• Budaya
  • Meredam Dampak Negatif Teknologi Digital dengan Permainan Tradisional

Meredam Dampak Negatif Teknologi Digital dengan Permainan Tradisional

Orang tua diharapkan mengajarkan permainan tradisional kepada anak-anak mereka di tengah gempuran teknologi dan pembatasan PPKM.

Festival Kaulinan Urang Lembur (Kaulem) 2015. Festival ini diadakan di Aula Timur ITB, Selasa-Kamis (06-08/10/2015). (Dok ITB/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana10 Agustus 2021


BandungBergerak.id - Tidak dipungkiri teknologi digital membawa sejumlah efek negatif, di samping manfaat positifnya. Salah efek tersebut ialah membuka peluang munculnya karakter-katakter soliter atau individual. Hidup bermasyarakat mungkin saja terkikis, terlebih di masa pandemi Covid-19 dan diperpanjangnya kebijakan PPKM.

Masyarakat asyik dengan gawai masing-masing. Anak-anak lebih anteng bermain game, berdiam diri di rumah tanpa banyak gerak, tidak merasakan sengatan matahari, dan berinteraksi dengan sesama.

Melihat fenomena tersebut, Ketua Dewan Kesenian Kota Cimahi, Hermana HMT mengusulkan agar orang tua mengajarkan permainan tradisional kepada anak-anak mereka. Hermana yakin, permainan tradisional mengandung nilai-nilai luhur, pesan-pesan pendidikan, dan moral bagi pelakunya.

“Nilai-nilai itu merupakan jati diri bangsa, juga jiwa bagi pemajuan kebudayaan daerah dan nasional di Republik Indonesia ini,” kata Hermana, kepada BandungBergerak, Selasa (10/8/2021).

Nilai-nilai luhur dalam permainan tradisional di antaranya, membangun kebersamaan, tumbuhkan sikap jujur, terbuka, berani, saling percaya, disiplin, tanggung jawab, kepemimpinan, tolong-menolong, lapang dada, taat, wasdpada, tangkas, kreatif, cinta lingkungan hidup, cinta tanah air, hidup sehat, riang gembira dan lain sebagainya.

“Permainan tradisional itu membentuk karakter dan tingkatkan kecerdasan IQ dan SQ anak,” tegas Hermana.

Sebagai contoh, di masyarakat Sunda terdapat permainan tali, galah asin, petak umpet, dan sebagainya. Hal ini bisa dipraktikkan orang tua di rumah bersama anaknya.

Memang, kata Hermana, manusia tidak bisa menghindari kemajuan teknologi dan harus menjadi bagian penting dari peradaban ini. Namun tetap diperlukan upaya meredam efek negatif dari teknologi digital. Salah satu solusi meredam dampak tersebut, maka permainan tradisional punya peranan penting.

“Sehingga nilai-nilai luhur yang terkandung dalam pemainan tradisional tetap terjaga dan meresap ke dalam memorinya, menguatkan karakter dirinya, karakter bangsa, sekaligus memperkokok ketahanan budaya nasional,” katanya.

Baca Juga: NGALEUT BANDUNG: Preanger Planters Kumpulan Orang Gagal
Ritual Adat Sunda di Kaki Gunung Tangkuban Parahu

Permainan Tradisional perlu masuk Kurikulum Sekolah

Hermana berharap, pemerintah menetapkan permainan tradisional anak-anak di daerah menjadi pelajaran ekstrakulikuler wajib mendampingi pramuka di Sekolah Dasar. “Setidaknya seminggu satu kali anak-anak diajak bergembira melalu kigiatan permainan tradisional,” pungkas Hermana.

Untuk mengenalkan permainan tradisional, DKKC melalui Komite Pengetahuan, Teknologi, Permainan dan Olahraga Tradisional (PTPOT) DKKC baru-baru ini menggelar pertunjukan permainan tradisional Sunda secara daring di kanal youtube Dewan Kebudayaan Kota Cimahi. Kegiatan yang diawali dengan workshop permainan sarung melalui video dan secara langsung ini melibatkan 20 orang anak-anak binaan beberapa kumunitas seni Kota Cimahi dimulai sejak 15 Juli 2021.

Ketua Komite PTPOT DKKC, Apih Trisno mengatakan, pertunjukan virtual permainan tradisional tadinya akan digelar secara langsung pada peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23-24 Juli 2021 di Plaza Rakyat Kota Cimahi, karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) masih diperpanjang, akhirnya diputuskan pertunjukan tersebut dalaksanakan secara daring.

“Karena PPKM, proses latihan dibuat singkat. Apih Ajat sebagai pengatur laku kegiatan ini sangat ketat dalam membagi waktu, membagi jumlah peserta latihan, dan memantau 20 orang anak yang terlibat agar vitalitas dan kesehatan tubuhnya terjaga dan tidak menjadi klaster baru penularan Covid 19. Alhamdulillah dalam serba keterbatasan kegiatan bisa berjalan, dalam situasi seperti ini kami DKKC masih bisa hidupkan denyut nadi kebudayaan lokal di Kota Cimahi,” ujar Apih Trisno.

Kearifan Lokal

Mohamad Zaini Alif, pendiri Komunitas HONG, menghimpun tidak kurang dari 250 jenis mainan tradisional yang tumbuh di wilayah Jawa Barat. Bentuk dan aturan permainan tradisional ini memiliki sejumlah kemiripan dengan permainan tradisional yang biasa dimainkan anak-anak nusantara, dengan nama yang berbeda-beda.

Zaini menjelaskan, kata permainan atau ulin dalam bahasa Sunda, dewasa ini identik dengan sesuatu yang tidak berguna. Padahal, ulin bukanlah sesuatu yang tidak berguna. Di Bandung, kata ulin berasal dari kegiatan menunggu padi. Dalam istilah ini juga terdapat makna silaturahmi.

Tetapi dalam perkembangan zaman, kata ulin malah mengalami pergeseran makna menjadi suatu kegiatan yang tidak berguna.

“Pergeseran kembali dapat terjadi apabila semuanya menyadari bahwa permainan tradisional masih relevan dengan masa kini dan berguna untuk memberikan pelajaran sosial dan nilai-nilai kepada anak melalui sesuatu yang dapat ia terima," ungkap Mohamad Zaini Alif, mengutip laman resmi ITB.

Zaini menegaskan, permainan tradisional merupakan medium mumpuni yang mengajarkan kearifan lokal. Peraih gelar doktor dari FSRD ITB dengan desertasi tentang permainan tradisional Sunda itu menjelaskan, permainan mendapat penghormatan tinggi di masyarakat Baduy Dalam.

Masyarakat pedalaman di ujung barat pulau Jawa itu tidak mengenal istilah “mainan” dan “permainan”. Mereka menyebut permainan dengan istilah pagawean barudak (pekerjaan anak-anak). Kata pagawean sendiri berarti pekerjaan. Sehingga yang namanya pekerjaan akan menghasilkan suatu karya.

Dengan kata lain, kata Zaini, masyarakat Baduy memandang permainan sebagai kegiatan penting bagi anak-anak. Dari permainan atau pagawean itu akan lahir karya yang berguna. “Masyarakat Baduy sangat melarang kegiatan yang tidak berguna,” tandas Zaini.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//