Jutaan Lembar Sampah Plastik Cemari Laut Indonesia
Perlu solusi konkret agar sampah plastik bisa segera diatasi dan dikurangi. Gaya hidup zero waste bisa menjadi pilihan ideal.
Penulis Iman Herdiana13 Agustus 2021
BandungBergerak.id - Sampah plastik masih menjadi persoalan serius dan belum tertangani secara signifikan. Indonesia bahkan disebut sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia.
Kabar miris tersebut disampaikan Dwi Retnastuti, dari Tim Kampanye Urban Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar), dalam webinar Berpetualang Dengan Konsep Zero Waste pada masa pandemi Covid-19 yang digelar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Penjelajah Rimba dan Pendaki Gunung Bharawana Universitas Jenderal A. Yani, seperti dikutip Jumat (13/8/2021).
Dwi Retnastuti yang juga Direktur Salam Institute memaparkan data mengejutkan. Dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), sampah plastik yang dihasilkan sebanyak 10,95 juta lembar dalam waktu satu tahun.
Jumlah tersebut baru dari 100 toko. Sementara Indonesia memiliki ribuan atau jutaan toko. Belum lagi dengan sampah plastik yang dihasilkan permukiman, perkantoran, industri, pasar, sekolah, fasilitas umum dan lain-lainnya.
Sektor-sektor tersebut menghasilkan tiga jenis sampah. Ketiga jenis sampah tersebut yaitu sampah organik, anorganik (termasuk plastik), dan sampah B3 (bahan beracun berbahaya).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2016, jumlah sampah di Indonesia mencapai 65.200.000 ton per tahun dengan jumlah penduduk sebanyak 261.115.456 orang. Pada tahun 2019, jumlah sampah meningkat menjadi 67.800.000 ton per tahun dengan komposisi sampah organik 57 persen, sampah plastik 15 persen, sampah kertas 11 persen, dan sampah lainnya 17 persen.
“Dalam aspek berkelanjutan, perihal sampah bergantung pada lima aspek manajemen sampah. Kelima aspek tersebut yaitu, adanya peraturan daerah yang mengatur pengelolaan sampah, partisipasi masyarakat dalam mendukung upaya pengurangan dan penanganan sampah, sarana-prasarana dalam pelaksanaan teknis-operasional, memiliki sistem pembiayaan yang mencukupi, dan adanya lembaga professional dalam pengelolaan sampah,” papar Dwi Retnastuti.
Baca Juga: Memanfaatkan Limbah Plastik untuk Bidang Konstruksi dan Perumahan Rakyat
Bandung Kota Rawan Bencana (3): Kang Pisman vs Bom Waktu Sampah
Gaya Hidup Zero Waste
Webinar juga menampilkan diskusi bersama Siska Nirmala dari komunitas Zero Waste Adventure. Ia menjelaskan tentang Zero Waste Adventure yang merupakan gerakan individu yang telah berjalan sejak 2012.
Siska mengatakan pentingnya pengelolaan sampah di level individu. Menurutnya, zero waste sendiri merupakan gaya hidup yang berusaha meminimalisir sampah sampai nol.
“Konsep utamanya adalah 3R, Reduce, Reuse, Recycle, tetapi fokus pada yang pertama yaitu Reduce, dan sebisa mungkin meminimalisir sampah sejak awal,” terang Siska Nirmala.
Sementara Arlan Siddha, pengamat kebijakan pemerintahan dan juga dosen Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Jenderal A. Yani, membahas Problematika Dinamika Sampah. Menurut Arlan, pengelolaan sampah sudah tertuang pada Kebijakan Pemerintah UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, PP No. 81 tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga, dan permen lingkungan hidup PP No. 81 tahun 2012 sebagai peraturan pelaksanaan.
Ia mengatakan, sampah juga muncul dari acara-acara resmi yang melibatkan massa besar. Salah satunya pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan kepala daerah. “Namun setelah itu tidak serius dalam mengelolanya,” katanya.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI), terdapat 68 juta ton sampah dan selalu menjadi objek yang disalahkan ketika datang banjir, namun pengelolaannya tidak serius.
“Perihal Zero Waste, kita harus menjadi smart customer dengan membeli barang yang kita butuhkan dan membeli makanan secukupnya. Selain itu, kita harus memulai untuk memilah sampah organik dan anorganik,” terangnya.