Lautan Sampah Plastik di Sungai Citarum
Perahu-perahu pemulung beradu cepat memungut sampah plastik dengan kendaraan berat yang terapung di Sungai Citarum. Pemandangan lautan sampah yang selalu berulang.
Perahu-perahu pemulung beradu cepat memungut sampah plastik dengan kendaraan berat yang terapung di Sungai Citarum. Pemandangan lautan sampah yang selalu berulang.
BandungBergerak.id - Perahu-perahu pemulung hilir mudik di atas permukaan sampah yang menutupi seluruh permukaan Sungai Citarum, 12 Juni 2024. Di atas jembatan Batujajar atau warga sekitar menyebutnya jembatan BBS (Babakan Sapan), Kabupaten Bandung, perahu-perahu pemulung terlihat seperti terdampar di tengah tempat pembuangan akhir sampah, tak tampak air sama sekali.
Sekitar 30 meter dari perahu-perahu pemulung satu unit ekskavator mengambang di atas baja terapung, ia beroprasi untuk mengurai lautan sampah yang menutupi permukaan Sungai Citarum. Para pemulung harus bergegas memungut sampah-sampah bernilai jual seperti plastik kemasan air minum sebelum hamparan plastik itu diurai ekskavator.
Sementara itu, lebih dari 10 perahu lain yang berisi relawan dari Bening Saguling Foundation, BBWS Citarum, sejumlah anggota TNI Satgas Citarum Harum, dan relawan organisasi lingkungan lainnya mulai hilir mudik juga untuk memunguti semua sampah yang menutup permukaan sungai.
Mereka mengumpulkan semua jenis sampah organik dan anorganik dalam karung di atas perahu masing-masing, lalu membawanya ke daratan, dan kembali lagi ke air untuk memungut sampah lain. Eceng gondok, sedimentasi, dan sampah-sampah besar seperti kasur cukup mempersulit petugas, membuat pekerjaan lebih lambat. Bangkai-bangkai binatang juga menimbulkan bau tak sedap. Seekor anjing mati sudah menggembung jadi sebesar domba.
Hamparan sampah memanjang sekitar 3 kilometer dengan lebar badan sungai sekitar 60 meter. Diperkirakan bobot lautan sampah ini mencapai 200 ton. Kawasan Batujajar dan Cihampelas di Kabupaten Bandung Barat adalah benteng terakhir penahan sampah dari Bandung Raya yang dibuang ke Sungai Citarum.
Ada semacam trashboom raksasa di sana, seperti bentangan sling baja untuk menahan sampah agar tak masuk ke Waduk Saguling. Fenomena lautan sampah di Batujajar dan Cihampelas ini selalu berulang dari tahun ke tahun, paling tidak sesuai dengan dokumentasi foto yang saya miliki sejak bergulirnya program Citarum Bestari dan Citarum Harum.
Lautan sampah Citarum ini menarik perhatian Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang mendadak melakukan inspeksi didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat Prima Mayaningtyas. Keduanya sempat menaiki perahu yang ditarik ekskavator ke tengah sungai untuk melihat proses pembersihan.
"Kami mohon masyarakat jangan membuang sampah sembarangan buanglah pada tempatnya ini akibatnya,” kata Bey.
Bey mengatakan, lautan sampah di Sungai Citarum tertahan sedimen sehingga air tidak sanggup mengalirkannya. Program pembersihan sungai akan dilakukan 5 hari sampai satu minggu.
Masalah sampah plastik di Indonesia sudah gawat. Tahun 2025 Indonesia harus bisa mengurangi 30 persen sampah di hulu, dimulai dari pengurangan sampah yang diproduksi rumah tangga, dan seterusnya. Pemerintah pusat sampai pemerintah daerah juga harus melakukan hal yang sama.
“Citarum Harum sangat berarti, gerak cepat kordinasi bersama, masalah pentahelix ya bukan beban pemerintah semata, pemerintah, TNI, swasta, masyarakat juga harus sadar harus terlibat. Jadi manfaat yang paling dirasakan Citarum Harum ini kordinasi sudah jalan tidak perlu rapat-rapat lagi, seperti ini (lautan sampah di sungai) langsung bersama-sama mengatasi ini. Citarum Harum bisa direplikasi untuk penanganan sungai-sungai yang lain," papar Bey Machmudin.
Krisis Air Bersih di Ciwalengke
Delia (11 tahun), Azura (10 tahun), dan Erlita (11 tahun) bergegas menuju fasilitas mandi cuci kakus (MCK) umum di tengah perkampungan padat di antara cerobong pabrik-pabrik tekstil. Tiga anak perempuan kelas 5 SDN Padasuka 3 tersebut bergantian mengisi bak penampung air yang ditimba dari sumur penampung di fasilitas MCK Kampung Ciwalengke, Desa Sukamaju, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 29 Mei 2024.
"Mau sekolah, kita masuk siang, ini juga mau nimba air dulu untuk mengisi bak mandi," kata Delia.
Air berwarna agak keruh dan berbau itu ditimba dari sumur MCK, ada beberapa ekor ikan nila di dasar sumur sebagai indikator alami jika air tercemar limbah.
"Kalau ikannya mati berarti airnya tercemar limbah beracun," jelas Ema (49) yang baru saja selesai mencuci pakaian.
Sumur di MCK Ciwalengke hanya berfungsi sebagai penampung, sumber airnya berasal dari aliran Sungai Ciwalengke, anak Sungai Citarum, yang mengalir ke saluran air lalu dibelokan pakai pipa PVC ke bak penampung dan sumur di dua MCK yang ada di kampung tersebut. Kesulitan mengakses air bersih membuat warga menggunakan sumber air kotor ini untuk mandi dan mencuci. Ini dilakukan warga sudah puluhan tahun.
Sementara aliran sungainya sendiri tercemar timbulan sampah organik, popok sekali pakai, plastik, dan bangkai tikus, tersangkut di dasarnya yang dangkal. Seorang perempuan tampak mendorong sampah-sampah itu dengan tongkatnya. Rupanya ia menyingkirkan tumpukan sampah agar tidak menghalangi saluran air sungai yang dibelokan untuk mengisi sumur dan bak di dua MCK tadi.
Fakta-fakta Pencemaran Sungai Citarum
Tanggal 19 Mei 2024 lalu, sejumlah aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Jawa Barat membentang spanduk kampanye zero tolerance policy terkait program Citarum Harum di bawah jembatan Sungai Citarum di Baleendah, Kabupaten Bandung, 19 Mei 2024. Walhi Jawa Barat menyatakan program Citarum Harum tak layak dijadikan contoh keberhasilan pengendalian dan penanganan pencemaran sungai di World Water Forum di Bali. Pemerintah menjadikan program Citarum Harum sebagai showcase keberhasilan mengendalikan pencemaran sumber daya air.
Aksi ini diawali dengan berkumpulnya para aktivis lingkungan hidup di Taman Rancamanyar yang kerap disebut Taman Sayang, persis di pinggir Sungai Citarum, samping posko Sektor 7 Citarum Harum, dan di sisi Jembatan Rancamanyar.
Seorang aktivis dengan memakai pakaian hazmat terlihat mengambil sampel air sungai yang nantinya akan di uji laboratorium untuk mengetahui kualitas dan tingkat pencemaran air. Setelah itu 3 perahu karet besar, satu perahu karet kecil, dan tiga kayak, diusung dari sempadan sungai menuju permukaan air, satu per satu mereka menaiki perahu karet untuk lanjut ke titik aksi lain di bawah jembatan Rancamanyar.
Beberapa orang aktivis diatas jembatan menuruni jembatan dan menggantung dibawahnya sambil membentang spanduk kampanye dengan tulisan zero tolerance policy. Di bawahnya para aktivis dengan perahu karet juga ikut membentang spanduk tentang hak masyarakat atas air bersih dan lingkungan yang sehat, yang selama ini selalu diabaikan oleh negara.
Aksi Walhi dan puluhan aktivis lingkungan hidup ini berlanjut pada 22 Mei 2024 di depan Gedung Sate. Mereka tetap menegaskan Citarum Harum Gagal. Dari orasi-orasi yang disuarakan mereka mempertanyakan apa indikator yang menyatakan kategori Sungai Citarum berubah jadi cemar ringan setelah sebelumnya tercemar berat.
Zero tolerance policy terkait pencemaran sungai juga jadi narasi utama yang diusung selain menggugat keadilan atas sumber air bersih dan hak-hak masyarakat atas air yang sampai saat ini masih juga belum bisa mengakses sumber air bersih di banyak daerah.
Program percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018 yang dikenal sebagai Citarum Harum ditargetkan selesai pada tahun 2025. Banjir bandang di wilayah hulu Citarum masih kerap terjadi dan tak berkesudahan; pembuangan limbah industri seperti main petak umpet, air di beberapa titik aliran DAS Citarum masih tetap berwarna hitam berbau busuk.
Menurut laman citarumharum.jabarprov.go.id jumlah limbah domestik yang mencemari Sungai Citarum mencapai 60 persen dari total pencemaran di Citarum. Selain dengan cara pengelolaan sampah di pinggiran sungai (Improvement of Solid Waste Management to Support Regional And Metropolitan Cities) untuk mengendalikan sampah, yang paling krusial adalah merubah pola pikir atau budaya membuang sampah langsung ke badan sungai sepanjang 297 km yang membelah 13 kabupaten dan kota sejak dari Kabupaten Bandung sampai ke Muara Gembong di Utara Bekasi.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbulan sampah Sungai Citarum mencapai 3,4 juta ton per tahun pada tahun 2023. Setidaknya Citarum menerima buangan sampah sekitar 9.000 ton per hari.
Pada perhelatan World Water Forum ke 10 tanggal 18-25 Mei 2024 di Bali, pemerintah merilis buku tentang keberhasilan pengendalian pencemaran di Sungai Citarum melalui program Citarum Harum, bukunya berjudul Citarum Harum: Caring for Rivers Saving Lives. Pemerintah mengklaim program Citarum Harum berhasil menurunkan tingkat pencemaran dari kategori cemar berat ke kategori cemar ringan.
*Foto dan Teks: Prima Mulia
COMMENTS