• Berita
  • Menanti Keberpihakan Pemerintah kepada Pelaku Usaha

Menanti Keberpihakan Pemerintah kepada Pelaku Usaha

PPKM Darurat diperpanjang santer di masyarakat dan memicu prokontra. Yang kontra beralasan PPKM Darurat tak dibarengi solusi untuk bertahan hidup.

PKL atau usaha mikro di Bandung, 15 Juli 2021. Sektor usaha mikro paling terdampak PPKM Darurat. Para pedagang kecil berhadap ada solusi untuk bertahan hidup selama PPKM Darurat. (Foto: Acep Maulan)

Penulis Boy Firmansyah Fadzri17 Juli 2021


BandungBergerak.idPemerintah akan mengumumkan nasib PPKM Darurat lebih lanjut pada Sabtu (17/7/21). Namun, wacana PPKM Darurat diperpanjang santer di masyarakat dan memicu pro dan kontra. Yang kontra beralasan PPKM Darurat tak dibarengi solusi untuk bertahan hidup.

Perlu diketahui, sebagian besar masyarakat hidup di sektor-sektor informal, seperti pedagang kecil alias usaha mikro. Mereka menjadi pihak pertama yang tercekik pembatasan sosial PPKM Darurat.

Sebagai gambaran, saat ini di Kota Bandung terdapat 22.003 pedagang kaki lima yang terdaftar di bawah Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Bandung. Mereka adalah segelintir dari lebih banyak lagi masyarakat terdampak.

Sisfo Pedagang Kaki Lima menyebutkan, ada 1.008 (PKL) di Kota Bandung yang beromzet kurang dari Rp 1.000.000. Itu baru omzet, sedangkan keuntungannya jauh lebih kecil lagi.

Data-data tersebut setidaknya mewakili potret buram dari rapuhnya ekonomi para pelaku usaha mikro ketika dilalap Covid-19. Mobilitas masyarakat yang menurun membuat daya beli ikut melambat. Banyak pelaku usaha mikro yang hanya mampu mengelus dada saat hidup darurat di masa PPKM Darurat.

Diakui Wawan, seorang pedagang kaki lima minuman goyobod di wilayah Antapani. Pagebluk bikin pendapatannya berkurang hingga lebih dari 50 persen setiap harinya.

“Perubahannya selama pandemi lebih ke strategis dek, biasanya membawa 200 mangkuk goyobod, selama pandemi 100 aja engga abis,” keluhnya.

Meski pendapatan menurun, Wawan mengaku tidak bisa berhenti berjualan atau di rumah saja. Tuntutan ekonomi yang tak bisa dielakkan. Ia tak mungkin berdiam diri di rumah sambil berharap bantuan dari pemerintah yang kerap kali tidak tepat nilai maupun sasaran.

“Harusnya itu nyampe ke tujuannya, kalau saya belum pernah dapat. Tapi keluarga di kampung pernah dapat. Pertama, Rp 600 ribu, makin ke sini makin kecil jumlahnya sampai yang terakhir itu cuma Rp 40 ribu,” ujar Wawan.

Kondisi yang tak menguntungkan juga dirasakan para pedagang Pasar Baru Trade Center, Bandung. Semenjak PPKM Darurat aktivas ekonomi di Pasar Baru terpaksa terhenti. Sebanyak 4.200 lapak dan 8.400 ribu karyawan terpaksa berhenti berkerja dan tak berpenghasilan.

Merespons kondisi tersebut, Himpuanan Pedagang Pasar Baru (HP2B) menerbitkan surat terbuka yang terbit Sabtu (17/7/2021). Surat tertanda Ketua HP2B Iwan Suhermawan dan Sekretaris Yenda itu meminta kompensasi atas dampak yang ditimbulkan dari kebijakan PPKM Darurat kepada pemerintah pusat dan daerah.

HP2B meminta bantuan sosial untuk para pelaku ekonomi terdampak di lingkungan Pasar Baru. Bantuan bisa berupa dalam bentuk uang atau sembako yang dikucurkan selama PPKM Darurat. Bisa juga pemerintah membangun dapur umum di Pasar Baru, Bandung. Kepada Pemkot Bandung, HP2B meminta pembebasan tagihan biaya pelayanan dan listrik selama PPKM Darurat berlangsung.

Baca Juga: Catatan Setengah Jalan PPKM Darurat: Pergerakan Masyarakat di Jawa Barat masih Tinggi
PPKM Darurat di 27 Kota dan Kabupaten Jawa Barat

Antara Kesehatan dan Ekonomi, Menanti Kebijakan Konkret 

Asep Mulyana, ekonom Universitas Padjadjaran (Unpad), menyarankan pemerintah agar segera mengambil kebijakan konkret terutama dalam menanggapi dampak ekonomi bagi pekerja informal dan UMKM.

“Penting bagi pemerintah memastikan roda ekonomi masyarakat tetap berjalan, meski dengan beberapa penyesuaian,” tutur Asep Mulyana, dihubungi Bandungbergerak.id.

Ketika roda ekonomi masyarakat mandek, pemerintah justru akan memiliki beban yang lebih besar. Apalagi anggaran pemerintah terbatas. Asep Mulyana pun mendorong pemerintah untuk melakukan terobosan, salah satunya bisa dengan mengembangkan sistem ekonomi terintegrasi untuk menyelamatkan UMKM dan pekerja informal.

“Yang terpenting saat ini, pemerintah bisa memastikan roda ekonomi masyarakat berjalan, salah satunya bisa melalui menguatkan supply chains bagi pelaku UMKM dan sektor informal,” ujarnya.

Asep mengingatkan pentingnya merubah pola pikir masyarakat dan pemerintah di tengah situasi pandemi Covid-19. Bahwa pemerintah dan masyarakat perlu saling bersinergi.

Acuviarta Katarbi, ekonom dari Unpas, mengaskan pentingnya menjaga fondasi ekonomi UMKM dan sektor informal di masa mendatang. Terlebih upaya pengendalian ekonomi ini berbeda dengan penanganan pandemi Covid-19 yang sifatnya real time.

Pemerintah pusat maupun daerah diharapkan memberikan solusi melalui kebijakan ekonomi yang lebih terukur. Kebijakan ini yang tertama dinanti rakyat yang terdampak PPKM Darurat.

Menurutnya, penanganan pandemi perlu dibarengi dengan kebijakan ekonomi. Persinggungan antara penanganan kesehatan dan ekonomi ada pada ketertiban masyarakat dalam mematuhi prokes. Sedangkan pemerintah disarankan memperbanyak lokasi tes Covid-19 yang biayanya terjangkau, dan dibarengi dengan gencarnya vaksinasi.

Jika penanganan tersebut tidak diimplementasikan secara serius, ia memperkirakan kasus Covid-19 akan semakin lama dan bertambah panjang pula dampak ekonominya.

“Intinya, kita berhenti melangkah dan mengurangi kecepatan untuk melompat lebih jauh setelah situasi pandemi mereda dalam beberapa hari ke depan,” kata Acuviarta.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//