• Opini
  • Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Bidang Konstruksi dan Perumahan Rakyat

Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Bidang Konstruksi dan Perumahan Rakyat

Pencemaran laut masih jadi masalah besar di Indonesia. Jika diolah secara tepat, sampah plastik sebenarnya bahkan bisa menjawab isu ketersediaan perumahan rakyat.

Kayleen Jessica

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Bandung

Sampah menumpuk di muara Sungai Cisangkuy ketika banjir menerjang beberapa wilayah di sekitar Sungai Citarum, Kabupaten Bandung, Selasa (25/5/2021). Jika tak tertangani, tumpukan sampah ini, termasuk sampah-sampah plastik, bakal terus terbawa arus dan mencemari lautan. (Foto: Prima Mulia)

26 Juli 2021


BandungBergerak.idMasalah pencemaran plastik di laut terus menjadi sorotan global karena kekhawatiran akan dampaknya, bukan hanya terhadap ekosistem lingkungan laut tapi juga terhadap kesehatan dan ekonomi masyarakat. Isu ini kian mengkhawatirkan bagi Indonesia, bangsa maritim yang mengandalkan kesehatan dan produktivitas laut sebagai sumber pendapatan industri pariwisata dan perikanan, yang masing-masing merupakan kontributor besar terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia.

Menurut Jambeck (2015) dalam National Plastic Waste Reduction Strategic Actions for Indonesia, Indonesia melepaskan sekitar 3,22 juta metrik ton sampah plastik ke lautan setiap tahunnya, menjadikannya kontributor pencemaran plastik lautan kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Volume plastik di Indonesia tumbuh pada laju yang tidak berkelanjutan dan konsumsinya diperkirakan akan meningkat 200 persen dari tahun 2017 hingga 2040. Sebagai negara yang memiliki keragaman lautan terkaya di dunia dan memasok 10 persen dari komoditas hasil laut dunia (UNDP, 2016), usaha dan tanggung jawab Indonesia untuk melindungi alam bawah laut sangat tidak memadai.

Mengutip kembali National Action Plan Indonesia (NAPI) yang bertujuan mengurangi pencemaran limbah lautan hingga 70 persen dan limbah plastik total sebanyak 30 persen pada tahun 2017-2025, angka 2,26 persen pengurangan limbah yang dicapai pemerintah pada tahun 2018 (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, 2020) memunculkan skeptisme terhadap laju pencapaian komitmen pemulihan laut negara. Harus ada percepatan kinerja. Di antaranya dengan memperbanyak sosialisasi mengenai pengelolaan sampah dan riset pencarian teknologi masa depan yang dapat mengubah limbah plastik menjadi sumber energi dan bahan bakar.

Proyek terobosan yang sudah nyata diimplementasikan di tujuh kota di Indonesia adalah integrasi plastik dalam aspal jalan. Kesuksesan ini membuktikan potensi pemanfaatan limbah plastik dalam sektor konstruksi dan infrastruktur lainnya yang juga dikenal berkontribusi besar terhadap jejak karbon dunia. Diversifikasi penggunaan plastik daur ulang dalam produk konstruksi yang komersial menjadi opsi terbaik bagi pemerintah untuk mencapai cita-cita pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan bebas limbah plastik.

Untuk Bidang Konstruksi

Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum, 2020) menyatakan bahwa dalang terbesar pencemaran plastik Indonesia adalah keterbatasan kemampuan untuk mengelola dan mengolah sampah dalam negeri. Sebagian besar limbah plastik domestik yang dihasilkan tidak terpilah sehingga bercampur dengan limbah lainnya, sedangkan 78 persen plastik yang tidak dipungut dibakar, 12 persen dilepaskan ke badan air, dan 10 persen sisanya dibuang sembarangan sehingga berpotensi untuk mencemari daratan maupun badan air.

Metode pengelolaan sampah dengan ditimbun dan dibakar sangat berbahaya bagi lingkungan karena selain berisiko melepaskan gas beracun ke atmosfer, pembuangan limbah plastik ke badan air dapat menyumbat saluran pembuangan atau terurai menjadi mikroplastik yang meracuni hewan akuatik. Tempat penampungan sampah plastik yang melebihi kapasitas mengakibatkan kebocoran sampah yang belum dipilah ke dalam badan air, dan setelah sekian lama menyisakan limbah plastik yang butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai.

Keterbatasan pengelolaan dan pengolahan ini menunjukkan  potensi dan ruang besar untuk memperbaiki industri pendaurulangan plastik di Indonesia sehingga mampu mengurangi pencemaran plastik daratan dan laut. Selain untuk mengurangi pencemaran, pengolahan plastik berpeluang menambah nilai jual, terutama pada jenis sampah plastik seperti PP (Polypropylene), HDPE (High-Density Polyethylene), dan PET (Polyethylene Terephthalate).

Sifat plastik yang serbaguna dan aerodinamis menjadikannya cocok untuk digunakan dalam berbagai bidang pembangunan, terutama dalam bidang konstruksi yang terkenal menghasilkan jejak karbon yang tinggi. Sebuah penelitian dari MIT menemukan bahwa limbah plastik dapat dimanfaatkan sebagai agregat ramah lingkungan dan ringan yang dapat mengembangkan karakteristik mekanik semen agar lebih berkualitas dan terjangkau.

Pencampuran limbah plastik dengan produk sampingan industri lainnya seperti silica fume dan fly ash serta kalsium hidroksida akan memperpadat matriks, memperkuat dan mengurangi porositas semen (Carolyn Schaefer, 2017). Penemuan ini menyatakan bahwa serpihan plastik PET yang dipaparkan terhadap radiasi sinar gamma akan memperkuat struktur kimia polimer. PET yang sudah difortifikasi lalu dijadikan bubuk dan dicampurkan bersama fly ash ke dalam semen untuk menghasilkan semen yang 15 persen lebih kuat daripada semen konvensional. Penelitian untuk teknologi ini sudah mulai diperluas juga dalam pembuatan pipa, batu bata dan penyokong bangunan.

Baca Juga: Memanfaatkan Panel Surya Mulai dari Gedung-gedung Pemerintah
Mendorong Evaluasi Layanan DJP Online
Memaknai yang Berharga sebelum Semua Hilang

Untuk Perumahan Rakyat

Situasi penanganan limbah plastik di Indonesia semakin genting mengingat laju pertumbuhan penduduk yang cepat (diatas 1 persen per tahun) dapat berujung pada peningkatan konsumsi dan pengelolaan limbah plastik yang eksponensial. Bersamaan dengan itu, Indonesia juga rentan menghadapi isu ketersediaan permukiman bagi warga yang bahkan sudah mulai terasa sejak saat ini. Menurut survei Badan Pusat Statistik (2020), 36,76 persen warga di perkotaan dan 45.18 persen warga di perdesaan masih tidak memiliki akses terhadap perumahan layak huni. Biaya konstruksi yang mahal memaksa masyarakat dengan keterbatasan ekonomi untuk beralih pada bahan alternatif yang seadanya untuk membangun rumah, sehingga tingkat keamanan dan daya tahannya cenderung kurang baik.

Selain digunakan dalam pembangunan jalan, pengadopsian sistem pengolahan limbah plastik menjadi agregat semen dan komponen pembangunan lainnya patut dipertimbangkan dengan serius, terutama oleh pelaku bisnis dan pemerintah. Dengan adanya sistem pengolahan limbah seperti ini, pemerintah dapat mengurangi volume limbah plastik di lautan dan mengubahnya menjadi perumahan terjangkau bagi rakyat, bahkan dapat membuka sektor lapangan pekerjaan baru. Selain itu, penciptaan bahan bangunan yang lebih ringan dan kuat pun dapat mempermudah pembangunan infrastruktur ke daerah pelosok karena memiliki tingkat mobilitas yang lebih tinggi. 

Selama tidak ada keseriusan dalam tindakan penanggulangan maupun pencegahan, lautan Indonesia akan terus tenggelam dalam masalah pencemaran plastik. Laju pengelolaan dan pengolahan sampah saat ini masih memerlukan banyak perbaikan dan dorongan untuk mencapai tujuan NAPI 2025. Akan tetapi, dengan potensi besar penggunaan limbah plastik khususnya dalam fortifikasi semen, dan ruang perluasan manfaat limbah plastik dalam komponen bangunan lainnya, volume sampah yang mengapung di perairan Indonesia dan isu keterbatasan ketersediaan permukiman layak huni di Indonesia dapat tertangani.

Selain biaya yang terjangkau, pengelolaan limbah plastik pun dapat mengurangi polusi udara dan air sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Demikianlah struktur pengolahan sampah yang benar, yang didukung oleh investasi yang memadai, niscaya dapat menjadi jawaban bagi masa depan laut dan perumahan rakyat yang lebih baik.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//