Cerita Orang Bandung (22): Ketangguhan Mak Ina
Mak Ina (57) sudah bekerja sebagai pedagang kaki lima (PKL) sejak lulus SMA. Di masa pagebluk, tanpa cukup bantuan dari pemerintah, ketangguhannya kembali diuji.
Penulis Bani Hakiki2 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Mak Ina (57), begitulah sapaan akrabnya. Sudah sejak lima tahun lalu, dia menjual berbagai jenis minuman instan dalam kemasan dalam gerobak yang terparkir di bilangan Kalijati, Kecamatan Antapani, Bandung, tepat di seberang masjid “Qaf”.
Mak Ina sudah mulai bekerja sebagai pedagang kaki lima (PKL) sejak lulus SMA, membantu kedua orang tuanya yang juga hidup dari hasil berdagang. Sudah berulang kali dia berpindah lokasi berjualan. Ketangguhannya sudah teruji oleh keras kehidupan.
Di dalam gerobak Mak Ina, untuk menemani minuman dalam kemasan, tersedia aneka gorengan seperti gehu, bala-bala, pisang, dan tempe goreng tepung. Mak Ina sendiri yang memasaknya. Stok dibuat tidak melimpah agar tidak ada sisa ketika ia menutup lapak saat asar berkumandang.
Agar bisa berjualan di lokasi saat ini, Mak Ina tidak perlu membayarkan uang sewa. Cukup ada izin dari satuan pengamanan (satpam) setempat yang mengelola lahan parkir pinggir jalan di kawasan itu. Begitulah gerobak Mak Ina nangkring sejak pukul 9 pagi dari Senin sampai Sabtu, meski dalam beberapa bulan terakhir jumlah pembeli terus menyusut,
“Di sini mah sepi. Kebanyakan pembelinya orang yang lewat aja. Kalau warga kompleks sini justru jarang ada yang jajan. Pas pandemi, wah, tambah sepi,” tutur Mak Ina dari balik maskernya, Kamis (29/7/2021) sore hari.
Hidup Pas-pasan
Mak Ina lahir sebagai anak bungsu dari empat bersaudara dalam sebuah keluarga yang biasa hidup pas-pasan. Saat ini dia tinggal bersama sang suami di kawasan Jalan Sukanegla. Jaraknya sekiar 10 menit jalan kaki dari lokasinya berjualan. Tiga anak mereka sudah bekerja dan hidup mandiri.
Suami Mak Ina sebelumnya bekerja sebagai tukang reparasi alat pendingin ruangan atau air conditioner (AC). Sejak pertengahan tahun lalu, terimbas oleh pandemi Covid-19, ia tak bisa lagi bekerja. Ia sempat beralih kerja sebagai penjaga sebuah lahan parkir di sekitaran Antapani, tapi tak bertahan lama. Jika tidak sedang bekerja serabutan di sebuah pabrik konveksi, sesekali sang suami ikut membantu Mak Ina berjualan.
Pagebluk yang berkepanjangan membuat Mak Ina merasakan waktu berjalan sangat lambat. Pendapatannya kian tak menentu. Jika sebelumnya ia bisa membawa pulang uang 100-200 ribu rupiah setiap harinya, kini paling banyak ia memperoleh 100 ribu rupiah.
“Buat orang kecil mah susah atuh. Lagi gini (pagebluk), tapi dilarang dagang. Saya udah lama, dari dulu jualan di sini, pas pertama-tama pandemi sempet gak dagang da gak boleh,” katanya.
Semua jadi serba sulit saat ini, namun Mak Ina tidak kehilangan syukur. Manis dan pahit kehidupan sudah sangat dikenalnya.
Baca Juga: Cerita Orang Bandung (21): Kemandirian Monik dalam Gerobak Toppoki
Cerita Orang Bandung (20): Kering Keringat Tiga Kuli Panggul Pasar Baru
Cerita Orang Bandung (19): Jiwa Rocker Penjual Minuman Cepat Saji
Satu Kali Bansos
Bertahan sekuat tenaga dari dampak pandemi yang sudah berlangsung selama satu setengah tahun, Mak Ina sedikit sekali menerima bantuan dari pemerintah. Sekitar bulan Agustus 2020 lalu, dia mengikuti program bantuan sosial (bansos) oleh Pemprov Jawa Barat. Setelah tercatat dalam daftar keluarga penerima manfaat (PKM), Mak Ina menunggu giliran selama dua hari untuk mendapatkan haknya.
Di kampus Bina Sarana Informatika (BSI) Bandung, Mak Ina akhirnya menerima paket bansos berupa satu kantong sembako bernilai 500 ribu rupiah dan uang tunai 100 ribu rupiah. Jumlahnya memang tidak seberapa, tapi cukup untuk makan selama hampir sebulan.
“Udah itu aja, cuma sekali (dapat bantuan). Gak pernah sih dapat bantuan lain lagi mah atau saya gitu yang gak tahu?” ujar Mak Ina sambil menunjukkan kantong sembako yang pernah diterimanya.
Mak Ina mengaku tidak mengetahui program bansos yang diselenggarakan Pemkot Bandung sejak 19 Juli 2021 lalu. Padahal, per Rabu (28/7/2021), penyaluran bansos diklaim sudah mencapai 99 persen dari nilai total 30 miliyar rupiah ntuk 60.000 KPM. Ina tidak yakin menjadi bagian dari satu persen sisanya.
“Ah, buat orang kecil kayak kita mah atuh susah tahu (informasi) kayak gitu mah. Bisa makan ge tos Alhamdulillah,” katanya.
Mengatasi pandemi, pemerintah terus menggulirkan beragam program pembatasan aktivitas warga dan pemberian bansos. Beberapa pelonggaran mulai diberikan, tapi Mak Ina tidak melihat perbedaannya. Dengan gerobaknya, dia merasa cukup menjalani hidup seperti biasanya.