Doger Monyet di Jalur Mudik
Pengamen doger monyet marak meramaikan arus mudik lebaran di jalur penghubung Bandung dan selatan. Dilema antara kepentingan ekonomi dan eksploitasi monyet hewan.
Pengamen doger monyet marak meramaikan arus mudik lebaran di jalur penghubung Bandung dan selatan. Dilema antara kepentingan ekonomi dan eksploitasi monyet hewan.
BandungBergerak.id - Jajang terus mengawasi alur iring-iringan kendaraan yang terjebak macet saat arus mudik di jalur selatan Limbangan, Garut, Senin, 8 April 2024. Pria berusia 25 tahun ini bergegas memindahkan lapak ngamen doger monyetnya saat antrean kendaraan tak bergerak.
"Harus pindah kalau macetnya terlalu lama. lebih mending jalan tersendat, yang nyawernya lebih banyak. Kalau diam kan yang nyawernya cuma sekali tapi nggak maju-maju," katanya.
Jalur Limbangan adalah jalur mudik yang kerap jadi salah satu titik macet di ruas jalan nasional di rute Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, dan Jawa Tengah. Jika sudah "nyangkut" di jalur ini polisi akan menerapkan one way secara berkala untuk mengurai kemacetan.
Saat iring-iringan kendaraan roda empat atau kendaraan besar lainnya yang terjebak macet di Limbangan, puluhan pengamen doger monyet dan pedagang asongan berebut perhatian pemudik agar nyawer atau membeli dagangan mereka.
Jajang merupakan salah satu warga yang memanfaatkan momen macet mudik lebaran dengan ngamen doger monyetnya. Jika tidak ngamen doger monyet, Jajang berprofesi sebagai buruh tani di kampungnya.
"Saya bisa dapat 300 ribu (rupiah) sehari,” ucap Jajang.
Jajang mulai ngamen doger monyet sejak Sabtu, 6 April 2024. Ia mendapatkan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan cara menyewa 30.000 rupiah per hari. Harga sewa monyet ekor panjang berkisar 30.000 rupiah sampai 100.000 ruripah per hari tergantung tingkat kepandaian si monyetnya.
Penggunaan monyet ekor panjang sebagai media ngamen di jalanan selama ini banyak diprotes aktivis satwa liar dan lingkungan. Monyet ekor panjang ditetapkan sebagai satwa dilindungi dengan status konservasi terancam punah atau endangered.
Belum ada riset mendalam terkait kecenderungan terus menurunnya populasi monyet ekor panjang di alam. Beberapa indikasi menyusutnya jumlah monyet di antaranya adalah habitat mereka yang terus berkurang atau berlaih fungsi jadi lahan pertanian atau permukiman.
Fenomena berkurangnya habitat monyet ekor panjang sempat menghebohkan Kota Bandung pada 28-29 Februari 2024 lalu. Satu kawanan monyet liar terpantau di beberapa tempat permukiman, seperti di Sukaluyu, Simpang Dago, Kompleks Dago Asri, Pahlawan, dan Pussenif, Jalan Katamso. Kawanan monyet ini turun ke kota diduga karena kekurangan makanan di habitat alaminya yang tergerus alih fungsi lahan.
Dosen Ahli Ekologi Manusia, Etnobiologi, dan Manajemen Agroekosistem Universitas Padjadjaran (Unpad) Johan Iskandar mengatakan, terdapat beberapa kawasan di Kota Bandung yang menjadi kantung kawanan monyet liar, salah satunya di Tahura Ir. Djuanda atau kawasan Gunung Manglayang.
Johan pernah melakukan penelitian Amdal (Analisis Masalah Dampak Lingkungan) pembangunan bendungan Jatigede, Majalengka. Saat itu, kawanan monyet turun ke kawasan permukiman dan kebun warga karena berkurangnya luasan habitat yang disebabkan pembangunan bendungan Jatigede. Sebelum waduk Jatigede dibangun, di situ dulunya kantong-kantong habitat satwa liar.
Penyebab lain menyusutnya jumlah monyet ekor panjang adalah penangkapan liar, perdagangan ilegal, termasuk menjadikan monyet liar sebagai doger monyet. Mereka dirantai dan disuruh-suruh melakukan berbagai adegan di jalan.
Jajang tak terlalu ambil pusing dengan pemanfaatan kera ekor panjang untuk dijadikan obyek ngamen di pinggir jalan. Alasannya, dia hanya memanfaatkan momentum mudik dan arus balik nanti. "Nanti kalau sudah habis arus balik ya kembali tani," kata Jajang lagi.
Sebagai buruh tani Jajang diupah 60.000 ribu per hari di saat musim tanam dan musim panen. Sementara saat musim mudik dan arus balik ia bisa meraup 300.000 rupiah per hari.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS