• Berita
  • Data Penerima Vaksinasi Covid-19 Kota Bandung Harus Terintegrasi

Data Penerima Vaksinasi Covid-19 Kota Bandung Harus Terintegrasi

Tak mungkin mengawal 2,5 jutaan penduduk Bandung mengandalkan sekitar 25 ribu SDM kesehatan. Instansi lain perlu dikerahkan untuk membantu penanggulangan Covid-19.

Vaksinasi Covid-19 di Telkom University, Bandung, 21 Juni 2021. Laju penyuntikan vaksin Covid-19 di Indonesia masih rendah dari target 181 juta orang. (Foto: Prima Mulia)

Penulis Bani Hakiki18 Juli 2021


BandungBergerak.idSejumlah warga Bandung mengeluhkan pendataan program vaksinasi Covid-19. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk segera lakukan evaluasi di sektor pendataan.

Strategi Pemkot Bandung dalam melakukan verifikasi data target peserta vaksinasi Covid-19 dinilai usang. Harus ada strategi lain selain pengelompokan berdasarkan usia dan profesi. Untuk itu, Ombudsman menyarankan vaksinasi dilakukan berbasis domisili warga pada program vaksinasi nasional yang kini membidik masyarakat umum.

Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat, Dan Satriana, mengaku telah mendengar sejumlah keluhan masyarakat mengenai sulitnya birokrasi dalam proses vaksinasi. Menurutnya, akar permasalahan terkait kesulitan warga dalam mengakses pendaftaran adalah data yang tidak terintegrasi.

”Kami sudah mewanti-wanti pemerintah sejak bulan Januari. Vaksinasi ini harus diimbangi dengan terintegrasinya data warga, jangan ada perbedaan di lapangan,” kata Dan Satriana, ketika dihubungi melalui telepon, Sabtu (17/7/2021) petang.

Ia memandang proses pendataan berdasarkan wilayah merupakan solusi terbaik yang bisa dilakukan saat ini. Selain lebih dekat, para pejabat wilayah dinilai lebih paham dan mengenal warganya masing-masing. Ditambah lagi, pengelompokan warga berdasarkan wilayah dianggap cenderung lebih efisien dalam penerapannya.

Akhir Juni lalu, pemerintah pusat menargetkan kekebalan kelompok (herd immunity) dari wabah Covid-19 melalui program vaksinasi terjadi antara Agustus hingga September 2021. Dan menegaskan bahwa target tersebut harus direspons dengan strategi baru oleh pemerintah daerah, khususnya Pemkot Kota Bandung.

“Persoalannya harus buat strategi baru, jangan dikelompokan. Cukup dilakukan berdasarkan wilayah. Lebih sistematik terutama yang berpotensi besar penularannya,” paparnya.

Strategi lainnya, pihak Pemkot harus bisa merangkul sejumlah instansi yang ada. Termasuk mengerahkan semua SDM yang ada di dinas-dinas di luar Dinas Kesehatan Kota Bandung. Sebab mengandalkan Dinas Kesehatan saja tidak cukup untuk menyelamatkan Kota Bandung dari zona merah.

Jumlah SDM kesehatan di Kota Bandung sekitar 25.000 orang. Mereka tidak mungkin diandalkan mengawal sekitar 2,5 juta warga Kota Bandung. Belum lagi SDM di instansi kesehatan paling rentan tertular Covid-19. Hingga 1 Juli 2021, sekitar 240 tenaga kesehatan di Kota Bandung terkonfirmasi positif Covid-19. Para nakes yang terpapar terutama yang bertugas di rumah sakit pusat rujukan Covid-19.

Misalnya, hingga 3 Juli 2021, terdapat 50 hingga 60 tenaga kesehatan di RSKIA terpapar Covid-19. Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung di mana jumlah nakes terpapar mencapai 200 orang pada Juni-Juli. Sebagian nakes menjalani rawat inap, yang lainnya isolasi mandiri.

Sehingga setiap instansi di Pemkot Bandung perlu diberi peran penting dalam proses penanggulangan wabah Covid-19. Bentuk perannya tidak perlu melulu dengan bantuan materi. Instansi yang bekerjasama bisa membantu melakukan pendataan target vaksinasi, setidaknya pendataan bisa dilakukan untuk pegawainya masing-masing. Data tersebut lalu diserahkan ke para pejabat kewilayahan setempat untuk kembali diolah.

“Saya kira langkah vaksinasi dengan mengajak kerjasama konstistusi itu fine. Membantu distribusi fasilitas nakes yang berbasis kewilayahan tadi,” ujarnya.

Dan menegaskan Ombudsman akan terus memantau jalannya vaksinasi Covid-19 di wilayah kerjanya. Termasuk mendesak pemerintah membatalka vaksinasi berbayar. Seluruh warga harus dipastikan bisa mendapat vaksin gratis.

Baca Juga: Catatan Setengah Jalan PPKM Darurat: Pergerakan Masyarakat di Jawa Barat masih Tinggi
PPKM Darurat di 27 Kota dan Kabupaten Jawa Barat

Bansos Penting dalam PPKM Darurat

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat juga menyoroti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang telah berjalan sejak 3 Juli 2021. Kebijakan rem darurat pengendalian Covid-19 ini telah menimbulkan keluhan terutama bagi sektor informal dan pelaku usaha kecil.

Dan Satriana menganggap pelaksanaan PPKM Darurat di Kota Bandung belum seimbang, bahkan timpang. Kebijakan ini belum bisa menjawab keluhan para warga yang terdampak pembatasan sosial. Untuk itu, Ombudsman mendesak Pemkot agar segera memastikan waktu pencairan dana bantuan sosial (bansos) PPKM Darurat.

Pembatasan mobilitas masyarakat akibat PPKM Darurat memunculkan permasalahan lain di luar kesehatan. Pemerintah harus membarengi PPKM Darurat dengan kebijakan rehabilitasi setiap sektor yang terdampak.

“Masyarakat dibatasi dengan alasan kesehatan. Ini perlu diperhatikan, jangan sampai timbul masalah di sektor lain, ekonomi misalnya. Pembatasan dan perekonomian ini tentu berbanding lurus,” tanggapnya.

Kendati demikian, Ombudsman Jabar belum mengeluarkan terobosan mutakhir berkenaan dengan penanggulangan pagebluk yang dilakukan pemerintah. Namun, Dan bersama jajarannya menjanjikan akan terus aktif merespons berbagai laporan serta keluhan warga.

Dalam waktu dekat, Ombudsman Jabar akan bertemu dengan perwakilan pemerintah daerah untuk membahas PPKM Darurat dan ketersediaan ruang isolasi mandiri (isoman).

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//