Data Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan di Kota Bandung 2008-2020, Melonjak di Tahun Pandemi
Sepanjang 2020, ada 250 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh UPT P2TP2A Kota Bandung. Terbanyak berupa kekerasan seksual, disusul kekerasan psikis.
Penulis Sarah Ashilah9 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Pademi Covid-19 sejak Maret 2020 lalu berimbas ke banyak sisi hidup warga. Bukan hanya melulu urusan ekonomi, tapi juga sosial dan psikologis. Dalam kondisi darurat seperti ini, perempuan dan anak yang berada di posisi rentan sering menjadi korban.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) Kota Bandung menunjukkan lonjakan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di tahun 2020, dibandingkan tahun sebelumnya.
Di sepanjang tahun pegebluk itu, tercatat ada 250 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung, yang terdiri dari 100 kasus kekerasan seksual, 72 kasus kekerasan psikis, 26 kasus kekerasan fisik, 7 kasus kekerasan ekonomi, 13 kasus penelantaran, 12 kasus trafficking (perdagangan orang), 8 kasus kekerasan terkait perebutan hak asuh anak, dan 12 kasus lainnya.
Yang perlu diingat, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Bandung ini adalah jumlah kasus yang dilaporkan, lalu ditangani oleh UPT P2TP2A Kota Bandung. Jumlah sebenarnya di lapangan sudah tentu lebih banyak.
Baca Juga: Data Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2015-2020, Melambung di Tahun Pandemi
Data Kekerasan terhadap Anak di Kota Bandung 2020, Terbanyak Berupa Kekerasan Psikis
Direktur Utama Women’s Crisis Center (WCC) Kota Bandung Ira Imelda mengamini tren kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di masa pandemi Covid-19. Jumlah klien yang ditangani WCC Kota Bandung juga melonjak hingga tiga kali lipat. Dari sebelumnya rata-rata 30 orang klien per tahun, mereka sudah menerima laporan dari 90 orang klien di bulan-bulan awal pandemi tahun lalu. Jumlah kasus terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan kekerasan seksual yang bersifat langsung maupun berbasis daring.
“Di masa-masa PSBB tahun 2020 dan PPKM tahun ini, korban dan pelaku cenderung berada di rumah sehingga pergerakan korban pun terbatas karena diawasi oleh suami yang jadi pelaku,” ujar Ira ketika dihubungi BandungBergerak.id, Senin (9/8/2021).
Di masa pagebluk, penanganan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan pun memiliki tantangan tersendiri. Pendampingan terhadap korban harus dilakukan secara daring.