasi oksigen dalam tubuh didapat Eva dari pengalaman mendiang kakaknya yang saturasinya di bawah normal hingga 80-an. Hal ini yang menyebabkan pasien Covid-19 sesak napas. Gejala saturasi rendah terdiri dari batuk-batuk dan disertai sesak.  

"Sehingga penting sekali untuk selalu mengecek saturasi penderita Covid setiap hari meski keadaan tampak membaik," katanya.

Itu sebabnya diperlukan oksimeter dan tabung oksigen. Walaupun bantuan oksigen medis ini diperlukan jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Evi Sri Rezeki, kakak Eva, menambahkan berdasarkan keterangan saudara-saudaranya yang berprofesi tenaga kesehatan, penggunaan oksigen hanya dilakukan ketika sangat terdesak. Sebab orang yang sesak napas sebenarnya lebih membutuhkan ventilator (alat bantu pernapasan) yang hanya tersedia di rumah sakit.

Ada cara lain untuk meningkatkan saturasi oksigen selain dengan tabung oksigen medis, yaitu dengan minum air yang mengandung oksigen yang bisa di dapat di pasaran. 

Efek Long Covid-19 dan Upaya Menanganinya

Beberapa penyintas masih bisa merasakan sejumlah efek setelah pulih dari Covid-19, seperti mudah lelah, sakit kepala, nyeri otot, mual, gangguan mental, hingga sulit tidur. Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Unpas, Trias Nugrahadi, memerikan sejumlah saran penting bagi mereka.

“Gejala tersebut bisa terjadi, baik bagi yang memiliki komorbid maupun orang tanpa gejala. Apabila efek memanjang, segera kontrol dan konsultasi ke dokter secara berkala,” kata Trias Nugrahadi, dikutip dari laman resmi Unpas .

Jika ada efek sesak napas, lakukan prone position untuk memperbaiki ventilasi pernapasan agar oksigen yang masuk ke tubuh lebih banyak. Bagi yang muslim, cukup dengan sujud saat salat.

Suara yang serak dapat dipancing dengan membiasakan bernyanyi atau membaca kitap suci. Biasakan makan dan minunm dalam posisi tegak jika ada gangguan menelan.

“Olahraga ringan, makan makanan bergizi, tidur cukup, menerapkan pola hidup sehat, menjalankan 5M, dan vaksinasi,” katanya.

Menurutnya, penyintas Covid-19 memiliki kemungkinan untuk terinfeksi kembali. Hal ini terjadi karena terbentuknya imunitas atau kekebalan alami di tubuh manusia berbeda-beda. Oleh karena itu, langkah-langkah di atas dapat diterapkan untuk memperkuat penjagaan tubuh.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//